Trauma, Ex

Ketukan kaca membuat Flory menoleh, dia buka kaca mobilnya dan Dokter Rezza segera tersenyum sambil menyodorkan dompet kecil pada flory. "Dompet Anda tertinggal."

"Terima kasih Dok!" Setelah menerima Flory ingin membuka pintunya, tapi Dokter itu segera melarangnya. "Tidak perlu turun, saya langsung masuk."

"Oh, ok!" Flory mengangguk. Senyum manis Flory yang mengembang membuat lelaki di belakangnya mengecut.

Flory kembali menutup kaca jendelanya setelah dokter Rezza masuk kembali, dia mendengus lalu bersandar untuk menunggu Liam keluar.

Sepuluh menit janjinya, tapi pria itu justru mengincarnya dengan pertanyaan. "Kalian dekat hm?"

Mendadak Flory ingin menatap Liam, dan bertanya untuk apa pria itu menanyakan hal hal yang bersifat pribadi. "Dia dokter ku, tentu saja aku dekat."

Tak mau Flory memberi ruang untuk Rezza, Liam infokan yang dia tahu. "Rezza digugat cerai istrinya karena terpergok selingkuh dengan pasiennya. Kau tahu?"

Flory tertawa. "Apa peduliku?" Flory rasa kehidupan pribadi dokter Rezza tak ada hubungan dengannya.

"Dia brengsek," tambah Liam ketus.

Flory memutarkan maniknya. Inilah yang membuat Flory bingung, untuk apa Liam peduli terhadap seseorang yang dekat dengannya.

"Liam, dengar ... aku nggak peduli Dokter Rezza brengsek atau apalah itu. Aku nggak punya urusan soal itu."

"Kamu cantik, mungkin setelah ini kau korban selanjutnya. Aku peringatkan kamu, jangan sembarangan menikah lagi!" ketusnya.

Liam menjadi beku seperti biasanya, karakter lelaki itu, dingin, moody, tapi, dia sendiri ingin bersikap lebih baik walau terkadang dia juga nekad tunjukan sikap lain dan tampak aneh.

Mencoba hangat pada Flory tapi tak mampu, dirinya ingin acuh pada Billy, tapi rasa kemanusiaan yang dia punya menolak itu.

Bagaimana cara dia tunjukkan rasanya, dia hanya ingin Flory, itu saja. Tapi, wanita itu bahkan tak mau berikan kesempatan padanya untuk berjuang, bersikap seolah mematahkan sayap-sayap perjuangannya.

"Kau bilang mau melepaskan ku. Kamu bilang rela aku menikah lagi kemarin!" kata Flory.

Liam mengangguk pasti. "Sudah ku bilang, yah ... aku relakan kamu, tapi dengan Hyun. Dia baik, aku setuju kalau kau anggap dia lebih baik dari pada aku yang pecundang! Tapi untuk Rezza, dia tidak baik sama sekali!"

"Apa peduli mu? Aku bisa menikah dengan siapa pun yang aku suka!" Flory tertawa samar, melihat Liam begitu, dia ingin unjuk jika dia tidak terpengaruh apa pun.

Benar-benar tawa yang hanya terdengar samar, tepatnya sebelum pria itu menunduk untuk memagut bibirnya tiba-tiba dan dia membelalak tersentak.

Tadinya Liam ingin meminta waktu sepuluh menit saja untuk merasakan keberadaan wanita itu, tapi menjadi rakus setelah Flory menanyakan apa pedulinya.

Apa tak cukup Flory paham, dia lelaki yang sulit menunjukkan ekspresi. Dia dilahirkan seperti itu, dia orang yang kaku dan aneh dan untuk itu dia mengutuk keras dirinya sendiri.

Liam bukan Elang, yah, Liam sulit berekspresi seperti Elang yang bahkan masih terlihat baik di mata Flory meski lelaki itu sudah pernah mengkhianati dengan menyentuh wanita lain.

Liam masih menyimak wanita itu setiap detik, menit dan harinya. Flory masih memberikan like di setiap postingan, reels, atau unggahan apa pun di akun milik Elang.

Tanda, jika Flory masih peduli pada Elang Gazza yang pernah berkhianat.

Padahal untuk alasan meniduri wanita lain hanya karena Flo tak bisa puaskan di ranjang, itu kotor sekali bagi seorang Liam Bagaskara.

Bukankah usaha lelaki dimulai dari tubuhnya, bukan perkataannya yang hari ini A besok B, karena sekali seorang lelaki berucap lalu ingkar, mereka halal memakai rok.

Termasuk, pendiriannya membuat dia terjebak pada perangkap Billy. Janjinya untuk selalu ada, tak mampu Liam ingkari sampai detik ini.

Liam tahu, keunggulan seorang Elang itu penyampaian ekspresinya yang begitu baik.

Analogi lainnya, Elang memberikan satu kepedulian, seseorang yang menerima bisa merasa mendapatkan sepuluh kepedulian.

Namun Liam sulit untuk menunjukkan bahwa dirinya peduli. Meski sepuluh kepedulian yang dia berikan, Flory takkan pernah bisa menerima satu pun kepedulian darinya.

Dia menekan Billy di sisinya, salah satunya untuk keselamatan Flory dan Maurin. Walau dia harus mengalami masa jengah sendiri.

Saat masih di London, ketika temannya datang berkunjung dan Flory hanya memakai pakaian tipis.

Sumpah, Liam ingin menunjukkan jika dia peduli karena tak mau tubuh Flory dinikmati lelaki lain, tapi sulit mengekspresikannya.

Sampai ketika Liam melihat kembali Flory setelah sekian lama, Flory mengenakan pakaian yang cukup terbuka di acara pesta pertunangan Zayn, itu cukup mengesalkan.

Bisakah Flory tahu, bahwa manusia diciptakan berbeda-beda. Liam yang kaku dan aneh, sikapnya cenderung membatasi dirinya sendiri dari hal tertentu termasuk dalam hal menyentuh wanita.

Sudah tak terhingga godaan wanita yang datang untuknya. Selain Billy masih banyak perempuan yang juga mengejarnya.

Berapa kali saja Billy menggodanya, ingin bercinta dengannya, sengaja memakai pakaian seksi, sengaja atur makan malam romantis, sengaja bawa Liam ke suasana yang lebih mendukung romansa.

Namun, Liam tetaplah Liam yang terbatas, yah meski dulu dia bilang pernikahannya bersama Flory hanya kontrak, tapi dia larut ketika membuat Flory melayang.

Tak bercumbu di bibir, tapi dia sudah merasakan itu sangat luar biasa. Dan, Liam yakin, takkan pernah ada yang bisa menjadi pengganti seorang Flory.

"Liam!"

Flory mendorong kecil pundak Liam setelah merasa dua pagutan terakhir lelaki itu cukup mendalam, bahkan berani meraba kancing bajunya untuk dibuka dan meremas dadanya.

"Liam!" Flory berakhir mengigit bibir atas lelaki itu agar terlepas. Pandangannya hanya dua centimeter saja dengan mata Liam.

Embusan napasnya bahkan saking bertukar dengan napas lelaki itu. Ingin sekali lagi saja mendorongnya tapi tak kuasa rasanya.

"Masih tanya?" Liam meraba pelan leher, dada, perut, hingga ke paha. "Peduli ku itu!"

"Peduliku, karena aku mencintaimu!" ucapnya.

Flory terdiam, tercenung, ini yang dia mau, kata-kata itu, tapi... "Aku akan cari yang lebih mencintai ku dari pada kamu," tukasnya.

"Cari sampai ke ujung dunia, aku yakin kau tidak akan pernah menemukannya. Aku akui aku tidak baik, tapi untuk cinta, aku yakin tidak ada yang melebihi ku." Liam meremas paha wanita itu mentransfer hasrat yang sedang dia rasakan sendirian.

"Liam!" Flory menampar pipi lelaki itu untuk pelecehan yang dia terima, tapi tak membuat Liam jera karena kembali memaksakan satu kecupan yang mendalam.

"Kamu melecehkan ku!"

Flory mendorong dan kali ini Liam mengulum bibir senyumnya. "Kau suka kan dilecehkan?"

Setelah membetulkan kancing baju dan rok span miliknya, Flory keluar lebih dulu karena Liam tak jua mau keluar. Dia berjalan berputar dan Liam menatapnya hingga membuka pintu mobilnya.

"Keluar!"

Liam hanya menatap Flory, sampai tangan wanita itu tak kuasa untuk mengguncang kerah kemeja hitamnya. "Keluar!"

Liam menurut, dia keluar dengan kancing baju yang terbuka. Lama Flory tak melihat dada itu, dia menyesal harus melihatnya.

"Kita belum usai, Flo." Ucapan Liam tak mendapatkan respon baik, wanita itu segera masuk ke dalam mobilnya lalu melaju.