NovelToon NovelToon
Kala Cinta Menggoda

Kala Cinta Menggoda

Status: tamat
Genre:Komedi / Tamat / Cintamanis / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:12.1M
Nilai: 5
Nama Author: Me Nia

Putri Kirana

Terbiasa hidup dalam kesederhanaan dan menjadi tulang punggung keluarga, membuatnya menjadi sosok gadis yang mandiri dan dewasa. Tak ada waktu untuk cinta. Ia harus fokus membantu ibu. Ada tiga adiknya yang masih sekolah dan butuh perhatiannya.

"Put, aku gak bisa menunggumu tanpa kepastian." Satu persatu pria yang menyukainya menyerah karena Puput tidak jua membuka hati. Hingga hadirnya sosok pria yang perlahan merubah hari dan suasana hati. Kesal, benci, sebal, dan entah rasa apa lagi yang hinggap.

Rama Adyatama

Ia gamang untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan mengingat sikap tunangannya yang manja dan childish. Sangat jauh dari kriteria calon istri yang didambakannya. Menjadi mantap untuk mengakhiri hubungan usai bertemu gadis cuek yang membuat hati dan pikirannya terpaut. Dan ia akan berjuang untuk menyentuh hati gadis itu.

Kala Cinta Menggoda

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

35. Menyentuh Hati yang Tidak Peka

Puput keluar menghampiri tamu pria bertopi yang berdiri membelakangi pintu. Berdehem sebagai kode agar orang tersebut membalikkan badan.

"Punten....dengan Teh Putri Kirana, bukan?!" Pria berkemeja kotak-kotak tersebut membungkuk ramah.

"Iya benar. Akang siapa ya?!" Puput merasa baru bertemu pria berpenampilan mirip sales itu.

"Saya kurir dari toko mebel Larisa, mau mengantarkan sofa atas nama Putri Kirana. Silakan ditandatangani dulu, Teh." ujarnya sambil menyerahkan faktur rangkap dua beserta pulpen.

Puput terkejut. Lalu menggelengkan kepala. "Saya tidak pesen sofa. Emang butuh sih tapi gak sekarang belinya. Belum ada dana."

Giliran akang kurir yang mengerutkan kening heran. "Sofanya sudah dibayar. Makanya saya antarkan. Ini benar kan nama dan alamatnya?!" meminta Puput untuk membaca faktur.

Puput tercengang dengan mulut menganga. Nama dan alamatnya benar. Dan harga sofa yang tercantum di faktur bikin ginjalnya seakan tercubit. Buru-buru mingkem saat alarm ibu terngiang di kepala.

"Aduh ini siapa yang beli...siapa yang bayar ya?!" Puput beralih meringis bingung dan penuh tanda tanya.

"Teh, mobilnya masih di pinggir jalan. Mau masuk terhalang mobil ini---" Kurir menunjuk sedan Civic warna hitam yang tak lain adalah milik Enin.

"Tunggu sebentar, Kang. Saya tanya dulu Ibu." Puput masih ingin memastikan siapa yang beli sofa atas namanya. Ia menghampiri meja makan dan bertanya kepada Ibu, tanpa canggung di depan Enin dan Cia yang turut menyimak.

"Apalagi Ibu...gak tau, Teh." Jawaban Ibu membuat Puput makin bingung. Aul pun yang duduk di samping Ibu menggelengkan kepala.

Ponsel Cia berdering saat semua orang nampak dalam keheranan. "Iya, Kak. Oh sebentar!"

"Put, Kak Rama mau bicara." Cia menyerahkan ponsel kepada Puput.

"Hallo, Pak Rama--" Puput tidak beranjak menjauh karena ponsel yang dipakai milik Cia.

"Eh, interupsi!" Enin geleng-geleng kepala sambil menggoyangkan telunjuk. "Jangan panggil Pak Rama dong...ini diluar jam kerja. Gak enak dengernya. Ganti, Aa atau Mas atau Kakak. Ulangi, Put!"

"HAHH!!!" Puput tercengang dengan mulut menganga. Deheman Ibu membuat ia segera melipat bibir.

Cia nampak menahan tawa geli dengan pura-pura menundukkan wajah. Enin bisa-bisanya mengerjai Puput disaat serius begini.

"Ahh Enin mah." Puput malah mengeluh dengan raut wajah protes. "Canggung ah, Nin." sambungnya sambil menggelengkan kepala.

"Gak bisa....gak bisa! Harus nurut sama Enin. Ayo ulangi!"

Gusti nu Agung...cobaan dariMu begitu berat.

Puput hanya mampu meratap dalam hati. Masa ospek dulu saat menjadi calon mahasiswa tidak setakut seperti sekarang ini diperintah seorang nenek yang tegas.

"Hallo....hmm....hmm...Aa Rama--" Ingin sekali Puput bersembunyi di kolong meja. Menyembunyikan wajah yang memanas karena menahan malu di hadapan banyak orang. Bisa dipastikan wajahnya merah seperti kepiting rebus. Lidahnya sangat kaku untuk berkata seperti itu.

Nun jauh di ibukota Jakarta. Di salah satu gedung pencakar langit. Seorang pria yang tak lain adalah Rama tertawa tanpa suara. Ia mendengar jelas interupsi Enin. Mendengar jelas pula suara Puput yang protes dengan perintah neneknya itu.

Hingga suara puput menyebut "Aa Rama" yang terdengar kaku dan ragu membuat Rama tersenyum semringah sambil berjalan mondar-mandir seperti setrikaan. Tidak mempedulikan Damar yang mencebik dan melempar dengan bulatan kertas mengenai dada. Karena merasa terganggu.

"Put, apa sudah ada yang kirim sofa ke rumah, belum?! Itu hadiah dari aku. Maaf ya...hanya bisa ngasih hadiah sofa." Rama mulai menyampaikan maksudnya menghubungi nomer Cia. Karena menghubungi nomer Puput tidak dijawab. Ia mampu bicara normal. Mampu menetralisir hati yang tengah berada dalam keriaan.

Kembali pada suasana hangat di rumah Ciamis. Dan barulah Puput tahu jika yang membelikan sofa adalah Rama.

"Oohh jadi bapak yang beli?! Deheman Enin membuat Puput sadar sudah salah menyebut panggilan.

"Pak, eh...Aa ini mah bukan hanya, tapi berlebihan karena harganya mahal lagi duh---" Puput tidak merasa senang malah merasa khawatir menjadi hutang budi.

"Itu rejeki kamu jangan ditolak. Sudah dulu ya...kasihan kurirnya kelamaan nunggu tuh."

Puput merasa diingatkan. Setelah mengucapkan terima kasih dengan segan kepada Rama, ia kembali ke depan menemui kurir.

Sofa minimalis berwarna hijau kombinasi krem diturunkan dan dipasang di ruang tamu. Puput tidak lupa memberikan uang tips saat kurir dan sopir akan pamit.

"Wow, bisa sehati gini milih warnanya. Apa janjian ya?!" Cia menggoda Puput karena warna baju dan sofa yang senada. Tanpa sungkan meloncat duduk mencoba sofa baru yang kainnya lembut dan busanya sangat empuk.

"Ih nggak tahu, bener deh. Ini malahan baju lebaran tahun kemarin." Tanpa malu dan gengsi Puput membuka kartunya. Mempersilakan Enin untuk duduk.

"Cia, fotoin Enin berdua sama Puput. Nanti foto rame-rame. Buat kenang-kenangan." Enin meminta Puput duduk di sisinya. Terlebih dulu menenangkan gadis berjilbab krem itu yang nampak muram mendapat hadiah sofa mahal.

"Jangan cemberut. Ini adalah rejeki dari Allah. Rama memberi karena kemauannya bukan karena kamu yang minta. Jangan mikir yang aneh-aneh. Senyum ya....kita foto dulu!"

Puput akhirnya menuruti nasehat Enin. Memasang senyum manis sambil merangkum bahu Enin. Berfoto sebanyak tiga kali dengan gaya berbeda. Selanjutnya foto bersama seluruh keluarga dalam suasana hangat penuh canda tawa. Semburat jingga perlahan meredup tersapu awan kelabu. Pergantian waktu menuju malam mulai ditandai dengan bersahutannya suara adzan magrib dari tiap masjid.

...***...

Ramadhan telah tiba. Aktifitas sehari-hari berjalan seperti biasanya. Puasa bukanlah suatu halangan untuk tetap bekerja dan menuntut ilmu. Kecuali Ibu Sekar yang total tidak berjualan selama ramadhan. Yang sudah menjadi komitmen tiap tahunnya. Yang sudah dimulai dua tahun ini. Menjadikan satu bulan dalam setahun libur berjualan, berganti totalitas beribadah ramadhan. Dengan bekal yang sudah disiapkan dari tabungan selama 11 bulan kemarin.

Jakarta

Suara dering ponsel yang distel nyaring membuat pemiliknya menggeliat dari tidur lelapnya. Ponsel yang tergeletak di bantal sampingnya akan terus bergetar sebelum dijawab.

Damar memaksakan membuka mata yang masih ngantuk. Menggeser icon jawab dan mendudukkan ponsel bersandar pada guling.

"Kak....Kak Damar bangun ih. Sahur!" Wajah Cia dengan suara yang berteriak nyaring tampil memenuhi layar.

"Hmm...bentar masih ngantuk." sahut Damar dengan suara serak khas bangun tidur.

"Jangan dirasa-rasa, Kak...nanti malah ketiduran lagi. Bablas deh kesiangan bangun. Pasang alarm dong kak jangan aku yang harus vc terus. Ngerepotin tahu---" Omel Cia. Ini sudah hari ketujuh Cia harus membangunkan Damar yang sudah dianggapnya sebagai kakak kedua setelah Rama. Dilakukannya karena permintaan Damar sejak awal puasa. Dan ia nurut-nurut saja karena kasihan pria bujangan itu sendirian di apartemen. Padahal punya orangtua yang juga tinggal di Jakarta. Tapi malah memilih hidup mandiri.

"Alarm gak mempan, Cia. Mempannya sama suara bawel kamu. Nih kantuk langsung ilang karena diomelin si imut yang galak." Damar memiringkan badan menatap layar ponsel dengan mata yang membuka sempurna.

"Dih...udah nyuruh...ngeledek lagi." Cia mencebikkan bibir. "Makanya buruan nikah...biar ada yang nemenin tinggal di apartemen, biar ada yang bangunin langsung tiap sahur," sambungnya masih dalam mode mengomel.

"Hayu....mau nikah kapan? I'm ready." Damar tersenyum menyeringai menatap raut wajah yang cantik alami meski nampak cuek dengan rambut setengah berantakan karena baru bangun.

"Ck, gak bisa ya kalau bicara serius." Cia berkacak pinggang dengan bibir mengerucut. Mengira nasihatnya ditanggapi dengan canda.

"Kak Damar makan sahur sama apa?" Cia beralih perhatian pada menu.

Damar bangun terduduk sambil menguap panjang. "Beli fastfood aja yang praktis tinggal dipanasin doang."

"Duh...makanannya begitu lagi. Jangan sering-sering, Kak. Gak baik buat kesehatan. Padahal selama puasa pulang ke rumah kek, atau tinggal sama Kak Rama. Biar menu makannya lebih terjamin. Ada sayurannya...gak daging melulu." Cerocos Cia makin panjang.

"Nanti deh pulangnya udah deket lebaran. Jadi selama di sini, tiap hari kamu harus bangunin. TITIK!" Damar beranjak turun sambil membawa ponselnya menuju pantry.

"Cia udah sahur belum?!" Damar menyalakan microwave untuk memanaskan nasi dan ayam goreng yang tersimpan di meja.

"Nggak sahur. Hari ini mulai libur." Cia nampak menutup mulutnya yang menguap panjang.

"Yes...kalau gitu temani aku sahur yak. Jangan dimatiin hapenya. Aku cuci muka dulu." Damar mendudukkan ponsel di phone holder. Setengah berlari menuju kamar mandi dulu.

Cia menatap Damar yang sibuk menyiapkan piring dan air minum. Semua gerak geriknya masih tertangkap layar. "Kak, sambil nunggu hangat, seduh dulu susunya biar hemat waktu. Ini udah jam 4 nih..."

Damar menghela nafas berat. Tiap sahur Cia selalu mengingatkan untuk minum susu. Kadang dituruti kadang diganti kopi tanpa sepengetahuan gadis berambut hitam lurus sebahu itu.

"Jangan susu terus ya! Kayak bayi aja minum susu. Aku mau ngopi." Damar mendekatkan wajah ke layar dengan mimik memelas.

Cia memperhatikan wajah yang sudah lebih segar usai cuci muka. Bahkan rambut sisi nampak basah, menurutnya menambah ketampanan sahabat dari kakaknya itu. Sejenak ia mengagumi dengan seulas senyum samar.

"Ga bisa...gak bisa!" Kembali Cia memasang wajah galak. "Minum susu setiap sahur itu menambah nutrisi dan stamina akan terjaga sepanjang hari."

"Hmm, jangan-jangan....kemarin-kemarin gak nyeduh susu ya?!" Cia menatap tajam penuh selidik. Enam hari ke belakang ia sekadar membangunkan, tidak menemani sahur seperti hari ini.

Damar menjawab dengan seringai dan mengangkat dua jari membentuk simbol V.

Cia mendecak. "Awas mulai sekarang kalau gak nurut, aku gak akan bangunin sahur lagi!"

"Iya-iya...jangan galak-galak dong. Nanti cantiknya nambah." Damar mengedipkan sebelah mata. Lalu memperlihatkan menyeduh susu di depan layar. Jadilah acara makan sahur ditemani Cia sambil ngobrol santai. Tawa renyah Cia yang bercerita hal lucu menjadi moodboster kala harus menghabiskan segelas susu.

"Udah imsak, Kak. Sana gosok gigi dulu! Nanti minum lagi air hangat agak panas segelas. Dijamin sepanjang hari tenggorokan tidak akan kering." Cia pun berniat menyudahi sambungan videonya karena ingin melanjutkan tidur.

"Oke...adek manis. Makasih untuk waktunya. Jangan lupa mimpiin Abang ya!" Damar terkekeh melihat reaksi Cia yang memeletkan lidah.

Cia...Cia...tidakkah hatimu peka?!

Kesunyian kembali menyergap ruang dan relung hati. Damar menatap layar yang sudah hitam itu. Berharap suatu hari ada keajaiban. Akan berusaha dengan caranya. Memohon pada Yang Maha membolak balikkan hati.

...***...

Meeting selama dua jam bersama manajer keuangan baru saja usai dengan hasil yang memuaskan. Keuangan perusahaan yang sehat bisa mengucurkan dana THR untuk seluruh karyawan yang akan dibagikan maksimal H-7. Rama sudah menandatangani berkas persetujuan total dana THR itu.

Beralih merilekskan otak yang tegang karena keras berpikir. Dengan membuka galeri ponsel. Menatap seraut wajah cantik berbalut jilbab krem yang tengah tersenyum manis. Cia mengirimkannya waktu Enin meminta difoto berdua. Cia mencuri kesempatan mengambil foto close up Puput.

"Cantik." Tidak bosan-bosan Rama bergumam kata itu. Beruntung tidak ada Damar karena ditugaskan sidak ke RPA cabang Tangerang.

Sudah seminggu menahan diri tidak menghubungi mojang Ciamis itu. Sambil menguji, berharap Puput ada inisiatif menghubunginya sekadar mengucapkan selamat berbuka puasa mungkin. Tapi nihil.

Hah! Kenapa aku makin terbius pesona cewek super cuek ini sih. Aneh....

Rama dengan gemas melakukan zoom in zoom out pada foto Puput dengan senyum bak iklan pasta gigi itu.

Harus modus apalagi sekarang....biar hati Puput peka.

Rama mengetuk-ngetuk jari ke meja. Memikirkan alasan karena sekarang ini ingin sekali menghubungi mojang Ciamis itu. Beralih membuka tutup layar sambil menunggu muncul inspirasi. Sayangnya, jempol terpeleset lebih dulu menyentuh log dengan nama Putri Kirana.

"Assalamu'alaikum, Pak Rama---"

Tbc...

1
As Hen
mosus haahaaa
As Hen
mahal bener put 30rb
Mega Wati
wah... apakah akan jadi pertemuan pertama akbar sama ami...
Elsi 🌻
jangan permen dong Mi, kebagusan.. bilang aja "kendi".. 🤭
Mega Wati
Gak sabar pengen tau gimana pertemuan Ami sama Akbar... 😁😁
Elsi 🌻
ah, jadi kangen masa² pedekatenya Papa Rama..
Elsi 🌻
duh, aduh, banjirr.. gimana inii..
Elsi 🌻
kau cantik hari ini.. dan aku suka.. 🎶
Elsi 🌻
bomat dah daripada gegana.. yegak, pap?
who i am ?
woww sama kaya tanggal n bulan pernikahan akuu...
Elsi 🌻
duh, ngilerr.. 🤤
Elsi 🌻
iya, Mi.. temenan ama lumba².. /Joyful/
Elsi 🌻
serius baru ini denger ada org syukuran buat mobil baru.. biasanya mah syukuran rumah baru or pergi haji/umroh..
Elsi 🌻
Teh Nia, satu dari sedikit author di NT yg mau bersusah payah nyari referensi utk menceritakan latar tempat.. 💖🙌🏻 kebanyakan yg lain, monmaap, cuma asal jadi sehingga info yg dikasi ke pembaca banyak kelirunya..
Elsi 🌻
tergantung Bunda Ratih ini mah, baik buruknya gimana.. jelek di mata orang blom tentu jelek di mata kita.. yg jelas korbannya disini adalah Panji dan adiknya, korban dari keegoisan para orangtua..
Elsi 🌻
lah.. kok jadi kepengen nyanyi Sembako Cinta ini.. /Joyful/
Elsi 🌻
expert banget dah papa buye emang.. jam terbang tinggi.. 😅
Elsi 🌻
Aul ama Panji aja deh.. lebih unyu² gimana gitu.. *netijen ngatur
Elsi 🌻
ayok yg mau lamaran bisa dicontek ini kata²nya.. 🤭
Elsi 🌻
betul a', harus sat set.. kayak misalnya mo ngadain acara lamaran eh malah dijadiin acara nikahan.. 🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!