semoga suka ya novel yang aku tulis
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arvilia Agustin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. Hiduplah sesuai dengan kemampuan
Akhirnya Alia sampai dirumah juga, dengan wajah lelah Alia terlihat pucat. Lalu ia membukakan pintu rumahnya. Namun Alia merasa heran pada suaminya "tadi pulang ko di rumah nggak ada? Mas Irwan langsung pergi kemana ya sehabis pulang dari sekolah tadi?" Gumamnya.
Lalu Alia duduk di sofa dan membuka kaos kakinya, lalu ia mengambil ponselnya di dalam tas, kemudian ia membuka aplikasi hijau dan nge chat suaminya
[Mas dimana?]
Tak lama kemudian Irwan membalasnya
"Aku di rumah pak Hasan"
"Kapan pulang?"
"Sore juga aku pulang, kamu sendiri sudah pulang belum?" tanya Irwan kembali
"Sudah, ini baru saja datang"
Alia berusaha untuk tenang agar emosinya bisa terkontrol, karena percuma marah di udara dia tidak akan mendengarkan ku, tidak seperti pada orang nya langsung. Setelah selesai chat dengan Irwan Alia pergi ke dapur untuk mencari makanan karena merasa lapar.
Tak lama Irwan pun datang
"Assalamualaikum"
Alia Membukakan pintunya sembari mengucapkan salam
"Wa'allaikum salam" Balasnya
Lalu Irwan duduk di sofa ruang tamu dan meletakkan map berwarna biru di atas meja. Alia mengambilkan air putih untuk suaminya. Kemudian ia duduk di depan suaminya dan menatap map berwarna biru. Lalu ia bertanya dengan pelan
"Mas tadi habis ngapain dari sekolah aku?" Tanya Alia dengan nada datar sambil memperhatikan penampilan suaminya yang begitu rapi
Irwan bergeming, raut wajahnya nampak lesu dan tak bersemangat. Sesekali dia menatap kebawah dan terlihat ragu mengucapkan kalimat dari mulutnya.
"Kenapa Mas? Ko nggak jawab?" Tuntut Alia
Irwan tetap diam
"Mas tadi habis ngapain dari sekolah aku?" Tanya Alia bersi kekeh
"Mas habis nanya-nanya terkait mapel PAI, apakah ada lowongan di sekolahmu? Mas mau tambah jam pelajaran" Jawab Irwan
"Apa?Mas mau melamar sebagai guru PAI? Alia sedikit terkejut mendengar nya
"Terus bagaimana dengan di SD?" Tanya Alia menatap dekat wajah suaminya
Irwan terdiam sambil menatap sisi sudut rumah
"Mas ko nggak jawab?" Ulang Alia
Namun Irwan tetap saja diam tidak mau menjawab
Sejenak Alia menarik nafas panjangnya, lalu ia menghempaskan nya dengan kasar. Dengan rasa jengkelnya. Tak lama Irwan menjawab
"Mas kan guru mapel di SD hanya 8 Jam itu hanya 3 hari, mas ingin meluangkan sisa waktunya di sekolah lain." Ungkap Irwan
"Terus diterima? Tanya Alia ketus
"Nggak karena guru PAI sudah mencukupi" jelas Irwan tidak ada lowongan.
"Ya ialah mas, lagian kenapa kamu nggak bilang-bilang dulu, nggak tanya-tanya dulu gitu ke istri mu, setidaknya aku bisa menjelaskan dan menceritakan keadaan di sekolah ku." Jelas Alia kesal
Alia kembali mendekat dan nggak mengurungkan niatnya untuk meninggalkan sang suami di sana
Lalu Irwan melanjutkan perkataannya
"Kita butuh uang, dan kebutuhan kita semakin banyak istriku, dan mas tidak bisa mencukupi kebutuhan kamu, Mas butuh penghasilan yang lebih." Lanjutnya ungkap Irwan lirih
"Aku harus menafkahi mu, Apalagi Ibu yang mengeluh kan banyaknya kebutuhan padaku," tutur Irwan tanpa di minta.
Ia pikir dengan mengungkapkan rasa gundah akan mampu mengurangi keresahan di hatinya, apalagi Alia istrinya sendiri.
"Ibu lagi, ibu lagi, ibu lagi...kapan sih kita bisa hidup tanpa banyak beban?" sergah Alia dengan suara yang cukup tegas membuat Irwan terbelalak melihat reaksi sang istri yang jauh dari prediksi.
"Ibu" kan tanggung jawab mas," sanggah Irwan
"Mas sadar nggak sih? Ibu itu terlalu berlebihan. Ia sudah melewati batas wajar apalagi tuntutan nya kepadaku, huh! Masallah." Keluh Alia wajahnya telah merah padam belum lagi masalah Alin.
"Al, kenapa kamu bilang seperti itu?" apa selama ini kamu marah karena Ibu?" Ujar Irwan menatap kedua mata sang istri sambil menuntut penjelasan yang pasti
"Apa menurut mas, selama ini aku tidak terbebani? Aku rela tidak kebagian gajiku karena harus kirim uang ke Ibumu tiap minggu tanpa memikirkan kebutuhan keluarga kecilku, kita juga punya kebutuhan, kita punya keinginan dan uang yang kamu kasih itu jauh tidak mencukupi mas, kau selalu mendahulukan kebutuhan Ibumu di banding kebutuhan keluarga dan kamu lupa dengan kewajiban mu, sebelum kamu ngasih uang ke Ibumu harus nya ke aku dulu karena aku lebih berhak atas rizki mu. Kau selalu menekan aku harus ini harus itu, sehingga hidup aku menderita. Aku selalu berusaha untuk berhemat agar mencukupi, Aku juga punya keinginan mas sama seperti wanita lain yang ingin bahagia setidaknya aku bisa menikmati penghasilan ku dengan keluarga kecilku, aku juga tidak lupa ko untuk ngasih kedua orang tuamu dan orang tuaku juga jika aku punya rizki, aku selalu kasih mereka uang walaupun tidak mencukupi ya gimana lagi kamu tau sendiri gaji honor berapa?
Bukannya tidak mau ngasih uang banyak ke orang tua itu kan kita juga punya beban keluarga, ada anak belum kebutuhan sehari-hari, belum biaya tak terduga dan lain-lain.
Coba pikir mas buat kita saja tidak cukup apalagi harus menanggung beban hidup kedua orang tua mu. Itu bukan berarti hidup dia di tanggung sama kita mas, kan ada kakakmu, adikmu juga, suaminya atau Bapak mu. Keluarga mu itu tidak pernah mensyukuri, keluarga mu sombong seperti orang kaya saja padahal biasa saja makanya "hiduplah sesuai dengan kemampuan" jangan berlebihan karna ingin di puji orang. Dan belum lagi masalah penghianatan kamu dengan berbagai wanita terutama Alin wanita masa lalu mu." Alia semakin naik emosinya
Irwan terdiam menunduk tak bergeming sepatah katapun. Kata-kata Alia membuat Irwan sangat terpojokkan.
Tanpa menunggu jawaban dari suaminya Alia segera bangun dari tempat duduknya dan melangkahkan kakinya untuk meninggalkan Irwan.
Tiba-tiba tangan besar Irwan menahannya, sontak Alia berbalik dan menatap suaminya yang menahan tangannya tersebut dan ia berkata
"Bukankah selama ini mas sudah minta maaf kepadamu, Al? Apa itu nggak cukup?"
"Enggak Mas! Dengan kata maaf apakah itu bisa membuat aku bahagia? tidak Mas, aku nggak bahagia. Itu bukan berarti aku tidak bersyukur dengan kehidupan ku tapi aku tertekan rumah tangga seperti ini? Mas salah! Cobalah mengerti keadaanku mas?"
"Terus kamu tau, apa kesalahan mu? Tidak hanya itu dari kemarin aku ingin menanyakan tentang hubungan kamu sama mantan pacarmu itu, Alin? Jelaskan kamu ada hubungan apa sama dia, sehingga kamu sering jalan sama dia dibanding jalan dengan istrimu." Pintanya
"Jawab mas! Aku hanya ingin kejujuran dan kejelasan" Tegas Alia
"Kan aku udah bilang aku tidak ada hubungan apa-apa sama dia." Jelas Irwan yang terus mengelak
"Terus kemarin apa, kamu inbox dia dan janjian ketemuan, jelas-jelas kamu ngajak kencan keluar terus, kamu bilang tidak ada hubungan apa-apa. Kamu bener-bener tidak pernah menghargai perasaan ku mas"
"Asal kamu tau ya? Aku tuh tertekan, kepikiran, ternyata kehidupan rumah tangga ini bisa serumit ini. Ucap Alia meluapkan semua emosinya pada suaminya
"Cukup Al," Irwan menekan kedua bahu Alia. Irwan berusaha kuat menahan emosi sang istri yang entah sejak kapan ia pendam sehingga saat ini semuanya meletus tak berkesudahan.
Seketika Alia menghentikan aksinya, kedua tangannya telah menekan kedua kepala yang terasa berat seperti hendak mau meledak saja. Sedangkan Irwan menarik nafasnya dalam-dalam hingga terdengar hembusan nafasnya yang bergemuruh.
Kemudian Alia menoleh kepadanya dan berhenti berbicara. Mencoba untuk tidak melanjutkan omongan nya, kekesalan nya pada suami. Alia sadar percuma banyak ngomong, emosi itu tak berarti di mata sang suami dan Irwan tidak akan pernah mau berubah.
aku juga doyan mknn padang🤣🤣🤧
kamu sanggup menyakiti istrimu tuan ingat air mata istri adalah api neraka untuk mu