Hamdan seorang siswa SMA kelas dua. Sedari kecil sudah tinggal di Panti sehingga dia tidak pernah tahu akan keberadaan orang tuanya.
Hamdan sangat suka silat tapi dia tidak punya bakat.
Setiap kali latihan, dia hanya jadi bahan ledekan teman-temannya serta omelin Kakak pelatihnya.
Suatu hari Hamdan dijebak oleh Dewi, gadis pujaan hatinya sehingga nyawanya hampir melayang.
Tak disangka ternyata hal itu menjadi asbab berubahnya takdir Hamdan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakit Hati Karena Dimanfaatkan
Tapi sejak terjadinya perubahan pada mentalnya, Hamdan menjadi lebih siap.
Oleh karena itu tanpa disuruh pun dia memang sudah bertekad untuk berusaha menjalankan segala perintah-Nya selagi itu masih di dalam batas kemampuannya.
"Sekarang coba kamu lakukan pernafasan. Ini bukan pernafasan perut juga bukan pernafasan dada."
"Ini adalah pernafasan di antara dada dan perut."
"Sekarang coba kamu lakukan, cucuku."
Saat Hamdan melakukan latihan pernafasan di alam mimpi, tubuhnya yang sedang tertidur nyenyak kembali mengeluarkan cahaya.
Kali ini cahayanya lebih inten dan lebih tebal.
Selain itu juga, cahaya tersebut tidak menyelubungi seluruh tubuhnya melainkan cahaya tersebut terpecah menjadi tiga bagian.
Cahaya pertama langsung menuju kaki kanan Hamdan dan masuk ke dalam kakinya di area tulang yang patah.
Sedangkan cahaya kedua dan ketiga langsung tenggelam ke dalam tangan kanan-kiri Hamdan.
Lalu cahaya tersebut mulai menyatukan tulang Hamdan yang patah.
Sungguh ajaib!
Dalam waktu singkat, semua tulang Hamdan yang patah sudah tertaut seperti semula.
Hamdan belum menyadari akan hal tersebut. Dia masih tertidur nyenyak.
Sedangkan di alam mimpi, Hamdan dengan penuh konsentrasi mencoba mempraktekkan metode pernafasan itu.
Kelihatannya sederhana, tapi mempunyai makna yang luar biasa sehingga Hamdan tidak bisa langsung mencernanya bahkan dia sempat terpedaya dengan kesederhanaan metode pernafasan tersebut.
"Ingat cucuku! Semakin sederhana suatu gerakan atau tindakan, maka akan semakin dalam maknanya."
"Oleh karena itu jangan engkau menyepelekan sesuatu."
"Hari ini latihannya cukup sampai di sini, cucuku. Kamu boleh pulang dan istirahat."
"Besok kamu bisa datang lagi ke sini pada saat matahari naik sepenggalah."
"Baik lah, Tuk. Cucu mengerti. Terima kasih atas bimbingannya."
begitu Hamdan selesai mengucapkan kata-kata itu, tubuhnya langsung tersedot dan menghilang dari pandangan Harimau Putih tersebut.
Di gudang lantai dua yang menjadi tempat tinggalnya, Hamdan tiba-tiba terbangun.
Dia mengucek-ngucek matanya dan melihat jam di dinding.
Sudah jam empat dini hari!
Setelah membersihkan diri di kamar mandi dan sholat sunah malam, Hamdan punya keinginan yang kuat untuk sholat subuh di masjid, oleh karena itu dia langsung bersiap-siap untuk pergi.
Hingga kini, Hamdan belum menyadari keanehan yang terjadi pada dirinya.
Pada hal semalam tulang lengan dan kaki kanannya patah sehingga bergerak pun sulit.
Hari ini dia sudah melakukan berbagai gerakan tapi dia sedikit pun belum menyadarinya.
Saat sarapan pagi, Hamdan memasak mie rebus lagi, karena hanya itu lah yang ada.
Kue dan roti memang banyak dibelikan oleh Fitri semalam, tapi Hamdan tidak terbiasa sarapan dengan makanan seperti itu.
Gara-gara ingin memberikan hadiah kepada orang yang dia cintai, Hamdan telah berbuat sangat bod*h.
Dia membelanjakan semua uangnya untuk membeli kado terindah untuk si buah hati.
Untung saja Hamdan masih bisa selamat. Jika tidak, dia akan mati konyol dengan penuh penyesalan.
'Jika mencintai seseorang membuat akal pikiran tidak berjalan sebagai mana mestinya, maka wajar saja di dunia ini orang memilih mat* demi orang yang dicintainya.' Gumam Hamdan sembari mengusap-usap kepalanya.
Saat itulah Hamdan menyadari sesuatu, "Eh, tanganku! Tanganku sudah bisa aku gerakkan?!"
"Kakiku juga telah sembuh?!" Hamdan baru teringat jika sejak bangun tidur hingga sekarang ini dia memang mulai menggunakan tangan dan kakinya dengan normal, hanya saja waktu itu dia belum menyadarinya.
Akhirnya dia mengucapkan syukur kepada Yang Maha Kuasa atas kesembuhan yang telah diberikan.
Hamdan sangat bersukacita. digenggam-genggam tangannya, digerak-gerakkan pula kaki kanannya.
Ternyata ini bukan mimpi, tulangnya sembuh dengan sangat ajaib.
'Eh mimpi itu!'
Hamdan langsung teringat pada mimpi aneh yang ia alami tadi malam.
Dia telah bermimpi bertemu dengan seekor Harimau Putih yang sangat besar.
'Harimau Putih itu mengatakan bahwa aku ini adalah keturunannya.'
'Tapi mana mungkin aku mempunyai leluhur seekor Harimau Putih ya?'
'Atau jangan-jangan Harimau Putih itu hanya penjelmaan Datuk saja?'
Lama Hamdan termenung, 'tapi, ah sudahlah. Itu tak penting. Ada hal lain yang lebih penting.
'Tak perlu dipikirkan dengan serius. Setelah selesai sarapan nanti, aku akan mencoba untuk mempraktekkan metode pernapasan yang telah diajarkan oleh Datuk.'
'Jika memang mimpi itu benar, maka nanti malam aku akan bertemu kembali dengan Datuk.'
'Alangkah malunya jika saat bertemu nanti, aku belum mahir dalam mempraktekkan metode pernapasan itu.'
Hamdan mengangguk-anggukkan kepalanya lalu sarapan dengan lahap.
...****************...
Dalam pada itu di ruangan Rumah Sakit, Tanto masih dirawat dengan intensif.
Ternyata tulang dadanya melesak ke dalam sehingga membahayakan kehidupannya.
Jika pun bisa sembuh maka dia harus melupakan minatnya dalam seni olahraga silat atau kegiatan yang menguras tenaga lainnya.
Karena cederanya ini tidak memungkinkan lagi bagi Tanto untuk melakukan gerakan-gerakan yang sifatnya keras dan memerlukan banyak tenaga.
Tanto hanya bisa menggertakkan giginya. Dia mengepal tangannya dengan keras.
Dia harus membayar mahal hanya demi untuk menyingkirkan Hamdan. Hal ini tentu saja di luar prediksinya.
Walaupun Hamdan akhirnya binasa, tetapi Tanto juga mengalami cedera yang sangat parah. (Tak ada yang tahu bahwa Hamdan selamat kecuali Fitri).
Dalam situasi seperti ini, maka yang mendapatkan keuntungan tanpa memiliki resiko apapun hanyalah Dewi.
Sejak kejadian hari itu, Tanto tidak pernah bertemu Dewi lagi.
Tanto yakin, Dewi pasti sudah mendapat kabar tentang dirinya yang masih dirawat di Rumah Sakit.
Sebagai partner, seharusnya Dewi datang menjenguknya untuk sekedar melihat kondisinya tapi kenyataan berkata lain. Dewi tak pernah muncul lagi.
Tanto hanya bisa memaki dalam hati karena dia kini menyadari bahwasanya, Dewi telah memanfaatkannya dengan sengaja memancing dendamnya terhadap Hamdan.
'Awas kamu wanita yang licik! Aku tidak akan melepaskanmu dengan mudah.' Geram Tanto.
Tiba-tiba Papanya masuk ke ruangan dengan tergesa-gesa.
"Tanto cepat katakan! Siapa yang telah mencelakakan kamu?!"
"Papa akan membalas kepada orang tersebut dua kali lipat." Dia mengepalkan tinjunya.
Ini bukan lah kali pertama dia bertanya kepada anaknya tapi tak pernah Tanto jawab.
Memang pada awalnya Tanto tidak ingin menceritakan apa yang telah terjadi.
Karena bagaimanapun juga tindakannya adalah salah, yaitu ingin melenyapkan nyawa seseorang.
Ini merupakan tindak kejahatan dan hukumannya terlalu besar yang harus Tanto tanggung.
Tapi kondisinya saat ini berbeda.
Papanya bertanya di saat Tanto sedang marah kepada Dewi yang telah memanfaatkannya untuk membinasakan Hamdan.
Oleh karena itu tanpa pikir panjang Tanto langsung berkata kepada papanya.
"Dewi yang telah menyakitiku, Pa. Dia mengupah beberapa orang untuk mengeroyokku sehingga aku cedera seperti ini."
"Tapi Papa perlu hati-hati! Soalnya Dewi adalah orang yang licik dan dia pasti punya alibi sehingga jika Papa ingin menekannya, bukan perkara yang mudah."