Dendam Si Gadis Penggoda
"Pergilah! kau dan Ibumu hanya bisa menyusahkan saja, sebentar-sebentar menggangguku, meminta uang seolah aku ini adalah Bank!" Kata-kata itulah yang di dengar oleh Velove atau panggil saja dia Velo. Dia yang kala itu tengah mendatangi Ayah kandungnya agar bisa mendapatkan sedikit uang guna membawa Ibunya ke Dokter harus kembali menelan pil pahit. Sebelumnya memang dia sempat meminta uang untuk kebutuhan sekolah, saat dia dan Ibunya tidak memiliki uang juga dia akan datang kepada nenek dari Ayahnya, kebetulan sekali Ayahnya sedang datang ke kampung mengunjungi Ibunya jadi Velo berharap benar mendapat sedikit bantuan darinya. Seperti yang Ayahnya katakan, dia tidak bersedia memberikan uang, dan jutsru malah mengusirnya seolah dia tidak ada hubungan darah apapun dengan pria empat puluh tahun itu.
kala itu Velo berusia tiga belas tahun, dari masih duduk di bangku sekolah menengah pertama sehingga ia tidak bisa menghasilkan banyak uang karena dia juga harus membagi waktunya untuk menjaga Ibunya yang sakit-sakitan. Sudah hampir tiga tahun dia bekerja sebagai penjual minuman di pinggir jalan demi memenuhi kebutuhan pangan sehari-harinya bersama dengan Ibunya. Semenjak Ibunya sakit memang beginilah kehidupan yang harus di jalani oleh Velo, pendapatan yang kadang hanya sepuluh atau lima belas ribu sehari jelas tidak cukup untuk makan, sekolah, juga berobat Ibunya. Dia sudah banyak meminjam dari para tetangga dan sekarang dia tidak tahu harus bagaimana membayarnya sehingga ingin meminjam lagi dari mereka untuk berobat Ibunya begitu sulit orang ingin memberikan pinjaman untuknya karena tahu akan sulit juga bagi mereka mendapatkan kembali uang mereka.
"Ayah, tolong pinjamkan aku uang, aku mohon, aku akan membayarnya saat aku punya uang nanti! Ibuku sedang demam tinggi, dia sudah kejang beberapa kali malam ini, jadi tolonglah aku, Ayah." Masih tidak ingin menyerah, Velo juga tidak ingin menahan air matanya lagi, dia mengatupkan kedua telapak tangannya, mengangkat tinggi dan menatap dengan tatapan memohon penuh air mata. Sekarang dia benar-benar putus asa dan tidak tahu lagi harus bagaimana demi menyelamatkan nyawa Ibunya, hanya Ayahnya satu-satunya orang yang bisa dia mintai tolong saat ini.
"Kenapa aku harus menolong Ibumu?! Wanita itu memang selalu menyusahkan, sudah tidak mempunyai keterampilan apapun, hanya tahu merengek meminta saja! Urus saja Ibumu, aku tidak ingin istri dan anakku salah paham kalau aku membantu Ibumu yang tidak berguna itu!"
Velo terdiam membeku, istri dan anak? Apakah ayahnya memiliki istri dan anak lain? Velo menaikkan tatapannya menatap kedua bola mata Ayahnya yang nampak dingin membalas tatapan matanya. Ingin sekali rasanya Velo memeluk dan mengatakan jika dia juga adalah anaknya, tapi kenapa rasa sakit di hatinya itu membuatnya merasakan kebencian yang sulit untuk dia jelaskan?
"Kenapa menatapku seperti itu? Kau terkejut saat tahu aku sudah punya keluarga baru? Heh! Sama bodohnya dengan Ibumu. Aku sudah menikah lagi saat kau berumur satu tahun, dan kau tahu kenapa? Karena aku muak menjadi suami dari Ibumu yang tidak berguna itu! Setiap hari hanya tahu memasak saja, mandi pun sering terlewat karena mengurus mu. Aku sudah memiliki keluarga baru, dan juga anak yang cantik sekali. Aku hidup nyaman karena istriku bahkan bisa menghasilkan jutaan rupiah di tiap menitnya. Putriku berprestasi, dia juara satu lomba piano, dia jago bahasa Inggris, dia bisa menari ballet, dia sopan, dia lembut, dia bahkan juara satu matematika. Lalu kau? Kau bisa apa? Ibumu itu bisa apa? Dibandingkan dengan keluarga ku sekarang, kau dan juga Ibumu tentu saja hanyalah kuman bagi kami sekeluarga.”
Bagai di hantam petir dari segala arah, telinga Velo bahkan sampai berdengung mendengar kalimat percaya diri dari Ayahnya barusan. Anak yang begitu sempurna, istri idaman apakah benar menjadi segalanya hingga melupakan dan menghapus sebuah hubungan darah dengannya begitu mudah? Betapa bodohnya dia selama ini karena mempercayai ucapan Ibunya. Dulu saat dia meminta uang ketika melihat Ayahnya pulang untuk mengunjungi neneknya dan di tolak mentah-mentah oleh Ayahnya, Ibunya mengatakan jika Ayahnya pasti sedang lelah jadi mudah marah. Lalu di bulan berikutnya juga masih begitu, tapi dia tetap mempercayai ucapan Ibunya dan tetap saja menyimpan rasa rindu serta rasa sayang kepada Ayahnya.
"Ayah, apakah sedetik saja Ayah tidak pernah merindukanku? Aku juga adalah putrimu kan?" Velo menatap kedua bola mata Ayahnya dengan mata yang begitu pilu, dia biarkan saja air matanya jatuh agar Ayahnya bisa melihat seberapa sakit hatinya ketika mendengar ucapan Ayahnya barusan. Rupanya itu tidak berguna, Ayahnya menghela nafas, dia membuang wajahnya seolah ingin menunjukkan kepada Velo jika malas sekali rasanya menjawab pertanyaan Velo barusan. Sakit, dan bertambah sakit saja hati Velo. Niat ingin datang meminta tolong dengan sejuta harapan nyatanya malah mendapatkan sebuah kenyataan di luar harapan. Kakinya mundur perlahan di barengi tetesan air mata yang begitu deras berjatuhan membasahi pipinya. Ingin berteriak marah, ingin memaki pria yang katanya adalah Ayahnya, tapi seluruh tubuhnya lemas tak berdaya. Bagaikan memungut air dengan mangkuk bolong, semua terasa begitu sulit untuk dia terima dan pahami.
"Kenapa? Bahkan tatapan Ayah seperti sangat membenciku? Apakah aku salah karen lahir dari kalian berdua?" Gumam Velo yang tak mendapatkan jawaban karena posisinya semakin menjauh dari Ayahnya.
“Ibu.......” Velo memegangi dadanya yang amat sangat sakit mengingat wajah Ibunya yang selama ini terus berpura-pura tersenyum saat Velo terus menanyakan perihal Ayahnya. Tidak, Velo menggelengkan kepalanya saat tubuhnya di guyur air hujan yang sangat deras.
"Ibu.......!" Velo berlari dengan cepat, rumah yang ia tinggali bersama Ibunya bocor parah saat hujan, jadi dia takut kalau air hujan akan mengenai Ibunya dan membuat Ibunya semakin sakit. Mengabaikan petir yang terus menggelegar, mengabaikan kakinya yang tanpa alas itu tertusuk ranting pohon yang kering, dia terus berlari kuat dan berdoa agar Ibunya tetap baik-baik saja.
Brak!
Velo membuka pintu rumahnya dengan kuat karena dia benar-benar sulit memelankan larinya.
"Ibu?" Dengan jantung yang berdegup kencang ketika kedua bola matanya melihat sosok Ibunya yang semakin kurus itu menutup mata dengan tenang, Velo benar-benar takut luar biasa. Ini adalah kali pertama semenjak Ibunya sakit-sakitan tertidur pulas seperti ini, jadi yang dia harapkan adalah, Ibunya tidak tidur seperti yang sedang dia takutkan.
"I Ibu....." Velo menggoyangkan lengan Ibunya dan kembali menangis tanpa suara.
"Ibu....." Panggilnya lagi, tapi tak mendapatkan jawaban sama sekali. Velo menutup mulutnya menahan suara tangis saat memperhatikan perut Ibunya tidak bergerak seperti biasa saat dia bernafas.
"I Ibu..... Aku takut sekali, tolong bangun dan peluklah aku, katakan padaku Ibu akan selalu bersamaku. Ibu kan sudah janji akan menemaniku, tolong bukalah mata Ibu, dan tersenyumlah seperti biasanya....." Velo tak bisa menghentikan suara tangisnya yang sudah tidak bisa ia tahan lagi. Dia berteriak memanggil Ibunya, menggoyangkan cukup kuat tubuh Ibunya dengan rasa marah dan takut menjadi satu. Marah karena Ibunya mengingkari janji untuk terus bersama, takut karena yang Velo miliki hanyalah Ibunya sekarang, dia tidak berani membayangkan bagaimana hidup tanpa Ibunya.
To be continued.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Anonymous
k
2024-10-25
0
Miya Miya
terusin ceritanya kak episode pertama aja udah bikin nangis penulisan kat a per kata Nya juga sangat rapih dan jelas semangaaat lagi lanjutkan kak /Ok//Ok//Good//Good/
2024-09-20
1
Nila
👍👍💪💪
2024-05-10
0