NovelToon NovelToon
Where Are You?

Where Are You?

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Persahabatan / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Agnettasybilla

Kalea Ludovica—murid paling keras kepala seantro SMA Bintang dan salah satu murid yang masuk dalam daftar jajaran murid paling disegani disekolah. Masa lalunya yang buruk karena sering dikucilkan keluarga sampai kematian sang adik membuatnya diusir dari rumah ketika masih berusia tujuh tahun.
Tuduhan yang ia terima membuat dirinya begitu sangat dibenci ibunya sendiri. Hingga suatu ketika, seseorang yang menjadi pemimpin sebuah geng terkenal di sekolahnya mendadak menyatakan perasaan padanya, namun tidak berlangsung lama ia justru kembali dikecewakan.

Pahitnya hidup dan selalu bertarung dengan sebuah rasa sakit membuat sebuah dendam tumbuh dalam hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnettasybilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 35

Zion yang tidak berpikiran jauh kalau perkataan yang ia lontarkan akan membuat Kalea semarah ini. Kalea mendadak tidak pulang kerumah, hal itu membuat Zion berdecak kesal dan mulai uring-uringan. Walau ia tau keberadaannya tapi tidak mudah membujuk Kalea untuk kembali dalam keadaan marah padanya.

"Zion bilang apa sih sama lo sampai dia minta maaf kayak tadi?" tanya Letta fokus menyetir. Letta duduk bersama Kalea di depan sementara Ana tertidur di jok belakang.

"Dia marah sama gue. Dia juga bilang harusnya gue bersyukur punya keluarga seperti mereka. Main bawa-bawa masa lalu gue lagi. Mau dimaki juga gue gak masalah Let, tapi kalau masalah keluarga gini gue gak bakalan maafin. Iya gue tahu Zion bukan kakak kandung gue, dia orang kaya dan gue cuman anak perempuan yang diusir keluarga sendiri dan dipungut dari jalan," jelas Kalea membuat Letta menarik napas dalam. Bagaimana pun masalah seperti ini harus secepatnya selesai.

"Dari dulu juga Zion memang kayak gitu Ra, kalau ngomong emang suka ceplos, tapi gue gak tau kalau sama keluarga atau teman dekatnya. Kakak lo juga terkenal karna omongan pedasnya, gak peduli dengan perasaan orang lain."

"Iya itu lah yang jadi masalahnya. Syukur cuman omongan doang, gak main tangan gitu.. Tapi omongan juga buat hati gue sakit bangat..."

"Eh, by the way habis ini lo mau ikut kita ke mall atau di rumah gue ajah?" tanya Letta menoleh sekilas pada Kalea.

Tadi memang Kalea meminta ia ingin menginap di rumah Letta dan sekarang gadis itu sedang menanyakan hal yang sama—ingin memastikan saja.

"Rumah lo ajah..."

Sementara Kalea turun dari mobil, Letta membangunkan putri tidur dari alam mimpinya.

"Cepat bangat nyampe nya..." ucap Ana sambil mengucek matanya. Mulutnya terbuka lebar dan lengannya ia regangkan. Ia turun dan berjalan gontai mengikuti langkah Kalea.

"Sejak kapan rumah lo sebagus ini?" tanya Kalea. "Bokap lo kaya melintir ya," lanjutnya membuat Letta berdecih.

"Bokap lo lebih kaya melintir Lea, perusahaan bokap lo dimana-dimana. Lagian rumah gue masih sama, sama kayak lo datang terakhir kalinya kesini sebelum akhirnya pindah rumah," kata Letta.

Saking sibuknya mengobrol keduanya tidak tahu kalau Ana kembali membaringkan tubuhnya di kursi dekat taman depan rumah Letta.

"Anjir! ngapain lo tidur disana, jangan buat gue malu, An," ujar Letta berjalan kemudian menarik tangan gadis itu untuk bangkit berdiri.

Anjing Pudel dan Pomerania peliharaan Letta mengaum kecil dibawah kakinya membuat Letta berjongkok lalu mengendong Bao. Panggilan yang Letta berikan pada anjing Pudel miliknya.

Kalea menggendongnya sebentar lalu memberinya pada maid yang bertugas menjaga anjing peliharaan keluarga Letta. Pintu menjulang tinggi didepan mereka terbuka lebar.

"Halo Tan..." sapa Kalea mencium punggung tangan Mamanya Letta.

"Kalea kan? Ayo masuk Sayang. Udah lama Tante ngga lihat kamu," ujar wanita itu membuat Kalea melangkah masuk.

"Ma, Letta mau ngomong sesuatu..."

Perbincangan mereka tidak terlalu menarik perhatian Kalea, gadis itu justru sibuk mengamati puluhan foto keluarga Letta yang terpampang di tembok rumah. Ana duduk di sofa seraya melahap kue kering diatas meja. Begitu santai.

"Kalea, lo sama mama gue dulu ya, gue sama Letta mau belanja sebentar, gak papakan?" Kalea mengangguk dan berjalan lebih dekat pada mamanya Letta.

"Sementara mereka pergi kamu sama Tante dirumah ya," kata Mira meraih pergelangan Kalea.

Kedatangan Kalea pertama kalinya setelah bertahun-tahun tidak berkunjung membuat Mira begitu memanjakannya. Lihat saja gadis yang duduk bersilang kaki didepan layar televisi sana, ia sesekali tertawa menonton kartun kesukaannya.

"Mau kue buatan Tante, gak?" Kalea memutar badannya menatap wanita yang mengenakan celemek di meja dapur diujung sana. Mira mengangkat cetakan kuenya kearah Kalea.

"Mau tante.." sahut Kalea bergegas menuju dapur. Kalea berdiri dan berjalan ke dapur.

"Boleh Lea cicipin, Tan?" tanyanya ketika menatap brownies itu. Wanita itu mengangguk lalu memotong brownies secara perlahan kemudian menaruh empat potong diatas piring yang gadis itu pegang.

"Jangan sungkan untuk makan dirumah Tante, ya. Anggap rumah kamu sendiri juga."

"Iya Tan."

Sepulangnya Letta dan Ana berbelanja, mereka syok begitu melihat kekacauan yang Kalea perbuat diruang keluarga.

Nyaris sofa dan meja penuh dengan makanan kering dan beberapa snack bekas kelakuan Kalea beberapa jam lalu setelah ditinggal Mira untuk membersihkan diri.

"Kalea? Semua ini—" panggil Letta membuat gadis itu menoleh cepat. Wajah cantik itu kini belepotan bekas kue. Entah apa Kalea pikirkan sampai kelakuannya seperti anak kecil dibawah lima tahun. Berbeda dengan Ana, perempuan tersebut tertawa sambil meletakkan barang belanjaan mereka di atas meja.

"Iya ampun, enak bangat ya tinggal dirumah sahabat sendiri," ujarnya.

"Iyalah. Tante Mira tadi bilang anggap rumah sendiri," jawab Kalea polos membuat Letta terduduk dengan pandangan tidak percaya menatap wajah berbinar Kalea.

"Sana, bersihin mulut lo dulu kotor bangat astaga. Bukan anak kecil lagi Lea..." Letta memijit pelipisnya walau tidak sakit sama sekali.

"Mama!!" tiba-tiba gadis itu teriak membuat Kalea terkejut.

"Kenapa Sayang?" tanya Mamanya memasukkan ponsel dan dompet kecilnya kedalam tasnya.

"Baru ditinggal dua jam Kalea udah berantakan gini ma. Ke apa mama kasih izin sih, liat itu... Kalea pantang kalau sama makanan..." ucapnya menoleh pada Kalea yang memasang wajah tak bersalah. Gadis itu duduk bersilang menatap Letta dan Mamanya bergantian.

"Mama tadi lagi buat cake dan kue kering. Mama gak kepikiran kalau Lea suka jadi mama buatin lagi deh. Kamu tahu sayang, Lea benar-benar sahabat kamu yang suka makan, mama jadi senang.." ucap Mira membuat Letta menepuk jidat sementara Ana hanya tertawa di dapur seraya menyusun sayuran yang mereka beli tadi.

"Iya Ma Letta tau tapi mama lihat-lihat juga dong. Lihat..." ucapnya seraya menatap ruang tamu tampak berantakan. "Semuanya berantakan!"

"Uda sayang gak papa. Rumah kita juga udah gak pernah berantakan begini. Bilang Mbo Nira buat bersihin, mama buru-buru. Kalian baik-baik dirumah ya, see you," ucap Mira berlalu dari hadapan mereka.

***

Sementara di kediaman Wijaya, waktu begitu cepat berlalu dan sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Audrey tampak cemas karena sampai sekarang Lea belum pulang. Sialnya lagi setelah dihubungi ternyata ponselnya tertinggal dalam kamar.

Ia berjalan mondar-mandir sembari menunggu kepulangan Bagas, suaminya. Tiga jam lalu Zion pulang tanpa menyapanya membuat Audrey menarik kesimpulan kalau anak-anaknya kembali bertengkar.

"Pa... Kalea belum pulang sampai sekarang. Mama udah coba telepon tapi ponselnya tertinggal di kamar. Kita harus cari Lea, mama khawatir."

"Memangnya Zion dimana? Papa sudah tugaskan dia untuk menjaga Lea."

"Zion sepulang sekolah mengurung diri dikamar. Mama udah coba ketuk kamarnya berulang kali, tapi sama sekali Zion gak buka pintu. Mama khawatir pasti mereka berantam lagi."

Bagas yang masih mengenakan kemeja kantor berwarna hitam tersebut melangkah cepat menaiki anak tangga. Perlahan Bagas mengedor pintu dengan pelan kemudian dengan keras sesaat tidak ada respon sama sekali.

"Buka pintunya, Zion! jangan buat Papa menghukummu lagi!"

Berbeda di dalam kamar, Zion terduduk dipojok kamar kemudian perlahan mengangkat kepalanya menatap pintu bercat puti di sana. Gedoran di pintu semakin keras dan mau tidak mau dengan malas. Zion berdiri tanpa ada semangat terlihat dari wajahnya. Ketika pintu terbuka lebar ia mendapati papanya memakai dengan sorot mata menajam memandangnya.

"Kenapa sih Pa? Zion lagi--"

Sebelum menyelesaikan pertanyaannya Bagas spontan menampar Zion dan membuat Audrey ternganga melihatnya. Wanita itu mematung di ambang pintu.

"Apa yang papa lakukan? Kenapa Papa nampar Zion?" kata Audrey memeluk putranya, namun bukan Bagas namanya jika tidak bisa membuat putranya itu berbicara jujur.

"Jangan pernah membelanya. Dia ini kalau tidak kena libas tidak akan pernah jera!"

"Lihat Papa! Apa yang sudah kau lakukan pada adikmu hah? Apa kau tidak punya mata untuk melihat jam berapa sekarang dan adikmu belum pulang dan kamu malah enak-enakan dikamar? Kalau sampai Lea kenapa-napa apa kau bisa tanggungjawab?" Zion menutup rapat bibirnya. Ia diam di sofa dengan kepala tertunduk.

"Kalea ngga akan pulang lagi, Pa. Zion udah lakuin kesalahan besar, Zion minta maaf..." ujarnya lalu merangkak memegang tangan papanya. Tangis yang ia tahan sejak sore pecah membuat Bagas menarik napas sambil menengadah menatap langit-langit kamar putranya.

"Apa maksudmu? kenapa Kalea tidak pulang lagi kerumah?"

Zion menarik napas dalam, mencoba menjelaskan masalah yang ia perbuat sampai adiknya tidak ingin pulang ke rumah. Mendegar penjelasan Zion secara detail, Bagas refleks memintanya berdiri tegap dihadapannya.

"Dengarkan Papa. Kalea sejak kecil tidak pernah merasakan yang namanya bahagia, kamu tau itu kan. Papa sama mama udah berjuang keras untuk membahagiakannya supaya adik kamu Lea tidak pernah mengingat bagaimana kejamnya keluarganya dulu padanya. Keluarga kandungnya tega mengusirnya dan sekarang kamu justru menggali lubang yang sama. Kalea tidak mudah memaafkan orang yang sudah menyakitinya, siap atau tidak adikmu akan menjaga jarak darimu."

"Papa nya saja bisa ia benci, apalagi kamu dan kita Zion yang hanya orang asing yang membawanya sayang ke rumah ini."

"Bantu Zion Pa. Zion enar-benar gak mau kalau itu sampai terjadi. Zion sejak kecil ingin punya adik perempuan, aku sama sekali tidak menginginkan hal yang sama terjadi sama Lea. Apapun yang terjadi kedepannya Zion akan siap jagain adek dan jaga sikap juga. Bantu Zion Pa..."

"Itu yang Papa inginkan darimu. Di luar sana banyak orang yang ingin menyakiti adikmu dan Papa tidak ingin adikmu terluka kembali. Sekarang kita jemput adikmu," ucapnya menepuk pundak Zion kemudian berjalan keluar dari kamar.

***

"Sebelumnya kami minta maaf karena sudah membuat keluarga kalian mengurus putri kami seharian penuh," kata Bagas yang duduk di sebelah Kalea.

Malam di jam tujuh tepat, Kalea terkejut saat melihat papanya berada di rumah Letta sama seperti Letta yang duduk di sebelah mamanya menatap raut wajah orangtua Kalea dengan lekat.

"Tidak masalah. Kami juga merasa senang dengan keberadaan putrimu dirumah kami. Putrimu sangat suka makan," bisik Damar membuat Bagas mengalihkan perhatiannya pada Kalea yang tampak tersenyum manis padanya.

"Baiklah. Kalau begitu kami pamit dulu. Makasih banyak ya Nak Letta, ujar Bagas pada keluarga itu terutama Letta.

"Pak Bakti, Bu Mira kita izin pamit dan terimakasih buat kebaikan hati kalian sudah merawat putri kami satu hari ini," kata Audrey menunduk.

Setibanya dirumah, Zion langsung saja menarik pergelangan tangan Kalea di hadapan papa dan mama mereka.

"Kakak minta maaf..." ucapnya pelan. Zion memeluk erat tubuh Kalea.

"Maaf?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!