Dinda, 24 tahun, baru saja mengalami patah hati karena gagal menikah. Kehadiran seorang murid yang bernama Chika, sedikit menguras pikirannya hingga dia bertemu dengan Papa Chika yang ternyata adalah seorang duda yang tidak percaya akan cinta, karena kepahitan kisah masa lalunya.
Akankah cinta hadir di antara dua hati yang pernah kecewa karena cinta? Mampukah Chika memberikan seorang pendamping untuk Papanya yang sangat dia sayangi itu?
Bila hujan tak mampu menghanyutkan cinta, bisakah derasnya menyampaikan rasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menentang Perjodohan
Mobil Dio berhenti di depan sebuah butik besar di tengah kota itu, tidak jauh dari apartemen yang akan mereka tuju.
Kemudian dia segera membukakan pintu mobil, menggandeng Dinda turun dari mobil itu, dan mereka kemudian hendak masuk ke dalam butik itu.
"Pak Dio, kenapa kita masuk ke butik itu?" tanya Dinda yang kemudian menghentikan langkahnya.
"Aku akan membelikanmu beberapa pakaian untukmu! Kau tak usah pikirkan pakaianmu yang basah terkena banjir itu!" jawab Dio.
"Tapi Pak, beli di toko biasa kan bisa, tidak perlu masuk ke butik mewah ini, saya tidak terbiasa memakai pakaian yang mahal-mahal!" tukas Dinda yang terlihat ragu-ragu untuk memasuki butik itu.
"Ini butik langganan keluargaku, sudahlah ikut saja aku, kau jangan banyak membantah!" ujar Dio yang kembali menggandeng tangan Dinda masuk ke dalam butik besar itu.
Seorang pelayan butik kemudian datang menyambut kedatangan Dio yang bersama dengan Dinda itu.
"Selamat malam Pak Dio! Ada yang bisa di bantu?" tanya pelayan butik itu ramah.
"Tolong kau bantu pilihan pakaian yang cocok untuk kekasihku ini!" sahut Dio.
"Kekasih?"
"Ya, kekasih, calon istri! Kau tidak dengar??" tegas Dio.
"Ba-baik Pak, mari Mbak!"
Pelayan butik itu kemudian langsung mengajak Dinda masuk ke dalam untuk memilih milih pakaian, banyak berbagai macam pakaian yang terpanjang di sana, dan harganya juga sangat fantastis.
Sementara Dio mengikutinya dari belakang.
"Ini pakaian model terbaru, juga ada beberapa yang limited edition, silahkan Mbaknya suka yang mana, ada juga yang bahannya lembut dan nyaman di kulit, di rancang khusus oleh desainer terkenal lho!" jelas si pelayan butik itu.
Dinda bingung melihat beragam pakaian-pakaian mahal itu, seumur hidupnya dia tidak pernah memakai pakaian yang harganya melebihi seratus ribu.
Namun pakaian-pakaian yang kini ada di hadapannya, harganya bahkan mencapai jutaan, membuat Dinda sedikit shock.
"Ehm, Pak Dio, sepertinya Mbaknya bingung deh mau pilih yang mana!" kata si pelayan Butik.
Dio kemudian mendekati Dinda dan merangkul lembut bahunya.
"Apa perlu aku yang memilihkannya untukmu sayang?" bisik Dio.
"Pak Dio, kita cari toko lain saja, ini terlalu mahal buat saya, sayang uangnya Pak!" ucap Dinda.
"Hmm, uang lagi yang kau pikirkan, kalau begitu biar aku yang memilihkannya untukmu, asal kau tau, dirimu jauh lebih mahal dari semua pakaian yang ada di butik ini!" ucap Dio.
Kemudian Dio segera memilihkan beberapa pakaian yang dilihatnya cocok untuk Dinda, sekalian memilihkan juga pakaian dalam untuk Dinda.
Setelah selesai memilihkan beberapa pakaian itu, kemudian Dio segera membayarnya di kasir.
"Nanti akan aku Cicil membayar semua pakaian ini padamu Pak!" kata Dinda.
"Tidak perlu! Gajimu tak akan cukup!"
"Lagi-lagi kau meremehkan profesiku!" sungut Dinda.
"Aku bukan meremehkan! Aku hanya berbicara fakta saja!" sahut Dio.
Dinda terdiam, tidak bisa lagi menyangkal ucapan Dio.
Memang benar gajinya sebagai guru tidak cukup kalau untuk membeli pakaian mahal yang ada di butik tadi.
Hanya orang-orang kaya yang uangnya melimpah baru bisa membeli semua barang-barang yang mahal dan mewah.
Tak lama kemudian mereka sudah sampai di sebuah apartemen berlantai sembilan.
Apartemen itu adalah apartemen mewah, yang berada di tengah-tengah kota Jakarta, dengan lampunya yang gemerlap di malam hari itu.
Dio kemudian menggandeng tangan Dinda masuk ke dalam apartemen itu, kemudian naik ke atas, ke lantai lima dengan menggunakan lift.
Dio kemudian mulai membuka pintu apartemennya yang terletak di ujung koridor.
Saat pintu dibuka, mata Dinda terbelalak, apartemen itu begitu mewah dan megah, meskipun tidak terlalu luas kamarnya, namun modelnya mewah dan minimalis, lebih bagus daripada kamar hotel bintang lima.
"Masuklah sayang, mulai saat ini kau tempatilah Apartemen ini, kau jangan lagi tinggal di tempat kosan yang sempit itu, kau Jangan berpikir apapun atau menolaknya!" ucap Dio yang membimbing Dinda duduk di sofa yang empuk itu.
"Tapi ... ini terlalu berlebihan! Apakah ini milik keluargamu?" tanya Dinda.
Dio tertawa mendengar pertanyaan Dinda.
"Kau pikir aku masih menumpang dengan orang tua? Apartemen ini adalah milikku, yang aku beli dengan uang hasil kerjaku!" jawab Dio.
"Kau hebat Pak Dio, sudah sukses di usia muda!" puji Dinda.
"Jangan terlalu sering memujiku! Nanti kau akan semakin cinta padaku!" sahut Dio sambil mencubit pipi Dinda, wajah Dinda langsung bersemu merah.
"Trimakasih Pak Dio!" ucap Dinda.
"Sekarang kau beristirahatlah, semua fasilitas sudah ada di sini, kalau ada apa-apa langsung hubungi ponselku ya! Kalau begitu aku pulang dulu ke rumah!" kata Dio yang kemudian berdiri dari tempatnya.
"Oh ya, besok aku akan berangkat lebih pagi dari rumah bersama Chika, Aku akan menjemputmu ke sekolah!" lanjut Dio.
"Aku bisa berangkat sendiri!"
"Jangan membantah! Mulai sekarang aku yang akan mengantar jemputmu, karena kau bukan lagi single!" ujar Dio.
"Tapi ..."
"Ku bilang jangan membantah, Sudahlah, kau istirahat ya, aku pamit pulang! Selalu kunci dari dalam pintunya ya!" Dio mengecup bibir Dinda sekilas, kemudian dia bergegas melangkah meninggalkan apartemannya itu.
****
Dio kemudian langsung melajukan mobilnya menuju ke rumahnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 malam, tak lama kemudian dia pun sudah sampai di rumahnya itu.
Setelah turun dari mobilnya, Dio langsung masuk ke dalam rumahnya.
Pak Frans dan Bu Lian nampak masih duduk menunggunya di ruang keluarga, Dio pun segera ikut Duduk bergabung dengan mereka di sana.
"Dio! Apakah kau masih menghargai kami sebagai orang tuamu?!" tanya Bu Lian.
"Tentu saja bunda!" sahut Dio.
"kalau begitu, Kenapa kau tadi pergi begitu saja? Pada saat Ayah dan Bunda ingin memperkenalkan mu pada anak teman bisnis Ayahmu itu!" tanya Bu Lian lagi.
"Maafkan aku bunda, sesungguhnya saat ini aku sedang menjalin hubungan dengan seseorang, dan aku tidak mau Ayah dan Bunda menjodohkan aku lagi seperti dulu!" jawab Dio.
"Dulu mungkin Perjodohan mu adalah suatu kesalahan! Tapi apa salahnya kalau kau menjajaki seseorang untuk lebih mengenalnya?!" ujar Bu Lian.
"Cukup Bunda! Pengalaman dulu cukup membuat aku belajar! Aku dan Ranti adalah korban dari Perjodohan kalian! Dan aku tidak mau itu terulang kembali dalam hidupku!" Kata Dio.
"Oke, tapi bukan berarti kau bisa sembarangan memilih jodohmu!" sahut Bu Lian.
"Apa maksud bunda?" tanya Dio.
"Memilih jodoh itu harus memperhatikan bibit, bobot, dan bebet, dari mana Dia berasal, bagaimana keluarganya, dan tahu masa lalunya!" jawab Bu Lian.
"Sudah cukup! Sebaiknya kau istirahat saja Dio, besok kita bicara lagi!" sergah Pak Frans yang sejak tadi diam saja.
"Baik Ayah!" sahut Dio.
"Ayo Bun, tenangkan hatimu, ingat darah tinggimu!" ujar Pak Frans yang kemudian berdiri menggandeng Bu Lian dan langsung melangkah menuju ke kamar mereka.
Bersambung ...
*****