Oppa Korea Suamiku

Oppa Korea Suamiku

Bab 1

Hannah dan Danira kini tengah duduk berdua dibangku taman, keduanya tengah sibuk dengan pikiran masing-masing sampai Hannah membuka percakapan.

"Nanti setelah kita berdua lulus , kamu mau berkerja apa mau lanjut kuliah, Ra?" tanya Hannah pada teman dekatnya sejak pertama kali masuk sekolah.

"Kayanya aku mau lanjut kerja aja, Han. Kamu tahu sendiri, bagimana kehidupan keluargaku. Aku ragu, kalau aku masuk kuliah apa orang tuaku akan sanggup menanggung biayanya." jawab Danira dengan suara lirih, dan tatapan sedih.

"Memangnya kamu mau kerja apa hanya dengan ijazah SMA, Danira?" tanya Hannah.

Danira mengedipkan bahunya.

"Apa saja, yang penting halal, jadi pelayan toko, atau pelayan restoran, jadi pembantu juga aku gak masalah."

Danira terlihat sangat pasrah dengan keadaannya.

Hannah meraih tangan Danira, seolah ingin menguatkan temannya itu.

"Andai aku bisa membantumu, Ra." Ucapnya pelan. Danira turut menggenggam erat tangan Hannah.

"Bukankah dari dulu kamu sudah banyak membantuku, Han. Kamu satu-satunya teman terbaikku." Danira menatap mata lekat wajah Hannah.

Hannah Aurora Lee.

Ayahnya seorang pria asal Korea.

Sedangkan Ibunya asli orang Sunda.

Teman yang selalu ada dalam suka dan duka hidupnya Danira, teman yang selalu membela Danira dari ejekkan teman-temannya sekolah

Danira Grisela, bisa satu sekolah dengan Hannah karena mendapat beasiswa.

Ayahnya hanya penjual soto keliling, sementara Ibunya hanya seorang buruh cuci dari rumah kerumah.

Danira tak terlalu berharap bisa melanjutkan pendidikannya, karena masih ada dua orang adiknya yang masih memerlukan biaya pendidikan, ia harus memikirkan masa depan adiknya Rio dan Rina.

Para murid disekolah Danira seolah tak menyukai kehadiran anak orang miskin seperti Danira turut sekolah ditempat itu.

Mereka selalu mengatakan keberadaan Danira mencemari sekolah mahal mereka.

Beruntung Danira masih bisa bertahan, karena kehadiran Hannah. Apalagi hanya ini satu-satunya kesempatan bagi Danira untuk bisa mendapat gelar lulusan SMA.

Berkat adanya Hannah yang bersedia menjadi temannya, membuat Danira merasa lebih lega menjalani hari-harinya disekolah.

Hannah memang teman dalam suka, maupun duka bagi Danira. Meski perbedaan diantara mereka sangatlah jauh.

Dari segi fisik.

Hannah bertubuh tinggi, berkulit putih, dengan mata bening kecoklatan.

Sedangkan Danira bertubuh kecil, berkulit sawo matang, dengan mata hitam pekat.

Begitu juga dengan status sosial mereka.

Hannah adalah anak orang kaya, apapun yang dia mau selalu bisa ia dapatkan.

Sementara Danira, harus bekerja lebih dulu atau membantu orang tuanya, hanya untuk memenuhi apa yang dia butuhkan

Hanya yang dia butuhkan, bukan yang dia inginkan.

Meski mereka sangat jauh berbeda, mereka bisa menjadi teman dekat dan Hannah selalu jadi orang pertama yang membela Danira saat ia di ejek oleh siswa lain di sekolah.

Rasa mereka berdua saling menyayangi, dan rasa itu tumbuh dengan sendirinya. Sampai mereka bisa berteman baik selama tiga tahun.

Mereka tetap akrab karena rasa percaya diantara mereka berdua.

***

Hannah dan Danira berjalan beriringan menuju rumah Danira. Namun, baru saja mereka sampai teras rumah sederhana Danira, mereka mendengar suara tangisan, dan makian dari dalam rumah Danira.

Dengan cepat Danira dan Hannah melangkah memasuki rumah melalui pintu depan yang terbuka lebar.

Danira dan Hannah melihat Bu Rania, ibunya Danira tengah menangis, ia mendapat teguran dari tiga orang yang berdiri di hadapannya.

Mereka adalah Pak Bram, seorang rentenir yang terkenal kejam ditempat itu, dan dua orang anak buahnya.

Mata Pak Bram menatap Danira dan Hannah dari atas sampai bawah.

Tatapan yang seakan ingin menerkam mereka berdua, bibirnya mengukir senyum yang sangat menyeramkan, dalam pandangan Danira dan Hannah.

"Kalian harus ingat, aku memberi kalian waktu satu minggu lagi. Kalau kalian masih belum melunasi hutang kalian dalam waktu satu minggu, dan tidak bisa membayar sisa hutang kalian yang 10 juta, mau tak mau kalian harus merelakan Danira untuk jadi istri kelimaku, kalau kalian tak mau menyerahkan Danira, aku akan mengambil tanah dan rumah ini!" suara Pak Bram menggema diseluruh isi rumah yang sempit itu.

Ucapan Pak Bram, seketika membuat wajah Danira dan Ibunya pucat pasi. Terdengar suara Ibu Rania yang tengah menghiba dan memohon agar Pak Bram mau menambah tengat waktu untuk melunasi hutang mereka.

Danira dengan cepat meraih tubuh Ibunya dan menggenggam tangan Ibunya dengan erat. Kedua pipi wanita itu dibanjiri air mata.

Hannah yang menyaksikan kejadian itu turut berkaca-kaca.

Pak Bram menatap Danira dari ujung kepala, sampai ujung kaki.

Seringai kembali hadir di wajahnya.

"Cantik, kamu harus ingat , satu minggu lagi kamu akan resmi menjadi istriku." Ucapnya seraya terkekeh, dan berlalu keluar dari rumah itu bersama dua orang anak buahnya.

Bu Rania meraung sejadinya setelah Pak Bram meninggalkan rumah mereka. Danira dan Hannah hanya bisa menenangkan Bu Rania.

***

Setelah pulang dari rumah Danira, Hannah mengunjungi kantor Papanya, ia tak memperdulikan asisten pribadi Papanya, yang melarang Hannah masuk, karena Papanya tengah sibuk, karena kedatangan seorang tamu.

Hannah seketika terdiam, menatap sosok wanita seksi, yang tengah duduk dikursi tepat disamping Papanya

Lengan wanita itu melingkarkan lengannya dipinggang Papanya, seolah mengatakan kalau Papanya hanya milik wanita itu.

Saat melihat Hannah masuk, wanita itu berdiri dari duduknya dan melangkah ke arah Hannah.

"Hai Hannah, kamu apa kabar? Tante ke sini cuma untuk membawakan makanan untuk Papamu. Papamu katanya belum sempat makan sejak pagi, karena masih banyak pekerjaan. Sekarang Tante harus kembali ke kantor Tante. Dah Sayang." wanita itu melambaikan tangan pada Hannah, setelah mengambil tasnya yang tergeletak di atas meja.

Wanita itu, Tante Dona kekasih Papanya Hannah yang tidak pernah ia sukai. Bibir Hannah mengerucut, dengan wajah yang ditekuk menatap ke arah Papanya, Hajun Lee.

Hajun bangkit dari duduknya, lalu melangkah menghampiri Putri satu-satunya dan mencium kedua pipi putrinya.

"Kenapa, Sayang?" tanya Hajun.

“Papa ingat kan sama janji Papa?” tanya Hannah.

"Janji yang mana, Sayang?" tanya Hajun bingung, lalu menarik lengan Hannah untuk duduk di sofa bersamanya.

"Papa janji akan mengabulkan apapun permintaanku, kalau aku berhasil mendapat peringkat lima besar saat kelulusan di sekolahku nanti?" tanya Hannah.

Hajun menganggukkan kepalanya. "Hmm... lelaki yang dipegang omongannya kan, pasti Papa akan mengabulkan apapun yang kamu mau." Jawab Hajun santai.

Hannah mengulurkan jari kelingkingnya dihadapan Hajun.

"Janji!"

Hajun mengaitkan jari kelingkingnya dikelingking Hannah.

"Janji" ucapnya seraya tertawa kecil.

Hannah mengangkat dua jarinya membentuk huruf V.

"Sumpah!" Lagi Hannah menuntut.

"Sumpah!" jawab Hajun, yang juga mengangkat dua jarinya, masih tetap tersenyum, lalu mengacak rambut putrinya gemas.

"Sebenarnya apa yang kamu mau, Sayang? Jalan keluar negri? Kuliah disana? Atau mau mobil keluaran terbaru?" Tanya Hajun.

Hannah menggeleng lirih.

"Beberapa hari lagi pengumuman kelulusan, aku akan menagih janjiku pada Papa hari itu," jawabnya penuh penuh rahasia.

Hajun tertawa kecil, lalu mencubitnya pipi Hannah gemas.

"Iya, Sayangku. Papa pasti akan mengabulkan apapun permintaanmu." Jawab Hajun meyakinkan Hannah, kalau ia akan memenuhi janjinya.

***

Hannah dan Danira duduk di kursi taman sekolah seperti biasa.

“Bagaimana keadaan Ibumu, Ra?” tanya Hannah pada Danira.

"Ibu menangis terus dari semalam Han. Ibu menyalahkan dirinya sendiri, karena hutang itu untuk membiayai operasi kanker payudara Ibu. Aku kasihan tapi apa yang bisa aku lakukan." jawab Danira lirih.

"Bapakmu...bagaimana?" tanya Hannah lagi.

"Bapak bilang... Bapak lebih rela menyerahkan tanah, dan rumah kami dari pada menyerahkan aku pada Pak Bram, Han."

"Lalu kalian akan tinggal di mana?" tanya Hannah lagi.

Danira menggelengkan kepalanya pelan.

"Entahlah," jawabnya dengan suara yang sangat lirih.

"Kamu jadi mau kerja, setelah lulus, Ra?" tanya Hannah.

Danira menganggukkan kepalanya lagi.

"Kamu mau tidak, kalau bekerja di rumahku?" Mata Hannah menatap Danira dengan penuh harap.

Danira membalas tatapan Hannah dengan tatapan bingung.

"Kerja di rumahmu?" tanya Danira dengan suara seolah dia tidak percaya dengan pendengarannya.

Mereka memang sahabat karib, tapi sampai saat ini Hannah yang selalu berkunjung ke rumah Danira, sedangkan Danira tidak pernah sekalipun berkunjung ke rumah Hannah.

Setahu Danira, Ayah Hannah bekerja di luar negeri dan hanya pulang sesekali.

Hannah tinggal bersama dengan Neneknya,

Orang tua Ibunya.

"Maksudmu, di rumah Nenekmu, Han?" tanya Danira lagi, karena Hannah diam saja tidak menjawab pertanyaannya tadi.

Hannah menggelengkan kepalanya pelan.

"Rumah Papaku. Tiga bulan lalu Papaku kembali ke sini" jawab Hannah.

"Owhh... Aku mau Han, aku mau, jadi tukang masak, tukang cuci, tukang kebun juga mau, asal jangan jadi supir, karena aku tidak bisa menyetir." Ucap Danira bersemangat, sambil terkekeh pelan.

"Bukan itu pekerjaan yang ingin Aku tawarkan

kepadamu, Ra." suara Hannah terdengar meragu.

"Lalu? Baby sitter? Papamu nikah lagi ya? Kamu punya adik?" Danira mencecar Hannah dengan banyak pertanyaan.

Hannah menggelengkan kepalanya ragu.

"Aku mohon, kamu jangan tersinggung ya, Ra. Aku ingin sekali membantumu. Aku ingin selalu bersamamu. Aku sudah putuskan menawarkan ini kepadamu. Papaku belum tahu kalau aku menawarkan hal ini kepadamu. Tapi Papaku sudah berjanji, kalau aku masuk lima besar lulusan terbaik, maka aku boleh meminta apa saja. Aku akan memintanya menuruti keinginanku ini, Ra." jelas Hannah panjang lebar pada Danira.

"Jadi pekerjaan apa yang ingin kamu berikan untukku, Han?" tanya Danira semakin penasaran.

Hannah menatap Danira dalam, Danira balas menatap mata sahabatnya itu.

"Berjanjilah kamu tidak akan marah padaku, berjanjilah, Ra!" Hannah menggenggam jemari Danira.

Danira mengangkat dua jarinya membentuk huruf V.

"Janji...cepat katakan!" Desak Danira tidak sabar lagi.

Hannah menarik nafas dalam, sebelum menjawab pertanyaan Danira.

"Pekerjaan yang ingin aku tawarkan kepadamu, Ra, bukan pekerjaan sesungguhnya, bukan hal yang biasa, karena pekerjaan ini... eehmm, hhh... kumohon, An, jadilah Mamahku, menikahlah dengan Papaku," Hannah menggenggam erat jemari Danira, matanya yang berkaca-kaca menatap mata Danira dengan penuh permohonan.

Permintaan Hannah seperti petir disiang bolong bagi Danira. Mata Danira berkedip-kedip menatap sahabatnya.

"An... Aku mohon Ra. Terdengar egois memang, karena aku memintamu menikah dengan Papaku yang sudah tua, tapi Papaku belum renta kok Ra, badannya masih tegap belum bungkuk, matanya masih awas tanpa kaca mata, wajahnya belum keriput meski sudah banyak umurnya, Ra, aku mohon Ra, mau ya....," bujuk Hannah sembari mempromosikan Papanya, di hadapan sahabatnya yang sangat ingin ia jadikan Mamahnya.

Mata Danira masih berkedip-kedip.

Ia sepertinya tengah mengalami shock akibat permintaan sahabatnya yang tidak terduga itu.

********

********

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!