Kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Amelia berhasil memikat hati seorang pria. Asmara yang menggelora mengantar Amelia pada titik keseriusan sang kekasih. Apakah hubungan mereka berjalan lancar sampai ke jenjang pernikahan? Apalagi setelah pria tersebut mengetahui jika Amelia ternyata seorang wanita panggilan.
Lantas, bagaimana Amelia melewati segala lika-liku kehidupannya? Apakah dia mampu meninggalkan dunia yang sudah membantunya mengobati luka di masa lalu atau justru semakin terjerumus di agensi yang menaunginya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingin Berhenti
Rasa sepi kian merasuk ke dalam hati. Kehangatan kasih dari Andra sangat dirindukan Amel untuk saat ini. Padahal baru satu minggu Andra meninggalkan Jakarta. Kedua sejoli ini hanya bisa berhubungan lewat chat dan sesekali melakukan video call karena Andra sibuk mengurus ayahnya.
"Jangan terlalu sering melamun, Jo."
Amel mengalihkan pandangan ke samping, di mana Sari berada saat ini. Dia menggeser tubuhnya ke samping agar Sari bisa duduk di sofa yang sama dengannya. Kedua wanita itu terdiam beberapa menit lamanya sambil menatap riak air di kolam renang.
"Apa yang sedang kamu pikirkan saat ini?" tanya Sari karena penasaran dengan sikap yang ditunjukkan Amel akhir-akhir ini. Semenjak kembali dari Bandung, Amel lebih sering melamun dan murung.
"Aku lelah. Aku ingin berhenti dari pekerjaan ini," jawab Amel tanpa menatap Sari. Tatapan matanya fokus tertuju ke kolam renang.
Sari terbelalak mendengar jawaban Amel. Emosinya mulai terpancing karena keinginan anak emasnya itu. "Jangan harap! Kontrakmu masih panjang, Jo!" ujar Sari dengan tegas. "Memangnya apa yang membuatmu ingin berhenti? Tarifmu juga sudah naik. Apalagi yang kamu inginkan?" cecar Sari.
"Aku capek, Mi. Aku sudah lelah menjual kepalsuan. Aku ingin hidup normal. Apalagi sekarang kedua orang tuaku sudah meninggal," jawab Amel dengan suara yang bergetar.
"Tidak semudah itu, Jo! Enak saja kamu ingin berhenti di saat job ramai. Kamu harus ingat, saat kamu terpuruk siapa yang menolongmu, Ha?" Emosi Sari benar-benar tersulut setelah mendengar permintaan Amel.
"Mi, aku sudah bekerja di sini lima tahun. Penghasilan dariku sudah lebih dari cukup 'kan, Mi? Aku ingin menata hidupku, Mi," jelas Amel dengan tatapan yang tak lepas dari Sari.
"Oh, rupanya kamu sudah berani melawanku, Jo. Mentang-mentang karena hidupmu sudah aman, kamu ingin pergi dari sini? Itu tidak akan mungkin. Kontrak kerjamu masih ada! Jadi, mau tidak mau kamu harus menyelesaikan kewajibanmu!"
Sari benar-benar emosi menghadapi Amel. Lantas, wanita berambut sebahu itu pergi meninggalkan Amel seorang diri di sana. Kegalauan kembali hadir dalam pikiran Amel karena hal ini. Dia lelah harus menjalani semua ini. Kepergian Marini berhasil mengoyak hatinya.
"Jo, sudah waktunya berangkat," ucap Bobby saat menemui Amel di teras belakang. "Asisten pak Yanuar memberi kabar agar langsung ke lapangan golf," lanjut Bobby sebelum meninggalkan Amel.
Amel memejamkan mata sambil mengatur napas. Di saat sedang terpuruk seperti ini, dia harus tampil sempurna di hadapan klien. Apalagi, kali ini dia harus bertemu kembali dengan pengusaha BUMN asal Bali yang sempat suka dengannya. Tentu dia tidak mau mengecewakan pelanggannya itu.
"Oke, Pak Yanu. Jovana akan datang," gumam Amel seraya beranjak dari tempat duduknya.
****
Kehangatan sang mentari menyapa gadis cantik yang baru keluar dari mobil. Gadis cantik itu melangkah dengan anggun memasuki arena lapangan golf. Ya, gadis cantik itu adalah Jovana. Pagi ini dia harus menemani Yanuar bermain golf bersama pejabat daerah.
"Selamat pagi, Mas," ucap Jovana saat memasuki tempat istirahat Yanuar.
"Pagi, Jo," sapa Yanuar seraya memeluk Jovana sesaat. "Cantik," puji Yanuar setelah mengamati penampilan Jovana pagi ini.
"Tentu. Saya harus tampil cantik saat bertemu Mas 'kan?" jawab Jovana dengan diiringi senyum manis.
"Kita santai dulu di sini sambil menunggu kolegaku. Duduklah," ucap Yanuar seraya menepuk tempat yang ada di sisinya.
Seperti biasanya, Yanuar selalu memperhatikan setiap gerak-gerik Jovana. Rasa tertarik kepada Jovana sepertinya masih ada. Semua itu terlihat dari tatapan mata, sikap serta perhatian yang diberikan untuk Jovana.
"Maaf, Mas. Saya lupa menonaktifkan ponsel," ucap Jovana tatkala dering ponselnya terdengar dari dalam tas.
"Gak masalah. Terima saja dulu. Siapa tahu penting," ujar Yanuar.
Jovana mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menghubunginya. Matanya terbelalak saat melihat kontak Andra di layar ponselnya. Apalagi saat ini Andra menghubunginya lewat panggilan video.
"Keluarlah. Terima dulu telfonnya," ucap Yanuar setelah melirik layar ponsel Jovana.
"Saya minta izin lima menit ya, Mas. Biar saya selesaikan dulu urusan ini," pamit Jovana sebelum keluar dari ruangan.
Benar saja, tak sampai lima menit, Jovana kembali ke dalam ruangan. Dia duduk ke tempat asal dan setelah itu beralih menatap Yanuar. "Maaf ya Mas atas ketidaknyamanannya," ucap Amel dengan diiringi senyum manis.
"Pacarmu?" tanya Yanuar tanpa basa-basi.
"Emm ... iya," jawab Amel ragu.
"Wah, ternyata sekarang kamu sudah berubah pikiran. Pria mana nih yang berhasil meluluhkan seorang Jovana?" Kekecewaan terlihat jelas dari sorot mata Yanuar. "Tapi sebelum janur kuning melengkung, masih bisa bersaing 'kan Jo?" tanya Yanuar penuh arti.
"Maaf, Mas. Saya tidak bisa menjawabnya," ucap Amel dengan kepala tertunduk. Dia tidak enak hati kepada Yanuar karena sempat menolak pinangannya.
"Hei, jangan begitu. Biasa saja, Sayang," ucap Yanuar seraya menyentuh dagu Jovana. "Kita tidak bisa mengubah perasaan seseorang secara langsung, Jo. Sama seperti diriku, meski banyak sekali wanita yang mengejarku, tetapi sampai saat ini aku masih menunggumu. Ini bukan kejahatan kepada kekasihmu 'kan?" jelas Yanuar dengan diiringi senyum manis.
"Mas, jangan membuat saya menjadi serba salah. Jangan terlalu berharap, Mas karena saya takut Mas Yan nanti terluka," tutur Jovana sambil menyentuh tangan Yanuar.
"Begini saja. Bagaimana kalau setelah pulang dari sini, aku berkunjung ke rumahmu. Aku ingin bertemu dengan orang tuamu. Boleh 'kan aku mengenal keluargamu?"
Tentu Jovana hanya bisa diam saat mendengar pertanyaan itu. Hatinya bergetar mendengar keseriusan Yanuar. Padahal, Jovana sendiri sudah pernah menolaknya. "Maaf, Mas. Ibu saya baru meninggal satu bulan yang lalu," jawab Jovana dengan suara lirih.
Yanuar seketika merengkuh tubuh Jovana. Dia merasa bersalah karena menyinggung masalah ini. Yanuar tak henti minta maaf dan berusaha menghibur Jovana dengan mengalihkan topik pembicaraan. "Bagaimana kalau kita melakukan pemanasan dulu sambil menunggu kolegaku?" ajak Yanuar sebelum beranjak dari tempat duduknya. Dia menggandeng tangan Jovana saat berjalan menuju lapangan.
"Apa Mas biasa main golf?" tanya Jovana saat menggerakkan tangannya ke kiri dan ke kanan.
"Jarang sih. Aku lebih suka tennis meja," jawab Yanuar. "Main golf hanya saat diajak kolega saja seperti saat ini," jelas Yanuar.
Belum sempat mereka melanjutkan pembicaraan. Kolega yang dimaksud Yanuar telah tiba. Yanuar memperkenalkan Jovana sebagai teman dekat. Pada akhirnya mereka bermain bersama. Permainan semakin seru saat skor mereka saling mengejar.
"Rupanya teman Pak Yanuar jago juga main golfnya," puji kolega Yanuar yang bernama Abraham setelah melihat permainan Jovana.
Yanuar hanya tersenyum saat menanggapi pujian tersebut. Sebagai sesama pria dewasa tentu Yanuar tahu jika koleganya itu tertarik kepada Jovana. Beberapa kali Abraham mencuri pandang ke arah Jovana.
"Oh ya Pak Yan. Bagaimana kalau kita istirahat dulu sambil membahas rencana proposal yang akan Bapak ajukan?" ucap Abraham dengan tatapan penuh arti. "Saya ingin bicara empat mata saja," bisik Abraham.
Yanuar pun paham dengan kode yang diberikan pejabat daerah itu. Sebelum pergi ke tempat istirahat, Yanuar menyuruh Jovana agar menunggu di tempat yang lain. "Jangan kemana-mana. Tunggu aku sampai selesai. Setelah itu kita istirahat ke Hotel," ucap Yanuar sebelum berlalu dari hadapan Jovana.
"Ini waktu yang tepat untuk menghubungi Andra. Jangan sampai dia curiga jika aku golf dengan seorang pria," gumam Jovana setelah teringat sang kekasih.
...🌹TBC🌹...
Setelah ini siap-siap masuk konflik utama ya😊harap sabar
Takutnya kliennya ternyata bapaknya Andra atau malah Andra sendiri
Bonyok
Pasti mereka bakal suka rela membantu Amel buat kasih pelajaran..
Semoga Andra bisa membuat Amel terus bahagia dan berharga..
Amel untungnya punya prinsip kuat..
Kyk sudah rahasia umum kalau sudah berhubungan dengan bapak atau tiri..walau pun ada yg baik juga
Bikin kesel,,ibunya Amel sadarnya telat juga..
Miris banget nasib Amel
Ibunya Amel sudahsalah di awal..fatal akibatnya..