Cinta tak harus memiliki itulah yang di rasakan dua insan yang saling mencintai namun takdir memisahkan keduanya hingga harus rela mengikhlaskan satu sama lain demi kebaikan bersama. Cinta yang begitu tulus dan suci harus tertahan di dalam dada sebab tak ingin menyakiti siapapun dan membuat semuanya menjadi runyam. Itulah yang di rasakan oleh Lucy Abelia dan Sean Fernando. Keduanya sama-sama berkeinginan untuk hidup bersama namun takdir berkata lain sehingga membuat insan yang saling mencintai itu hidup di jalannya masing-masing. Walaupun cinta Lucy dan Sean sangat kuat, namun keduanya tetap menerima takdir dan mensyukuri segala hal yang terjadi pada mereka. Sean menjalani hidupnya bersama wanita pilihan orang tuanya, sedangkan Lucy memilih hidup sendiri hingga akhir.
Bagaimana kisahnya, apakah ada kesempatan bagi keduanya untuk hidup bersama atau keduanya tetap berada di jalannya masing-masing? Yuk ikuti terus kisahnya.
Ig: Jannah99islami
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengunjungi Sean
"Katakanlah, Nak. Apakah kau menginginkan sesuatu?" tanya Bram membuat Lucy langsung menganggukkan kepalanya dengan pelan.
"Katakanlah, Nak. Saya akan mengabulkan apapun yang kamu inginkan," ucap Bram tak main-main dengan perkataannya.
"Izinkan saya bertemu dengan Sean untuk yang terakhir kalinya. Saya ingin mengajaknya bersenang-senang seharian sebelum saya pergi dari kehidupannya. Dan anda harus memastikan agar tidak ada siapapun yang mengganggu kesenangan kami Tuan," ucap Lucy menatap lantai dengan senyum tegar manisnya. Bram terkejut mendengar permintaan Lucy yang di luar perkiraannya. Ia mengira Lucy akan meminta uang yang di tawarkannya sebelumnya.
Permintaan anda sangat sederhana sekali Nona. Anda benar-benar wanita yang baik. Sungguh merugi Tuan Bram yang tidak mempunyai menantu seperti anda. Batin Tito sembari memperhatikan dua orang yang sedang berbicara serius di hadapannya.
"Apakah hanya itu yang kamu inginkan, Nak?" tanya Bram yang di balas dengan anggukan Lucy.
"Baiklah jika itu keinginanmu, saya akan mengabulkannya," ucap Bram membuat Lucy menerbitkan senyuman yang menyimpan banyak luka. "Kapan kalian ingin melakukan itu?" tanya Bram dengan wajah yang tidak begitu tegang.
"Hari ini Tuan," ucap Lucy yang di setujui Bram.
"Baiklah, Nak. Bersenang-senanglah dengan nya setelah itu pergilah yang jauh dan jangan kembali lagi!" ucap Bram dengan tegas yang langsung di pahami Lucy.
"Saya paham Tuan, terimakasih atas kebaikannya. Saya pamit undur diri," ucap Lucy masih bisa memperlihatkan senyum simpulnya di hadapan Bram.
"Baiklah, Nak. Semoga kebahagiaan menghampirimu," ucap Bram dengan doa tulusnya yang di angguki Lucy.
Setelah pertemuan itu, Lucy pun pergi meninggalkan kediaman Bram dan pergi ke sebuah restoran pinggir jalan untuk membeli makanan kesukaan Sean. Hari ini Lucy berniat untuk mengajak Sean berjalan-jalan mengelilingi kota sembari menikmati kesenangan terakhirnya bersama sang pujaan hatinya. Ia ingin perpisahannya dengan Sean memberikan kesan yang membahagiakan.
Setelah selesai membeli makanan di restoran, Lucy pun segera menghentikan taksi dan pergi menuju perusahaan Sean. Seperti yang di pikirannya, ia pasti akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari karyawan-karyawan yang bekerja di perusahaan Sean. Perbuatan Tasya benar-benar membuat Lucy jelek di mata semua orang. Bahkan wanita yang tengah patah hati itu selalu mendengar cibiran untuknya di sepanjang perjalanan menuju ruangan Sean.
"Maaf Mbak, apakah Tuan Sean ada di dalam?" tanya Lucy pada sekretaris Sean yang saat ini menatap sinis padanya.
"Tuan Sean sedang sibuk Nona, beliau tidak bisa di ganggu," ucap Sekretaris itu membuat Lucy menghela nafasnya. Ia tau jika sekretaris itu sengaja berkata seperti itu agar ia tak bertemu dengan sang pujaan hatinya.
"Benarkah Mbak? Baiklah," ucap Lucy lalu segera memanggil Sean dengan suara cemprengnya.
"Sean, ayo jalan-jalan,,," panggil Lucy hingga suaranya samar-samar terdengar hingga ke dalam ruangan Sean. Sean yang sedang berbicara dengan Gio menghentikan pembicaraannya lalu menajamkan telinganya untuk mendengar suara yang tak asing baginya.
"Apa kau mendengarnya Gio?" tanya Sean sembari menatap Gio dengan serius. Gio menatap heran pada Sean lalu segera mengikuti Sean untuk menajamkan pendengarnya.
"Sean, ayo jalan-jalan," panggil Lucy lagi dengan nada suara yang sama.
"Kan Gio, itu seperti suara Lucy," ucap Sean dengan wajah yang mulai berseri.
"Mungkin saja Tuan," ucap Gio masih belum mengenali suara berisik itu.
"Ah, tapi aku ragu Gio. Demi apa coba Lucy datang ke Kantorku?" ucap Sean masih mencoba untuk berfikir positif.
"Sean, ayo jalan-jalan,,," panggil Lucy lagi dengan nada yang lebih keras dari sebelumnya. Hal itu membuat sekretaris Sean jengkel dan langsung mengusirnya.
"Sebaiknya anda pulang saja Nona, Tuan Sean sedang sangat sibuk," ucap Sekretaris itu berusaha membawa Lucy untuk pergi dari depan ruangan Sean. Lucy yang keras Kepala tetap teguh pada pendiriannya. Ia mengeraskan tubuhnya agar sekretaris Sean tidak bisa membawanya pergi.
"Kau tidak bisa mengusirku, karena aku sudah mendapatkan izin dari Tuan Bram," ucap Lucy membuat sekretaris Sean tertawa mengejek padanya.
"Sudahlah Non, anda tidak perlu mengarang alasan," ucap Sekretaris Sean tetap kekeh ingin mengusir Lucy.
"Sean, ayo jalan-jalan," panggil Lucy sembari melangkahkan kakinya dengan paksa menuju pintu ruangan Sean dan membukanya. Mendengar suara Lucy lagi membuat Sean langsung bangkit dari kursinya. Kali ini ia yakin jika itu benar-benar Lucy nya.
"Cklek," suara pintu yang di buka dengan paksa mengejutkan Sean dan Gio membuat kedua pria itu langsung menolehkan wajahnya ke arah pintu.
"Sean,,," panggil Lucy sembari menarik dirinya dari Sekretaris Sean agar bisa masuk menemui sang pujaan hatinya yang saat ini sudah melihatnya. Karena pintu sudah terbuka, Sekretaris itu pun langsung menghentikan tindakannya untuk menghalangi Lucy masuk ke ruangan Sean.
"Lucy," panggil Sean dengan senyum mengembangnya. Dengan perasaan bahagia, Sean pun menghampiri Lucy lalu memeluk nya. "Ternyata benar ini kau," ucapnya dengan senyum yang tak luntur dari wajahnya.
"Sean, aku sesak," ucap Lucy membuat Sean melepaskan pelukannya. "Sean, ayo jalan-jalan," ucapnya sembari tersenyum dengan tangan yang sudah menunjukkan tentengan di tangannya.
"Wah, apa yang merasuki hatimu sehingga mengajakku tiba-tiba begini?" tanya Sean dengan wajah bahagia tak percayanya.
Perkataan Papamu sudah merasuki hatiku Sean. Batin Lucy dengan hati yang sedih namun ia tetap menampilkan wajah bahagia berseri-serinya.
"Aku hanya ingin mengajakmu saja, bukankah dulu kau ingin berjalan-jalan denganku untuk mengelilingi kota? Keinginanmu itu belum kesampaian kan?" ucap Lucy yang langsung mendapatkan anggukan dari Sean.
"Maka dari itu, ayo kita wujudkan keinginanmu yang belum kesampaian itu," ucap Lucy yang di setujui Sean.
"Gio, kau handle semuanya ya. Aku mau pergi dulu bersama bintangku," ucap Sean dengan sedikit godaan di ujung kalimatnya. Gio yang mendengar nada godaan itu langsung memasang wajah datarnya sembari menatap Sean yang masih tersenyum menggoda ke arahnya.
"Hm," deheman Gio berhasil membuat Sean tertawa penuh kemenangan. Ia sangat suka melihat kekesalan sahabat sekaligus asisten kesetiaannya itu.
"Ayo Lu," ajak Sean sembari merangkul bahu Lucy.
"Ayo," jawab Lucy dengan senyum bahagia nya. Sean tidak tau jika itu adalah ajakan terakhir Lucy padanya. Ia tak menyadari jika sebentar lagi bintangnya akan pergi jauh hingga ia tak akan menampakkan wujudnya lagi. Tidak tau langitnya akan indah lagi atau tidak, yang pasti langit Sean akan diselimuti awan mendung.
"Kita mau makan sekarang atau nanti di perjalanan?" tanya Lucy sembari terus melangkahkan kakinya beriringan dengan langkah Sean.
"Di perjalanan sepertinya lebih menyenangkan," ucap Sean yang di setujui Lucy.
Di sepanjang perjalanan menuju pintu keluar perusahaan, para karyawan terus melayangkan tatapan menghinanya pada Lucy. Bahkan tanpa sepengetahuan Sean, mereka menceritakan keburukan Lucy dengan tambahan bumbu kebencian.