Raya Syakila harus menerima nasib buruk saat ia pulang ke Indonesia. Rumah mewah orangtuanya telah di sita dan keluarganya jatuh miskin seketika.
Dia harus bekerja sebagai pengasuh seorang pria tampan yang lumpuh bernama Nevan, semata-mata karena dia sangat membutuhkan pekerjaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chyntia R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35 - Perasaan yang tidak enak
Pagi harinya, Nev yang terbangun dan langsung tersadar bahwa sekarang ia tengah berada di sofa ruang kerjanya.
Nev mengucek mata beberapa kali, memandang detik waktu yang terpampang nyata di dinding, kemudian mulai mencari-cari ponselnya sendiri.
Nev menekan nomor panggilan cepat yang sudah diaturnya lebih dulu-- yakni panggilan yang langsung menghubungkan pada ponsel Raya.
Nev mengernyit mendengar suara operator yang menyahuti panggilannya.
"Kenapa tidak aktif?" gumamnya bermonolog pada diri sendiri.
Nev memandang ke layar pipih miliknya itu dengan perasaan bingung, namun dia buru-buru menepis pikiran aneh, menyangka jika ponsel Raya pasti tengah dalam kondisi kehabisan baterai.
Karena tak ada bantuan Raya atau siapapun, Nev berusaha bangkit sendiri dan mendudukkan diri di kursi rodanya secara mandiri.
Dalam sekali gerakan cepat, ternyata dia sudah bisa melakukannya lagi dan itu cukup membuatnya speechless pada dirinya sendiri.
"Lumayan..." gumamnya bangga.
Kemudian dia membawa diri menuju ke kamar pribadinya, dia berharap Feli tak ada lagi disana. Bahkan dia berharap jika malam tadi Feli tak menyentuh ranjangnya sama sekali.
Nev masuk ke kamarnya dan tidak ada siapa-siapa disana. Baguslah Feli tahu diri untuk tak tidur diranjangnya semalam dan dia kembali menelepon ke nomor Raya untuk meminta bantuan wanita itu karena dia akan mandi pagi sekarang.
Sayangnya, lagi-lagi nomor Raya tidak aktif, bahkan berada diluar jangkauan.
Nev berdecak lidah, sedikit kesal namun dia buru-buru membuka kaosnya sendiri dan menuju kamar mandi. Dia berharap saat mandinya selesai nanti, Raya sudah berada di kamarnya sembari menyediakan baju gantinya.
Sampai kegiatan mandinya selesai, tidak ada tanda-tanda kehadiran Raya dikamarnya, membuatnya berpikir jika Raya kembali kesiangan bangun seperti beberapa hari lalu.
Kepalanya justru dipenuhi wajah Raya yang tertidur dengan mulut ternganga, membuat senyumnya terbit dari sudut bibir dan melengkung sempurna.
Nev buru-buru mengenyahkan pemikiran itu, karena dia harus segera memakai pakaian.
"Baiklah, kali ini aku tidak akan marah walaupun kamu terlambat datang ke kamarku." ucapnya bermonolog sendiri.
Ia bersiul dengan girang, sembari memilih bajunya sendiri walau itu cukup merepotkan karena kondisinya yang duduk dikursi roda.
Ingin marah, tapi mengingat Raya, dia pasti tidak bisa memarahinya saat bertemu nanti.
Apalagi mengingat senyum merekah Raya malam tadi, saat mereka menghabiskan waktu di pasar malam. Senyuman yang tulus dan sudah lama tak dia lihat ada pada perempuan disekelilingnya.
"Aku tidak akan memarahimu nanti, tapi hari ini aku pastikan akan menjahilimu lagi." Ucapnya terkekeh sendiri.
Nev sadar bahwa sekarang dia sudah seperti memiliki kepribadian baru yang sangat aneh. Tertawa sendiri, bicara sendiri dan bahkan sering berdebar-debar tanpa kendali.
Apa ada yang tahu kenapa dia seperti itu?
Ya, ya, mungkin karena dia sedang bahagia.
Tapi... yakin hanya itu saja?
Atau karena dia memang telah jatuh?
Nev tersenyum dan meraih kemejanya dari lemari. Memakai itu dengan tergesa, lalu menyelesaikan kelengkapan penampilan yang lainnya.
Ia bahkan berdehem-dehem sendiri saat bercermin dan memakai dasi--mengingatkan pada satu momen dimana matanya menatap tajam pada seorang wanita muda yang membuka simpul dasinya dengan sangat tergesa-gesa karena efek gugup.
Setelah selesai dengan penampilannya, Nev segera keluar dari kamar dan kehadiran Feli dihadapannya, membuat mood-nya yang tadi baik menjadi berantakan.
"Kau sudah siap? Ya ampun, maaf aku telat..." kata Feli penuh penyesalan.
Demi apapun, bukan Feli yang Nev harapkan hadir dihadapannya saat ini.
"Kau tidak usah berlagak mengurusiku, Fel. Jika jam bangunku pun kau tidak tahu." ucap Nev tak acuh.
Feli tertunduk, tidak biasanya wanita itu menjadi seseorang yang pendiam. Entahlah apa yang terjadi padanya setelah semalam Nev mengusirnya.
Nev menuju Lift tanpa mau didampingi oleh Feli. Feli pun hanya bisa menghela pasrah atas penolakan yang Nev lakukan secara terang-terangan.
Sampai diruang makan, Nev tetap tak melihat Raya.
Nev menjadi berpikir, apa Raya terlalu telat bangun? Haruskah dia mendatangi kamar wanita itu untuk membangunkannya?
Nev bahkan sudah mandi, sudah bersiap dan kini sudah ada diruang makan, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Raya. Dimana Raya?
Suara Nenek menyambut kedatangannya di ruang makan.
"Nev, ayo sarapan..." kata Nenek lemah lembut.
Nenek tersenyum kepadanya, ia tahu senyuman itu tulus dan berhasil membuatnya mengingat sebuah senyum ketulusan dari seorang wanita yang belakangan hari selalu ada didekatnya.
Nev hanya mengangguk untuk menjawab ajakan Neneknya.
Kehadiran Bi Asih yang membawakan nampan kopi ke meja makan, kini menjadi perhatian Nev, hingga kemudian ucapan Nev yang penasaran akan keberadaan Raya pun tercetus begitu saja.
"Bi, Raya mana? Apa belum bangun?" tanya Nev pada wanita paruh baya dengan hijab dikepala itu.
Bi Asih menoleh pada Nev, lalu memberi isyarat gelengan kepala.
"Bibi tidak tahu dimana Raya?" tanyanya tak mengerti maksud yang diberikan Bi Asih.
Bi Asih diam dan segera pamit undur diri menuju dapur, Nev ingin marah karena sikap abai yang ditunjukkan Bi Asih, tapi suara Neneknya lebih dulu menginterupsi.
"Kemarilah, Nev..." kata Nenek.
Nev pun mendorong kursi roda secara mandiri untuk menghampiri meja makan.
"Mana Feli?" tanya Nenek seakan mengalihkan pertanyaan.
Nev menghela nafas panjang. Kemudian menunjuk pada kehadiran Feli ditengah-tengah mereka dengan sorot matanya.
"Hai, Nev... Hai, Nek..." sapa Feli yang terlihat kembali ceria.
Perasaan Nev mendadak tidak enak, Dia segera menatap Nenek dengan serius.
Nenek memberinya isyarat lewat sorot mata dan Nev menangkap maksud itu.
Baiklah...
"Ayo kita sarapan dulu. Kamu mau ke kantor kan?" tanya Nenek kembali mengalihkan keadaan.
Nev mengerti jika ada sesuatu yang akan dijelaskan sang Nenek padanya, mungkin itu nanti--setelah semua selesai dengan sarapan masing-masing.
Nev menuruti keinginan Nenek untuk sarapan, tapi dia tidak bisa bersikap munafik didepan Nenek-- untuk pura-pura harmonis dengan Feli seperti yang selama ini dia lakukan dihadapan Neneknya itu.
Nenek sudah tahu rumah tangganya yang diujung tanduk, jadi diapun tidak segan untuk menolak tegas apapun tawaran Feli yang ingin menyediakan makanannya.
"Tidak usah," ucapnya tegas pada Feli yang bersiap mengambilkan makanan untuk diletakkan dipiringnya.
Dengan perlahan, Feli menarik kembali tangannya yang sudah terulur kearah makanan.
"Atau kamu mau kopi?" tawar Feli segera ingin meraih cangkir untuk menuangkan kopinya.
"Tidak usah, Fel. Kau dengar itu kan?" senggaknya, membuat wajah Feli pias seketika.
Nenek terlihat santai sembari menyuap setiap makanan kedalam mulutnya sendiri. Seolah tengah menyaksikan dan menilai interaksi antara Nev dan Feli sekarang.
"Apa kau tahu dimana Raya?" kini Nev menanyakan hal itu pada Feli.
Feli menggeleng cepat secara berulang.
"Oke, karena tak ada yang mau mengatakan padaku dimana Raya. Aku sendiri yang akan mencarinya ke kamarnya." ucap Nev lantang.
"Nev ..." Nenek mencegah keinginannya, menggelengkan kepala sebagai isyarat agar Nev tak melanjutkan rencananya itu.
"Disini ada aku, Nev. Kenapa harus selalu mencari Raya." ucap Feli dengan nada sendu.
"Karena Raya pengasuhku." kata Nev cepat.
"Aku juga bisa mengasuhmu, Nev." sanggah Feli.
Nev tertawa hambar, tawa yang seakan tengah mengejek Feli.
"Benar yang dikatakan Feli, Nev. Feli itu istrimu, seharusnya dia yang mengasuhmu saat kondisimu seperti ini," selah Nenek tiba-tiba.
Dan Nev terkekeh pelan. "Feli sendiri yang mencari pengasuh untukku, Nek." jawab Nev tenang.
"Benar begitu, Fel?" tanya Nenek mengarah pada Feli.
Feli mengangguk. "Iya, Nek. itu karena Nev tidak mau Feli sentuh."
Nenek mengernyit. "Kenapa? Bukankah sentuhan suami istri itu hal lumrah?"
"Nev tidak mau." jawab Feli cepat.
"Lalu siapa yang memilih Raya untuk menjadi pengasuh Nev?" tanya Nenek lagi, Nenek mempunyai pemikiran jika Nev dan Raya mungkin saja telah lama mengenal sebelum Raya bekerja dirumah ini.
"Tentu saja Feli, Feli yang membawa Raya kerumah ini. Aku mengenal Raya dari Feli." jawab Nev menjawab semua rasa penasaran dikepala Neneknya.
Feli tertunduk mendengar ucapan suaminya itu.
"Fel, kamu yang menghadirkan Raya disini. Itu berarti kamu harus tahu resikonya." kata Nenek bijak.
"Mau bagaimana lagi, Nek? Nev tidak mau Feli sentuh." sahut Feli tak mau kalah.
Nenek terdiam, lalu menatap ke manik mata Nev. Dan Nev melakukan hal yang sama, seolah berinteraksi lewat mata pada sang Nenek.
"Sudahlah, jangan bahas kenapa Raya bisa ada dirumah ini." kata Feli lagi.
Nev menggelengkan kepala mendengar ucapan Feli yang tak mau disalahkan itu.
"Ya sudah, kalau begitu jawab saja pertanyaanku, mana Raya? Kenapa dia belum tiba disini? Apa kau menyuruhnya melakukan tugas diluar tugasnya?" tebak Nev.
Feli melotot. "Tentu saja tidak, Raya sudah tidak kelihatan sejak pagi." jawab Feli.
Deg...
Perasaan Nev yang tak enak sejak tadi, semakin merasa kalut sekarang.
Sepersekian detik berikutnya, Nev memandang Nenek yang masih santai menghirup aroma tehnya dan saat itu juga, Nev menyadari bahwa ada tindakan yang telah Neneknya lakukan tanpa sepengetahuannya.
...Bersambung ......