Akan ku ambil apa yang membuat kalian semua bahagia, akan ku rebut segalanya dan tertawa terbahak-bahak saat kalian menangis sedih.
Aku, adalah kesialan yang sesungguhnya untuk kalian, aku adalah kesedihan yang akan kekal berada di antara kalian. Rasakan, nikmati betapa sakitnya apa yang aku juga rasakan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita Kurang Ajar!
" Aku tidak tahu situasi macam apa yang sebenarnya saat ini, aku juga mulai ragu dan menebak-nebak apakah kau memaksaku menikahimu untuk sebuah tujuan tertentu? Kau tidak menginginkan uang, kau juga tidak terkesan seperti wanita haus ranjang meski kau terus memancingku. Harus ku akui bahwa kau adalah orang yang paling tidak bisa aku pahami. Kau tidak pernah menyangkal, kau tidak pernah terlihat sedih, kau selalu memasang senyum yang kadang terasa dingin, aku penasaran selama ini. Tapi melihatmu terus tersenyum, tertawa, berbicara dengan mudahnya menggodaku, aku jadi semakin berpikir kalau kau sedang mencoba menipuku, menipu banyak orang, kau juga terlihat sedang menipu dirimu sendiri. " Ucap Rigo seraya bangkit dari duduknya, membawa jauh kotak obat karena dia sudah selesai merawat luka Velo, setelah itu dia kembali duduk di atas tempat tidur.
Velo tersenyum, memang bisa apa dia ketika ada orang yang menyadari akan dirinya? Jika menceritakan segalanya akankah semua berubah? Hanya tinggal sebentar lagi, dia sudah bisa melepaskan Rigo dan menghancurkan Ayah Fer sehancur-hancurnya. Kalau dia tetap diam akankah Rigo diam dan tidak mengungkit lagi sampai waktunya tiba?
" Berhentilah untuk melakukan hal yang akan mrugikanmu, aku tahu ucapanku ini terdengar sok tahu. Tapi jika kau pikirkan lagi, semua yang kau lakukan ini benar-benar tidak berguna dan kau tahu kenapa? Itu karena kau seperti sedang melakukan hal yang tidak perlu demi tujuan yang tidak sebanding dengan waktu yang sudah kau habiskan dengan percuma. "
Velo terdiam, dia mencengkram kain selimut di bawah duduknya.
" Rigo, pernahkah kau makan tanah? "
Rigo mengeryit menatap Velo.
" Apa maksudmu? "
Velo tersenyum dengan tatapan Kelu.
" Aku hanya bertanya, apa kau pernah makan tanah? "
" Tidak. " Jawab Rigo.
" Lalu, apa kau pernah minum air got yang begitu kotor bahkan warnanya sudah menghitam? " Tanya lagi Velo.
" Tidak. " Jawab Rigo.
Velo tersenyum lalu membuang nafasnya.
" Kau tidak pernah meminum dan memakan yang aku sebutkan tadi, jadi mana bisa kau menebak apa yang aku pikirkan, mana bisa kau menggunakan kata percuma saat kau sendiri tidak tahu menahu juga tidak merasakan apapun? "
Rigo terdiam sebentar, menatap Velo dengan tatapan penuh tanya.
" Kau, pernah memakan itu? "
Velo terkekeh, padahal dia ingin menangis karena sedih sekali mengingat momen itu.
" Memakan tanah, meminum air got yang bau dan menghitam, mengais tempat sampah, saat sakit hanya bisa berdoa di dalam hati memohon kesembuhan kepada Tuhan karena tidak mampu membeli obat. Tidak tahu rasanya makan nasi dengan lauk, memakan roti kadaluarsa, meminum susu basi, tidur dengan kaki menekuk karena tempat yang sepi dan gelap. Hujan ke hujanan, musim panas selalu kepanasan tidak siang tidak juga malam. Hiduplah seperti itu jika kau ingin tahu rasanya, dan kau akan tahu betapa marahnya saat ada orang yang mengatakan padamu menggunakan kata percuma. "
Rigo terdiam tak bisa berkata-kata lagi. Tatapan mata Velo, bibir yang terlihat tertutup biasa itu seperti tengah menyampaikan betapa menderitanya seorang Velo. Tapi, kenapa bahkan Velo tidak menunjukkan ekspresi sedih sedikitpun?
" Kau tidak akan memahaminya, jadi jangan membicarakan tentangku. Kalau kau sudah tidak tahan di sini, kau bisa kembali ke apartemenmu, aku akan mengizinkannya. " Velo tersenyum begitu santai seolah ucapan sebelumnya sama sekali tak pernah dia ucapkan.
" Beritahu aku, katakan padaku apa tujuanmu yang sebenarnya, kenapa kau memaksaku dengan mengancam untuk dinikahi olehku? " Rigo menatap Velo dengan begitu serius membuat Velo tak ingin lagi mengelak.
" Baiklah, kau benar-benar ingin tahu rupanya. " Velo menghela nafasnya. Biarlah saja, tujuannya boleh saja gagal setelah ini untuk memanfaatkan Rigo, tapi dia pasti akan memiliki cara lain untuk terus menghancurkan keluarga Fer.
" Aku ingin menghancurkan kelurga kekasihmu. "
Rigo tercengang dengan kalimat yang keluar dari mulut Velo barusan. Dia bangkit begitu saja karena tiba-tiba saja dia merasa bahwa dia sedang di manfaatkan oleh Velo, dan sepertinya dugaan itu memang benar adanya.
" Kau, kau sedang.... "
Velo menatap Rigo dengan tatapan yang begitu serius.
" Iya, aku memanfaatkanmu. Aku ingin menghancurkan hati Selena, menghancurkan keharmonisan keluarga sialan itu. Kau marah? Ingin memukulku? Lakukan saja, kau juga tidak perlu khawatir, aku tidak akan mengaduh atau memprotes apa yang kau lakukan. " Velo berucap dengan santai, dan dari mimik wajah Velo, Rigo benar-benar yakin sekali kalau Velo tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang ingin dia inginkan. Ini, adalah untuk pertama kalinya Rigo melihat Velo jujur melalui ekspresi wajah dan cara bicaranya yang menakutkan.
" Berarti secara tidak langsung, selama ini aku sedang membantumu menghancurkan Selena dan keluarganya? "
Velo tersenyum.
" Lebih tepatnya Selena saja, tapi membaca situasinya, sepertinya orang tua Selena juga akan merasa kecewa karena kemunginan untuk mendapatkan menantu kaya akan terkikis perlahan. "
Rigo membuang nafas kasarnya, dia meraih ponselnya lalu berjalan keluar dari kamar dengan membanting pintu cukup keras. Rigo berjalan cepat, masuk ke dalam lift untuk menuju parkiran mobil di mana kendaraannya terparkir. Dengan cepat dia melajukan mobilnya begitu sampai dan tujuannya adalah untuk kembali ke apartemennya, sejenak berpikir tentang situasi yang benar-benar di luar dugaannya.
Velo terdiam menatap dinding kosong tanpa ekspresi. Memang sudah biasa untuknya berada di sebuah tempat yang sepi dan tenang seperti ini, sedih? Tidak, bukan sedih yang dia rasakan. Tapi kegelisahan karena hatinya yang penuh dendam seakan memaksanya untuk terus bertindak hingga membuatnya gelisah.
Velo berjalan keluar dari kamar menuju balkon apartemen, duduk dengan tenang dan memejamkan mata berharap semua perasaan bersalah terhadap Rigo tak menggangunya lagi.
Rigo juga sama, dia kini duduk di balkon apartemen. Gelisah, pusing memikirkan semua yang terjadi ini. Sebotol wine menemaninya di sana, teguk demi teguk masuk ke dalam kerongkongan Rigo dan membuatnya mulai merasakan pusing karena mabuk.
" Dasar perempuan sialan! Apakah kalau tidak demi keinginanmu yang gila itu kau tidak akan memaksaku menikahimu? Hah! Sebenarnya apa yang sedang aku kecewakan?! Bajingan! " Rigo bangkit dengan tubuh gontai, memukul dinding cukup kuat hingga punggung tangannya lecet dan sedikit mengeluarkan darah.
" Perempuan sialan itu, dia membuatku gila seperti ini memang siapa kau hah?! Kenapa kau berani memanfaatkanku?! Dari sekian banyaknya wanita, kenapa kau yang paling kurang ajar?! " Kesal Rigo berteriak kuat di sana. Dulu saat pertama kali Rigo merasa kalau Velo itu sama saja dengan wanita sebelumnya yang begitu memujanya, tapi sekarang dia justru di buat tercengang karena ternyata Velo adalah orang pertama yang sukses menjungkir balikkan emosinya.
Bersambung.