Wanita Janda Istri Sang Dokter

Saras mengusap bulir air mata bahagianya. Doa - doa di setiap waktu ia panjatkan dengan tulus dan kerendahan hati. Dan sekarang doanya terkabul. Ia langsung sujud syukur memuji kebesaran sang Illahi. Usaha dan doa yang dilakukannya kini membuahkan hasil.

Pergilah mereka semua ke rumah Hendra untuk melihat Bagas.

Fahmi mengangkat Bagas yang tengah tidur di dalam mobil pak RT, sangking lelahnya ia tak sadar ketika tubuhnya sudah dipindahkan ke dalam kamar.

Mendapati keadaan Bagas saat ini membuat hati Saras sebagai ibu kandungnya begitu nelangsa. Bagaimana tidak, pakaian yang kedodoran itu membuat tubuh Bagas terlihat begitu cungkring.

Saras menghujani wajah Bagas dengan kecupan sebagai bentuk betapa rindu nya ia. Melihat Bagas begitu terlelap, Saras menyudahi kerinduannya lalu menyelimuti tubuhnya. Saras ikut nimbrung bersama bapak - bapak di luar.

Ia mengucapkan banyak terimakasih karena telah mengantar Bagas pulang.

"Bagaimana bisa Bagas nyasar sampai ke desa, Pak RT ?" Saras mengorek informasi.

"Aku juga tidak menyangka waktu itu. Bagas bercerita kalau ia ditemukan oleh seorang sopir truk dan dibawa pulang. Katanya lagi, ada pemuda yang tidak lain adalah anak sopir tersebut yang mengajak Bagas pergi ke rumah sakit. Katanya Bagas rindu bundanya yang sedang sakit. Pemuda itu membohongi Bagas dan membawanya sampai ke desa. Di sana ia akan dijual untuk diambil organ dalamnya. Seperti itulah ceritanya." papar pak RT panjang lebar.

Berbagai ekspresi yang Saras tunjukkan, seperti sedih, iba dan takut. Beruntungnya sang Koliq masih menyayangi nyawa Bagas dan menyelamatkan ia dari predator anak.

"Maafkan atas kelalaian saya selaku orang tua yang kurang memberikan pengawasan. Dengan kejadian yang dialami Bagas, kedepannya tidak akan terjadi lagi. Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya."

"Pak Fahmi orang baik pasti juga akan mendapatkan kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa. Kalau begitu saya pamit pulang." ujar Pak RT.

"Ini sudah malam, kenapa tidak bermalam saja di sini." tawar pak Hendra.

"Tidak. Terima kasih. Kami tidak ingin merepotkan Anda." tolak pak RT yang segera bangkit diikuti pak Farid.

Fahmi merogoh dompetnya dan memberikan beberapa uang saku pada pak RT sebagai bentuk rasa terima kasihnya. Namun, pak RT menolak dan terus menolak meski Fahmi maupun Saras memaksanya.

"Hati - hati di jalan." pesan Fahmi.

Kemudian dua orang tamu itu segera pulang.

Hendra akan memperketat penjagaan agar kejadian ini tidak akan terulang kembali. Pria paruh baya itu merasa malu akan kelakuan istrinya. Dan secara langsung ia meminta maaf pada Saras.

"Saras, maafkan aku sebagai seorang suami yang telah gagal mendidih istrinya hingga sang istri melakukan perbuatan yang sangat tidak manusiawi. Mewakili Amira, aku sungguh menyesal dan minta maaf." Hendra mengatupkan kedua telapak tangannya dan hendak berlutut di depan Saras.

Dengan pelan ia menuntun sang mertua agar berdiri kembali. "Untuk apa ayah bicara seperti itu, ini sudah terjadi karena kehendak takdir. Aku sudah ikhlas menerima takdir ku yang seperti ini. Meski sangat sakit, tapi mau bagaimana lagi. Anak, harta adalah titipan jika sang pencipta memintanya aku harus apa kalau bukan ikhlas yang aku jalani."

Hendra terharu dengan kebaikan Saras yang tidak menuntut lebih dalam kasus yang ia alami. Bahkan Amira sudah ia maafkan meski Amira secara langsung tidak meminta maaf padanya.

Fahmi menggiring Saras untuk segera tidur. "Ini sudah malam. Sebaiknya Mbak Saras kembali tidur."

"Ah, iya. Aku juga tidak sabar ingin memeluk Bagas."

"Lalu, bagianku kapan?" celetuk Fahmi dengan begitu malu saat mengatakannya.

Saras sontak mendelik sebagai reaksi begitu malu juga dirinya.

Di tempat lain.

Riko baru saja memarkir motornya.

"Riko, dimana anak itu !" teriak Suryo dengan penuh amarah. Pria itu sudah lelah mencari Bagas.

Surti ikut memarahi putra semata wayangnya itu. " Kamu bawa kemana Bagas, dan sekarang dia di mana?"

Riko jengah mendengar orang tuanya yang mempertanyakan Bagas. "Dia kabur."

Suryo dan Surti tercengang bersamaan, "Hah, kabur?"

"Kabur bagaimana maksud kamu ?" tekan Suryo.

"Ya kabur, dia menghilang saat aku memarkir motor." elak Riko tak mau rahasianya terbongkar.

Surti yang terlanjur menyayangi Bagas langsung menangis sedih.

"Sudah Buk, kita doakan saja Bagas bisa bertemu kembali dengan keluarganya." hibur Suryo.

Riko memasuki kamarnya kemudian menutup pintu rapat. "Kurang ajar, aku kehilangan duit 100 juta," garamnya tidak bisa menyimpan emosi.

Karena Bagas sudah kembali, keesokan harinya Fahmi akan mencabut kasusnya tentang daftar pencarian orang hilang.

......................

Joni sudah meninggalkan kota Jakarta, ia akan menyewa rumah baru dan mencari tempat melangsungkan hidupnya sebagai seorang penjudi.

Karena lelah setelah menempuh perjalanan yang teramat panjang. Joni mengistirahatkan tubuhnya. Dalam diam ia teringat bagaimana ia memasukkan barang miliknya ke milik Rika. Hal yang begitu lama tidak ia rasakan. Membuat ia seolah berada dalam kenikmatan dunia surga. Enak, hangat dan ngangenin. Ia teringat juga dengan Jono suaminya Rika yang sedang apes di penjara, tidak secerdik ia yang bisa kabur dari penjara. Meski statusnya ia adalah buron itu tidak masalah baginya. Asal ia hati - hati tidak tertangkap polisi, selama itu pula ia akan aman.

Joni melihat uang yang begitu banyak. Sebagian uang itu akan ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan separuh lagi ia akan gunakan untuk mengadu nasib di meja judi.

Keesokan paginya.

Bagas terbangun dan menatap langit - langit kamar. Ia ingat sedang tidur ketika perjalanan pulang. Ia hapal betul berada di mana sekarang. "Bunda !" panggilnya segera bangkit.

"Mungkinkah Bundaku masih sakit ?" gumamnya dan segera beranjak dari kasur.

Ia membuka pintu kamar untuk mengecek keadaan rumah.

"Bagas , kamu sudah bangun!" sapa Hendra yang baru saja keluar kamar."

"Kakek, aku pulang ?"

"Iya, semalam pak RT dan temannya mengantar kamu. Mereka sudah menceritakan semuanya."

Bagas memindai bola matanya begitu melihat Saras berjalan ke arahnya. "Bunda !" pekik Bagas sangking senangnya.

"Bagas !" mereka berdua saling berpelukan.

"Bagas, sebentar lagi waktu makan pagi akan tiba. Sebaiknya, kamu mandi dan berganti pakaian."

"Baik, Bunda." Bagas mengurai pelukannya dan kembali ke kamar.

Fahmi datang lansung bergabung di ruang makan.

Hendra menyambut Fahmi dengan pertanyaan. "Bagaimana keadaan Sesil sekarang?"

Semenjak kejadian itu, Fahmi belum ingin bertemu dengan istri muda.

"Aku tidak tahu, Pa." sahutnya.

"Jenguk dia ! Bagaimanapun juga ia masih istrimu dan tanggung jawabmu."

"Baik. Pa." sahutnya singkat dan begitu irit.

Hendra mengamati keadaan Fahmi yang tidak begitu bersemangat.

"Ada apa denganmu?" selidik Hendra sambil menyeruput kopi hitamnya.

"Aku ingin berpisah saja dengan Sesil." tukas Fahmi.

"Hah, berpisah ?