"Aku mohon jadilah Mamaku Ra!!" Pinta Hannah temannya sejak pertama kali masuk SMA.
"Jika dalam waktu satu minggu, orang tua mu tak bisa membayar sisa hutangnya, kamu harus menikah denganku manis." Ucap pria lintah darat yang terkenal didaerah itu.
Danira Grisela,
Seorang gadis polos yang baru saja menyelesaikan pendidikan SMA, harus terjerat ancaman seorang lintah darat yang akan menikahinya jika orang tuanya tak bisa melunasi sisa hutangnya.
Namun, ia juga dihadapkan dengan permintaan sahabatnya yang memintanya untuk dengan Ayahnya dan berjanji akan melunasi semua hutang orang tuanya dan menanggung semua kebutuhan keluarganya.
Pilihan manakah yang akan Danira pilih?
Yuk langsung baca ceritanya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 35
Danira yang melihat wajah Hajun penuh darah membuat Danira berteriak histeris.
"Ay!!!"
"Danira... Danira, Sayang!" Seseorang menepuk pipi Danira.
Danira tergeragap lalu bangun dan kini wajah Hajun tepat di atas wajahnya.
"Ayy... nggak papa, nggak luka?"
Danira meraba wajah Hajun dengan jemari di kedua telapak tangannya.
"Kamu mimpi apa, Sayang?" tanya Hajun cemas.
Hajun meraih telapak tangan Danira lalu Danira menatap Hajun dengan lekat.
"Jadi ... cuma mimpi? Alhamdulillah...."
Bagi Danira, sungguh mimpi itu seperti nyata. Danira melihat dengan jelas wajah Hajun yang penuh dengan darah.
"Kamu kayanya abis maghrib ketiduran, Sayang." Hajun merapikan rambut di kening Danira.
Danira baru ingat kalau dirinya sedang marah pada Hajun.
"Mau apa ke sini, tau dari mana aku di sini?" Danira berdiri lalu menjauhi Hajun.
Ia berdiri di dekat jendela dengan pandangannya ke luar jendela.
Hajun berdiri juga lalu mendekati Danira lalu memeluk Danira dari belakang.
"Aku tau kamu lagi marah, kamu itu salah paham, Sayang. Harusnya tadi kamu masuk aja ke ruanganku, biar jelas, jangan langsung pergi." bujuk Hajun.
Danira berusaha melepaskan pelukan Hajun. Tapi Hajun tambah erat memeluknya.
"Siapa yang nggak cemburu, kalau melihat suaminya bersikap akrab banget sama mantan pacarnya, cuma berduaan pula. Senang banget kayanya, ada didekat perempuan cantik seperti Tante Dona!" Jawab Danira dengan suara meninggi.
Hajun menenggelamkan wajahnya di atas kepala Danira.
"Siapa bilang cuma berduan, ada temanku juga di sana. Ada sekertarisku juga, coba kalau kamu masuk dulu, jadi gak salah paham gini kan, Sayang."
"Bohong!" ketus Danira.
"Sumpah, Danira, aku sama dua temanku, dan juga Dona, sedang ada bisnis bersama. Makanya tadi mereka datang, kami juga makan siang sama-sama." Hajun berusaha meyakinkan Danira.
"Nggak percaya!" Suara Danira kini semakin meninggi.
"Supaya kamu percaya, kita telpon sekertaris aku atau Dona, ya?" bujuk Hajun.
"Nggak usah, pasti kalian udah sekongkol buat bohongin aku!"
"Demi Allah, Sayang, aku gak bohong, kalau kamu mau, kamu boleh ikut aku ke kantor setiap hari."
"Buat apa, buat nonton orang mesra-mesraan?" Suara Danira semakin bertambah tinggi.
Hajun merasa kehabisan kata untuk membujuk. Baru kali ini Danira semarah ini.
"Kalo gitu, mulai besok aku ngantor di rumah aja." bujuk Hajun lagi.
"Nggak perlu!" jawab Danira ketus.
"Jadi... aku harus gimana supaya kamu percaya, Sayang."
"Nggak tau, pokoknya aku marah, aku marah, aku maraaaah!" Danira berbalik, lalu memukuli dada Hajun dengan tangan mungilnya.
"Terserah kamu, mau maki aku, mau pukul aku, apa aja boleh, tapi tolong percaya sama aku."
Danira masih memukuli dada Hajun, tapi kali ini kepalanya bersandar di sana, ia menangis sejadinya, menumpahkan sesak dalam dada.
"Om tega sama aku...." rintih Danira disela isak tangisnya.
"Aku mohon ... percaya sama aku, Danira." Ucap Hajun seraya mengangkat dagu Danira. Ia mengusap airmata di pipi Danira.
"Percayalah, cuma kamu yang aku cintai, cuma kamu yang aku mau untuk menemaniku sampai akhir hidupku."
Hajun menatap Danira tepat di manik matanya lalu Ia menangkup wajah Danira dengan kedua telapak tangannya.
"Aku mohon, percaya sama aku, Danira." Bujuk Hajun lagi lalu mulai menurunkan wajahnya.
"Aahhh, gak mau dicium, gak mau dipeluk, aku masih marah, sanaaa!" ucap Danira lalu mendorong dada Hajun.
"Sayang, jangan marah lagi, apa aja yang kamu mau, akan aku penuhi, asal kamu gak marah lagi."
Danira menatap mata Hajun. "Aku nggak mau Om ada kerja sama apa pun sama Tante Dona, titik."
"Tapi aku udah setuju kerja sama sama dia. Lagi pula ini bukan cuma kami berdua, tapi sama teman yang lain juga." bujuk Hajun.
"Ya udah, kalau begitu Om pulang aja sendiri, aku nggak mau pulang...." Ucap Danira disertai isakan.
"Sayang... tolong ngerti."
"Dengar ya, Om, apapun yang ada hubungannya dengan Tante Dona, aku gak akan pernah mau mengerti. Tante Dona itu... dia sudah...." Danira langsung menghentikan kalimatnya karena hampir saja keceplosan, kalau Dona sudah mengancamnya.
"Aahhh... yang pasti, aku nggak suka Om sama Tante Dona ada hubungan kerja atau apa pun juga, titik!"
Hajun hanya bisa menghela nafas panjang.
"Kalau Om masih menimbang-nimbang mau milih aku, atau Tante Dona, lebih baik Om pulang sekarang, aku gak mau jadikan bahan pilihan!" Danira membalikan badan lalu ia menghapus air matanya.
Hajun hendak meraih Danira kedalam pelukannya. Tapi Danira dengan cepat menghindar.
"Baiklah, besok aku akan bicara sama mereka, kalau aku mundur dari kerjasama ini."
"Nggak mau besok, harus sekarang, bicara lewat telpon, atau... Om mau ketemuan lagi sama Tante Dona besok!"
Danira dengan cepat berbalik lalu ia menatap Hajun dengan tatapan marah.
"Ya Allah!! Kenapa Danira bisa semarah ini, ada apa sebenarnya? Biasanya saat marah dia cuma ngambek aja."
"Kalau Om masih mikir-mikir, lebih baik Om pulang aja." Ucap Danira yang berusaha mendorong tubuh besar Hajun ke arah pintu.
Tapi bukannya tubuh Hajun yang terdorong mundur melainkan tubuh Danira yang dipeluk Hajun dengan erat.
"Iya... aku telpon sekarang."
Hajun memilih mengalah demi istrinya lalu ia mengambil ponsel dari saku kemeja.
Tangannya yang satunya lagi menuntun Danira, untuk duduk di tepi ranjang.
Danira mendengarkan pembicaraan Hajun dengan temannya. Saat Hajun menelpon Dona, Danira minta di loud speaker dan Hajun menuruti maunya Danira.
Wajah Danira langsung cemberut, saat mendengar Dona memanggil Hajun dengan sebutan sayang.
Danira hendak berdiri untuk menjauhi Hajun. Tapi Hajun menarik tangannya membuat Danira terduduk di atas pangkuan Hajun.
Saat Hajun sudah mengakhiri pembicaraannya dengan Dona, Danira langsung berusaha melepaskan diri, tapi Hajun tak mau melepaskannya.
Danira hendak protes tapi, tapi bibir Hajun sudah mengunci bibir Danira.
Awalnya bibir Danira tak bereaksi, namun akhirnya bereaksi juga, bahkan tangan Danira merangkul leher Hajun.
Tangan Hajun masuk ke balik daster Danira. Menyadari sesuatu, Hajun melepaskan ciumannya.
"Kamu gak pake underwear, Sayang?"
Pertanyaan Hajun langsung membuat Pipi Danira langsung memerah.
"Di sini nggak ada yang muat, Ay." jawab Danira dengan nada manja.
Kemarahan Danira yang tak terlihat ada bekasnya membuat Hajun tersenyum lalu ia menarik daster Danira ke atas membuat daster itu terlepas lewat kepala dan kedua tangan Danira.
Hajun membaringkan tubuh polos Danira di atas ranjang. Ia mengambil posisi membungkuk di atas tubuh Danira.
Bibir Hajun mencium Danira, bukan hanya bibir yang Hajun cium, tapi dari ujung kaki sampai ujung rambutnya.
"Ay...." panggil Danira manja.
Suara ketukan di pintu mengagetkan mereka berdua.
"Kak... Kak Danira sama Om Hajun makan malam di sini, gak. Kalau iya, biar aku siapkan makanannya." Suara adik Danira dari luar pintu membuat mereka menghentikan aktivitas.
Hajun turun dari atas ranjang lalu ia sedikit membuka pintu.
"Gak usah, Ta. Kami makan di rumah aja nanti." Ucap Hajun.
"Ooh... nggak jadi nginap ya, Om?" tanya adik Danira heran.
"Iya, kami gak jadi nginap."
"Ooh, ya udah, kalau gitu aku ke kamar lagi. "
Hajun menganggukkan kepala, lalu Hajun menutup pintu, saat Hajun berbalik ia melihat Danira sudah memakai bajunya lagi.
"Kok dipakai lagi bajunya?" tanya Hajun bingung.
"Katanya mau pulang, masa aku pulang telanjang." jawab Danira polos.
"Ya ampuun!!! Maksud aku, pulangnya nanti, kalau udah selesai satu ronde dulu. Hhhh, nasib...." gerutu hati Hajun.
"Nggak papa ya, Ay, aku pulang cuma pakai baju gini, gak pakai dalaman juga, baju aku tadi siang udah dicuci sama Ibu, gak ada baju lain lagi yang muat, kecuali daster kaos ini."
Hajun memperhatikan Danira dengan seksama. Daster kaos itu menempel ketat di tubuh Danira membuat Dadanya yang tanpa bra kelihatan tercetak nyata.
Hal itu membuat Hajun harus menelan air liurnya dengan susah payah.
Yang lucu adalah perut Danira yang jadi kelihatan sekali bulatnya, sungguh pemandangan yang menggemaskan di mata Hajun.
"Ayy, jadi pulang gak?" tanya Danira sambil menggulung asal rambutnya.
"Ooh... Iya, jadi... jadi."
Tapi, baru saja mobil yang ditumpangi Danira dan Hajun hendak ke luar dari gang rumah Danira.
Tiba-tiba, ada empat orang, dengan memakai dua sepeda motor, menghalangi di depan mobil mereka.
"Turun!" teriak salah satu orang itu.
**********
**********