Persahabatan Embun dan Raka sudah terjalin sejak mereka masih kecil. Walau sering bertengkar tetapi mereka saling menjaga satu sama lain.
Tapi memang jarang ada persahabatan yang murni antara laki - laki dan perempuan. Dan itu yang dirasakan Embun saat ini.
Dia yang selama ini memendam perasaan pada Raka, harus menerima kenyataan pahit. Ternyata Raka sudah dijodohkan dengan gadis cantik bernama Vania. Apakah Embun memang harus mengubur dalam perasaannya pada Raka? Dan apakah kedatangan Brian bisa menghapus nama Raka dihati Embun?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SnowBall, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terong - Terongan
Jam 06.30 Embun sudah siap berangkat kantor. Dia memilih berangkat lebih pagi karena tidak mau telat seperti kemarin. Terlebih lagi dia juga mesti mengambil motornya dulu di bengkel. Setelah sarapan Embun berpamitan pada kedua orang tuanya.
”Ayah ibu, Embun berangkat dulu ya.” Embun mencium tangan ayah dan ibunya.
”Kamu berangkat sama siapa?” Tanya bu Lastri.
”Taksi bu, ntar mampir dulu ke bengkel ambil motor.” Jawab Embun.
”Gak bareng Bima saja?”
”Gak bu, ntar Embun telat lagi. Lihat saja tuh, orangnya saja masih bau iler.” Embun melirik Bima yang cuek dan masih sibuk makan.
”Ya sudah sana berangkat. Hati - hati di jalan.” Kata bu Lastri.
”Iya bu. Chika sayang, tante berangkat dulu ya.” Embun mencium gemas pipi anak kecil dipangkuan ibunya.
”Iya tante. Tante kerja yang rajin ya, terus cepat nikah biar Chika punya om.” Terdengar suara meniru anak kecil. Embun menoleh orang di samping ibunya, dan melotot kesal.
"DEWI KIRANA!!! Aku pecat kamu jadi kakak ipar.”
”Silahkan saja, yang penting aku sudah jadi nyonya Bima Putra. Weekkk.” Dewi menjulurkan lidahnya dan memeluk Bima manja, dia senang bisa menggoda Embun.
...****************...
Embun kesal pada teman yang kini sudah jadi kakak iparnya itu. Dewi teman SMA Embun akhirnya menikah dengan Bima kakaknya. Pernikahan mereka sudah berjalan 3 tahun dan dikaruniai seorang putri yang kini berusia 14 bulan.
”Dewi,, sudah jangan goda Embun terus. Doakan saja dia segera melepas status jomblo abadinya itu.” Tegur pak Ardi.
"Ayah!!" Embun menghentakkan kakinya lalu pergi.
”Ayah ini, suka sekali godain Embun. Jadi ngambekkan.” Bu Lastri menggelengkan kepalanya, suaminya belum berubah sama sekali sekalipun sudah punya cucu.
Embun keluar rumah dengan kesal, dan kekesalannya semakin bertambah karena sudah menunggu 15 menit tidak ada taksi yang lewat. Embun bisa bernafas lega ketika mobil Dion berhenti di depannya. Tanpa disuruh Embun langsung masuk ke mobil Dion.
”Sudah berapa lama nunggu taksi? Kenapa gak telefon aku?” Tanya Dion.
”15 menit. Kamu kenapa bisa tahu aku lagi nunggu taksi? Dewi kasih tahu kamu?”
”Lain kali gak usah nunggu taksi. Aku akan anterin kamu. Gak ada penolakan." Kata Dion tegas lalu menjalankan mobilnya.
”Iya iya." Embun memperhatikan penampilan Dion.
"Kenapa?” Tanya Dion yang merasa diperhatikan oleh Embun.
”Baju kamu terbalik.” Tunjuk Embun pada baju yang Dion kenakan. Dion melihat ke arah bajunya, dan benar saja karena tadi terburu - buru dia tidak sadar memakai kaos terbalik. Dion memilih menepikan mobilnya untuk membenarkan bajunya.
”Tutup mata kamu. Awas jangan ngintip.” Perintah Dion pada Embun.
”Iya. Lagian siapa juga yang mau lihat badan one pack kamu.” Protes Embun tetapi tetap menuruti perintah Dion dan menutup matanya.
Dion langsung melepas bajunya, terlihat tubuh Dion yang atletis karena memang Dion rajin berolah raga. Dion memakai kembali bajunya dan kembali menjalankan mobil.
”Sudah ada kabar dari Brian?” Tanya Dion. Karena pertanyaan Dion ini, Embun membuka matanya.
”Gak ada. Apa dia tidak menghubungi kamu juga?” Embun balik bertanya.
”Sama seperti kamu. Terakhir dia hubungi aku 2 tahun lalu.”
Mereka sama - sama terdiam dan tenggelam dengan pikirannya masing - masing. Karena sibuk sendiri, Embun sampai tidak sadar kalau sudah sampai di kantornya.
”Kenapa tidak turunin aku di bengkel? Akukan mau ambil motor dulu. Kalau gini gimana nanti pulangnya?” Embun menoleh ke arah Dion.
"Nanti aku jemput. Kalau sudah mau pulang hubungin aku.” Jawab Dion santai.
Embun memanyunkan bibirnya dan akan membuka pintu mobil tapi dia urungkan. Dia menatap lekat Dion, dan tentu saja itu membuat Dion salah tingkah.
”Kenapa lihatin aku sampai kaya gitu?"
”Kamu bukan terong - terongankan?" Tanya Embun.
”Maksud kamu apa?” Tanya Dion balik.
”Kamu gak perlu malu, rahasia kamu aman.”
Dion semakin bingung dengan kata - kata Embun. Dia menatap tajam Embun dan meminta penjelasan.
”Kamu masih suka sama perempuankan? Gak jeruk makan jeruk?”
Dion kaget dan sampai tidak bisa mengucapkan kata - kata. Sampai beberapa menit mulut Dion terbuka saking kagetnya. Begitu sadar Dion langsung menyentil dahi Embun.
TAK
”Aaduuh. Dion sakit." Embun mengusap dahinya.
”Dapat wangsit darimana kamu bisa mikir kaya gitu?” Tanya Dion penasaran.
”Habis sejak kita SMA belum sekalipun aku tahu kamu jalan sama cewek apa lagi pacaran.” Jawab Embun polos.
Mendengar jawaban Embun, meledaklah tawa Dion. Embun mengernyitkan dahinya, dia bingung kenapa Dion tertawa. Melihat wajah kebingungan Embun, membuat Dion gemas. Dia mencubit kedua pipi Embun. Tawa Dion terhenti dan menatap lekat Embun, wajah mereka cukup dekat. Dion melepaskan tangannya dan berdehem untuk mengusir kecanggungannya.
”Sudah turun sana.” Usir Dion. Tapi Embun tidak bergeming dan tetap menunggu jawaban Dion.
”Dengar ya, selama SMA aku pernah punya pacar tapi putus. Dan sekarang aku ingin fokus bekerja dulu. Mengerti? Jadi gak usah berpikir aneh - aneh.” Jelas Brian.
Embun mengangguk - anggukan kepalanya, lalu dia membuka pintu mobil dan keluar.
”Tapi sekarang ada gak orang yang kamu sukai?” Embun kembali bertanya.
”Entah. Sudah masuk sana, nanti aku jemput.”
Embun mengangguk dan tersenyum. Dion menjalankan mobilnya dan pergi. Dari spion mobil, dia dapat melihat Embun yang melambaikan tangan padanya.
Setelah mobil Dion tidak terlihat, Embun masuk ke kantornya. Di dalam lift ternyata Embun bersama dengan managernya pak Tedi. Embun malas menyapa managernya itu karena ingat kejadian yang kemarin. Begitu lift berhenti di lantai 5, Embun langsung keluar dan berjalan cepat. Pak Tedi tidak ikut keluar karena dia harus ke lantai berikutnya. Tapi dia menatap Embun tajam dan mengepalkan tangannya.
Embun sampai di meja kerjanya dengan nafas yang terengah - engah. Dia langsung duduk dan mengambil minuman di tasnya.
”Kamu kenapa? Kaya habis di kejar hantu saja?” Tanya Sinta.
”Ini melebihi hantu, bahkan lebih dari rentenir.” Jawab Embun dengan dramanya. Sinta memutar bola matanya malas, dan hanya menatap Embun menunggu jawaban.
”Tahu gak?” Tanya Embun.
”Gak, wong kamu belum cerita." Jawab Sinta santai yang langsung mendapat cubitan dari Embun.
”Tadi aku di lift cuma berdua sama pak Tedi. Horor bangetkan?" Jelas Embun.
”Dia ngomong apa?”
”Diam saja. Tapi aku ngrasa dia natap aku terus. Sampai bulu kuduk aku merinding” Papar Embun sambil meraba tengkuknya.
”Perasaan kamu saja kali. Sudah gak usah bahas lagi. Laporan yang diminta pak Tedi sudah selesai belum?” Sinta mengubah topik pembicaraan.
Embun membuka laci meja kerjanya dan mengeluarkan 5 map sekaligus. Sinta yang melihat tidak percaya Embun sudah mengerjakan itu semua.
”Kamu yakin ini sudah selesai?” Sinta membuka map itu satu persatu.
”Sudah. Tapi benar apa tidaknya aku gak tahu.” Embun nyengir kuda.
”Siapa suruh dikumpulin pagi ini.” Lanjut Embun.
Sinta menghela nafasnya. Dia merasa hari ini akan jadi hari yang berat untuk Embun. Dia menata kembali map - map itu dan menyerahkannya pada Embun.
”Semoga beruntung.” Sinta menepuk pundak dan berlalu pergi.
Embun berdiri dan membawa semua map itu ke ruangan pak Tedi. Karena tidak ada orang Embun langsung masuk dan meletakkan mapnya di meja. Ketika Embun berbalik dia kaget karena ternyata pak Tedi sudah ada di belakangnya.
jga lupa minom obat ya dan istirahat yg cukup.
ditunggu lanjutan nya ya
tetap semangat thor 💪💪💪