Kehidupan yang kualami semenjak kecelakaan itu sungguh berat. Aku mesti sendirian menghadapi hidup. Hingga harta kekayaanku habis. Semua kulakukan untuk penyembuhan, pengobatan, dan lain sebagainya demi keseharianku yang sudah enggan di lakukan. Bahkan orang mengira kalau aku kena depresi. Sehingga tak bahagia. Dan yang kulakukan hanya merenung. namun hari hari ke depan mesti di lalui dengan semangat dan keceriaan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 3112, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 35
U….
Aku kebingungan. Mencoba mencari si Josephine di rumah gedungnya itu. Rumah di atas tanah milikku dulu. Yang memang sangat luas. Cukup untuk beberapa bangunan. Karena dahulu memang masih lumayan murah. Beda dengan sekarang. Kalau di belikan rumah di perumahan luar kota misalnya, bakalan bisa beberapa petak. Hanya untuk lokasi di bagian itu saja.
U…
Di cari kemana-mana tak ada. Di depan. Pada pintu ruang tamu. Tak kelihatan. Pintu di kunci. Juga pada bagian belakang. Tidak Nampak. Makanya mesti berputar kemana-mana. Kadangkala mencari anak itu demikian sulit. Macam hantu saja, kalau tak di butuhkan orangnya Nampak, tapi kalau sedang di perlukan begini, batang hidungnya entah di mana. Itulah makanya tak perlu membutuhkan anak seperti itu. Tapi bagaimana lagi. Namanya perlu, maka mesti di cari sedemikian rupa, sehingga bisa di temukan dengan baik dan benar.
Mesti mencari kamarnya kali. Mana tak paham di mana ruangan itu.
U…
Nampak dia tengah tidur dengan nyenyak nya di suatu kasur empuk yang begitu bersih.
Aku menggedor gedor pintu jendela itu. Berharap dia mendengar. lAlu bangkit.
“Hah…”
Dia membuka pintu jendela.
“Apa…”
“Ayo…”
Aku mencoba membangunkannya.
Dia tergopoh gopoh bangun. Membuka pintu rumah. Dn sudah kutunggu di pintu tersebut. Lalu aku seret dia ke rumah.
“Ya elah. Cuma suruh masak.“
Aku mengangguk. soalnya tak bisa aku memasak demikian. Sudah beli di pasar, sayang kalau tak di masak. Apalagi di biarkan sampai mengeram. Bukannya dagingnya saying. Namun kalau di masak sendiri takutnya nggak enak. Jadi hanya akan di buang secara percuma. Dengan ada yang memasak yang baik dan benar, niscaya semua itu bisa dimanfaatkan. Termasuk kuahnya nanti sangat nikmat. Bisa di makan orang ompong sekalipun. Apalagi kalau sampai dagingnya empuk. Niscaya akan semakin mudah dan nikmat dalam memakannya. Maklumlah sekarang lumayan mudah jika ingin beli ayam. Tinggal menunggu orang pergi ke pasar, lalu di cegat di jalan, maka sudah bisa mendapatkannya. Karena di kampung demikian mudah memelihara ayam. Tinggal di lepas, lalu kalau balik di kasih makan yang merupakan nasi sisa kemarin juga jadi. Tinggal menunggu si ayam siap potong. Maka sudah bisa laku di pasaran. Atau kalau lagi malas menunggu orang lewat, tinggal pergi ke pasar, pasti ada yang menjual. Yang biasanya lokasinya ada di pojok pasar paling belakang. Karena lokasi yang di butuhkan memang tak perlu luas. Tapi cukup beberapa petak saja cukup. Apalagi kalau sendiri. Maklum di pasar butuh banyak orang. Supaya semakin ramai saja dalam berjual beli. Termasuk Binatang kaki empat di pojokan tempat tersebut. Selain memang di tempatkan di lokasi demikian, juga bau kotorannya tak sampai mengganggu di lokasi kain atau makanan yang butuh kebersihan. Terutama kain, karena jika kotor tidak laku. Kalau makanan di belakang juga banyak. Yang memasak juga hasil dari jual beli di sudut pasar itu. Jadi kalau lapar para penjual akan langsung makan di tempat begitu, yang bentukannya seperti kantin sekolah, yang tentunya bukan di sekolah favorit di mana Mehdi juga sudah ada.
“Kau yang memotong?“
Aku mengangguk lagi. Tadi memang ku potong sendiri. Dengan jalan menggorok lehernya dengan memegangi sayap dan kakinya. Dimana sayap di injak. Lalu kaki kita pegang. Dan kepala kita gorok.
Darah belepotan begitu.
