"Dalam Tasbihku, ku langitkan doa atas namamu, meski aku tidak tahu apakah doaku yang akan pulang sebagai pemenangnya." ~ Hawaa
Hubungan persaudaraan tak sedarah yang sudah terjalin ternyata menumbuhkan cinta diantara Adam dan Hawaa, tapi semua itu harus terhalang, saat Adam memilih menganggap Hawaa hanya sebatas saudara.
Hawaa yang telah kecewa, kembali dibuat terluka saat Adam datang mengenalkan kekasihnya, Anissa yang ingin Adam ajak serius.
"Saat kamu melangitkan doa dengan nama orang lain, kamu harus siap menerima jawaban, dari doa itu." ~ Adam
Inikah jawaban, dari Doa yang Hawaa langitkan, ataukah ada jawaban lain yang belum kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Lima
Haikal menarik napas dalam sebelum memulai berbicara. Dia berusaha untuk tidak berkata sesuatu yang menyakiti hati sang anak.
"Kalau mau jujur, Abi masih kecewa, Nak. Bukan marah. Tidak ada seorang ayah yang bisa marah dengan putrinya. Orang lain saja memarahi kamu, Abi bisa saja membunuhnya," ucap Haikal.
Adam dan Bunda Syifa memilih duduk di sofa, membiarkan kedua ayah dan anak itu bicara dari hati. Jika memang mereka diajak bicara, barulah mendekat.
"Abi minta maaf, karena kemarin menyakiti kamu. Apa kamu tau perasaan Abi setelah itu? Abi ingin rasanya memukul diri ini karena telah menyakiti putri tercinta. Abi merasa menjadi penjahat. Abi merasa telah gagal menjadi pelindung kamu, Nak!" ucap Haikal.
Haikal kembali menghentikan ucapannya. Dia mencoba menghapus air mata yang mengalir membasahi pipi. Begitu juga dengan Hawaa, dia tidak bisa menahan air matanya.
"Maafkan aku, Abi!" ucap Hawaa di sela tangisnya.
"Sebelum kamu minta maaf, Abi telah memaafkan kamu. Kamu putri Abi satu-satunya. Apa pun akan Abi lakukan demi kebahagiaan kamu. Jika kemarin Abi marah, itu karena Abi sangat kecewa dan tak menyangka dengan apa yang terjadi. Kamu dan Adam, anak Abi. Kebanggan Abi. Begitu terkejutnya saat mengetahui kalian memiliki perasaan lebih dari sekedar saudara!" ucap Abi Haikal selanjutnya.
Adam yang namanya di sebut, tak mau juga ikut campur. Apa lagi Bunda Syifa telah memintanya agar diam. Apa pun yang Haikal katakan, dengarkan saja.
"Apa Abi boleh bertanya satu hal denganmu?" tanya Haikal.
"Tentu saja boleh, Abi," jawab Hawaa.
Abi Haikal tampak menarik napas lagi. Dia terlihat sangat sulit untuk mengungkapkan kata yang tepat.
Tidak mudah baginya untuk mengatakan isi hati, apa lagi dia tahu sang putri sedang mengisap tumor otak. Takutnya salah dalam berucap, menjadi beban pikiran bagi Hawaa dan akan memperparah penyakitnya.
"Apakah kamu benar-benar mencintai Adam atau hanya perasaan kagum karena selama ini hanya dia pria yang kamu kenal dengan dekat. Sehingga ada rasa ingin memiliki selamanya. Tidakkah perasaan itu hanya karena kebersamaan kalian selama ini?" tanya Abi Haikal dengan suara lembut.
Adam yang mendengar pertanyaan Haikal menjadi berpikir. Apakah memang perasaan mereka itu hanya karena selalu bersama atau dari hati terdalam.
Hawaa memandangi Adam sebelum menjawab pertanyaan sang Abi. Dia sepertinya juga sedikit ragu untuk menjawab.
"Abi, aku telah berdoa dan bermunajat pada Allah untuk menghilangkan perasaan ini jika itu akan lebih banyak mudharatnya. Namun, setiap hari perasaan itu semakin kuat dan besar. Hingga aku sadar jika cara terbaik menghilangkan semuanya dengan pergi menjauh. Tapi apa yang aku rasakan, cinta itu bukannya hilang tapi makin tumbuh!" ucap Hawaa dengan pelan takut ayahnya marah.
Abi Haikal hanya diam dan menatap sang putri. Dia memberikan waktu bagi Hawaa untuk mengungkapkan perasaannya. Gadis itu juga telah bertekad akan jujur dan tidak ada lagi yang harus disembunyikan lagi.
"Tapi sekuat apa pun cinta ini, aku sadar jika cinta ini tak boleh ada karena Adam telah memiliki istri. Apa lagi, aku berpikir Adam tak mencintaiku. Dia mencintai Annisa. Tak ada niatku untuk merusak hubungan mereka. Aku juga perempuan, Abi. Aku tak akan menyakiti hati seorang wanita hanya demi kebahagiaanku saja. Sama seperti Abi, aku juga terkejut saat tau, Adam ternyata memiliki perasaan yang sama denganku. Itu juga baru aku ketahui beberapa hari yang lalu. Demi Allah, Abi. Aku tak tau perasaan Adam padaku," ucap Hawaa.
Hawaa lalu mengatakan tentang pertemuannya bertiga dengan Annisa beberapa hari yang lalu. Saat itulah awal dia tahu perasaan Adam.
Sakit rasanya saat Annisa mengatakan jika dia tahu apa yang Adam rasakan. Jika saja dia tahu Adam memiliki perasaan yang sama dengan dirinya pasti dia akan mengatakan dengan jujur. Pasti dia akan mencari cara agar cinta mereka direstui. Dia tak akan merasa cinta sendirian.
"Capek berada di posisi yang selalu disalahkan. Tak apa-apa, jalani saja. Hidup ini memang tak selalu sesuai dengan apa yang kita mau. Enak tak enak itu resiko. Walau sudah berusaha menjadi yang terbaik. Tapi selalu saja menjadi pihak yang selalu disalahkan. Tertekan oleh keadaan. Dan merasa tertampar oleh kenyataan. Memang berat menjalani hidup seperti ini. Namun, kita bisa apa. Takdir kita bukan kita yang tentukan. Tapi Tuhanlah yang telah menyusun semuanya. Tetaplah optimis karena dibalik duka dan air mata, Insyaallah akan berakhir dengan bahagia," gumam Hawaa dalam hatinya.
Abi Haikal kembali tampak menarik napas dan membuangnya berulang. Begitu yang dilakukan hingga beberapa kali.
"Abi bukannya menentang hubungan kamu dan Adam. Jika Abi menentang, sama saja Abi tak setuju dengan aturan agama. Kamu dan Adam memang boleh menikah. Cuma yang Abi pikirkan itu kamu, Nak. Apa kamu siap mendengar omongan orang-orang nantinya. Karena hubungan seperti ini masih tabu di masyarakat. Dan yang paling membuat Abi kecewa adalah, sikapnya Adam!" ucap Haikal.
Adam dan Syifa saling pandang saat namanya disebut. Mereka juga ingin tahu, dimana letak kecewanya sang Abi. Haikal memandang ke arah Adam. Walau bukan anak kandungnya, rasa sayangnya pada sang putra sangatlah besar. Sama dengan rasa sayangnya dengan anak kandungnya yang lain.
"Abi kecewa dengan sikapnya pada Annisa. Jika memang dia telah sadar dengan perasaan cintanya padamu, kenapa melamar dan menikahi Annisa. Kenapa harus mengorbankan perasaan seorang wanita?" tanya Abi Haikal.
Haikal memandang ke arah Adam kembali. Dia sepertinya ingin mengatakan sesuatu pada sang putra.
"Abi marah dan kesal karena sikapmu yang tak bertanggung jawab. Itu semua mengingatkan Abi dengan ayahmu. Bukannya Abi ingin membuat kamu membenci Harris, tapi apa kah kamu tau bagaimana hancurnya hati Bunda saat mengetahui ada wanita lain dalam hubungan rumah tangganya. Apa kamu tau bagaimana cara Bundamu bisa bangkit dari rasa trauma itu? Abi kecewa ketika tau sikapmu yang hampir sama dengan ayahmu!" ucap Abi Haikal.
Dia menjeda ucapannya. Napasnya tampak terburu menahan rasa sesak di dada. Terbayang saat Syifa yang harus berjuang dalam keadaan hamil besar.
"Seharusnya kamu jangan memulai hubungan jika belum menyelesaikan perasaan kamu dengan wanita lain. Itu bukan sikap pria sejati. Abi takut, apa yang kamu lakukan pada Annisa, akan kamu perbuat juga pada Hawaa. Bukannya Abi berburuk sangka, tapi ini hanya rasa kuatir dari seorang ayah dari anak perempuannya!" ucap Abi Haikal selanjutnya.
Abi Haikal dan yang lainnya terdiam. Terutama Adam. Dia bisa merasakan kekecewaan sang Abi dan Bunda.
"Abi ingin kamu selesaikan dulu hubunganmu dengan Annisa, baru kamu bisa temui Hawaa. Dia akan Abi bawa ke rumah. Kamu datang kembali setelah membawa surat keputusan pengadilan. Selama surat belum ada di tangan, jangan harap kamu bisa bertemu Hawaa!" ucap Abi Haikal dengan penuh penekanan.
...----------------...