Aku Memang Wanita Murahan

Jangan lupa like komen dan votenya yah

Terimakasih

_

David merasa seperti hidupnya berputar tanpa arah setelah pertemuannya dengan Arini. Meski mereka sepakat untuk memberi jarak, hatinya tidak bisa sepenuhnya tenang. Setiap kali ia melihat pesan masuk dari Lara atau memikirkan Arini, perasaan campur aduk kembali menghantuinya.

Beberapa hari setelah pertemuan itu, David memutuskan untuk menghabiskan waktu di tempat yang biasanya membangkitkan kenangan indah—taman yang sering ia kunjungi bersama Arini. Taman itu sekarang terasa sepi dan hening, seolah mencerminkan kekosongan di dalam hatinya.

Saat berjalan di antara pepohonan, ia melihat pasangan-pasangan lain yang tampak bahagia, dan hatinya semakin tertekan. “Apa yang salah dengan aku?” gumamnya pada diri sendiri. “Kenapa aku tidak bisa membuat keputusan yang benar?”

Momen-momen yang dihabiskan di taman itu mengingatkannya pada semua kenangan indah yang pernah ia bagi dengan Arini. Ia teringat saat mereka duduk di bangku favorit mereka, berbagi cerita dan tertawa, tanpa tahu bahwa masa depan mereka akan rumit seperti sekarang.

David merasakan dorongan untuk menghubungi Arini, tetapi ia ragu. Apakah ia siap untuk menghadapi kenyataan bahwa mereka mungkin harus menjauh? Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Lara muncul di layar.

🗨️ Lara: "David, aku ingin berbicara. Apakah kita bisa bertemu?"

Hatinya berdebar. Lara tampaknya merasakan ketidakpastian yang sama. Ia menjawab,

🗨️ David: "Tentu, kapan?"

Setelah mengatur waktu, David merasa gelisah. Pertemuan ini mungkin akan menentukan arah hidupnya. Ia tahu bahwa saat bertemu Lara, ia harus siap untuk menghadapi semua perasaannya dan mengambil keputusan.

***

Hari pertemuan dengan Lara tiba. Mereka sepakat untuk bertemu di tempat yang sama di mana mereka pertama kali bertemu saat ia masih berkuliah. Ketika David tiba, ia melihat Lara sudah menunggu dengan wajah yang sedikit tegang.

“Kak David,” sapa Lara, mencoba tersenyum meski matanya menunjukkan keraguan.

“Lara, terima kasih sudah datang,” jawab David, merasakan beban di dadanya.

"Lihat tempat ini, masih sama seperti awal kita bertemu" ucap Lara begitu David duduk di hadapannya

"Aku masih ingat 13 tahun yang lalu kak David duduk tepat di tempat yang lagi kakak duduki sekarang, waktu itu kakak juga lagi sama temen temen kuliah kakak"

"Trus waktu itu kakak main permainan sama temen temen kakak kayanya semacam taruhan trus kakak kalahkan"Lara terbahak sejenak ketika mengingat awal pertemuan nya dengan David

"Eh tiba tiba kakak nyamperim meja aku sama temen temen aku"

"Hai nama kamu siapa?" Lara menirukan gaya bicara David

"Hahah tiba tiba kakak nanya itu ke aku, trus tiba tiba minta pin BB aku"

"kalo diinget inget waktu itu harusnya aku ga kasih pin BB aku, mungkin sekarang ga bakalan aku ga bakalan kaya gini" ekspresi wajah begitu terbaca bahwa ada penyesalan di hati wanita yang kini berusia 26 tahun itu.

"Aku minta maaf"David begitu merasa bersalah karena perbuatannya membuat seorang perempuan kehilangan kehidupan

“Mungkin kita perlu berbicara dengan jujur,” kata Lara, matanya menatap dalam ke mata David. “Aku tidak bisa terus hidup dalam ketidakpastian.” ucap Lara setelah beberapa saat termenung

David mengangguk. “Aku merasa hal yang sama. Aku ingin memberi kejelasan, tetapi aku juga tidak ingin menyakiti kamu.”

“Jadi, apa yang kamu inginkan?” tanya Lara, suaranya tenang tetapi tegas.

David menghela napas. “Aku telah memikirkan semuanya. Aku mencintaimu, tetapi aku juga mencintai Arini. Ini semua sangat membingungkan.”

Lara menunduk, mengatur emosi. “David, aku tidak ingin menjadi penghalang antara kamu dan kebahagiaanmu. Jika kamu merasa lebih baik dengan Arini, aku akan pergi.”

“Tidak, Lara. Aku tidak ingin kehilanganmu,” David berseru, hatinya terasa sakit. “Tapi aku juga tidak ingin membuat keputusan yang terburu-buru. Aku harus jujur pada diriku sendiri.”

“Aku menghargai kejujuranmu, tetapi aku juga tidak bisa menunggu selamanya. Apa pun yang terjadi, aku ingin kamu tahu bahwa aku mencintaimu,” kata Lara, suaranya bergetar.

David merasa tertekan. “Aku tahu ini sulit. Mungkin kita bisa memberi waktu satu sama lain untuk berpikir. Aku perlu memahami apa yang benar-benar aku inginkan.”

Lara mengangguk, matanya berkaca-kaca. “Baiklah. Aku akan memberi kamu waktu. Tapi ingat, jika kamu memutuskan untuk kembali kepada Arini, aku akan merasa hancur.”

David merasakan berat di hatinya. “Aku tidak ingin menyakiti kamu. Ini semua sangat sulit bagi kita berdua.”

Setelah beberapa saat berbicara, mereka berdua memutuskan untuk pulang. Ketika David melangkah pergi, ia merasakan berat yang tidak bisa dijelaskan. Ia tahu bahwa ia harus segera membuat keputusan, tetapi jalan mana yang harus ia ambil?

***

Beberapa hari setelah pertemuan itu, David merasa semakin bingung. Dalam hatinya, ia ingin kembali ke masa-masa bahagia bersama Arini, tetapi ia juga merindukan semangat yang dibawa Lara. Ia mulai merenung tentang apa yang sebenarnya ia inginkan dari hidupnya.

Suatu malam, setelah seharian bekerja, David memutuskan untuk menulis. Ia mengambil buku catatan dan mulai mencurahkan semua perasaannya ke dalam tulisan. Ia menuliskan kenangan indah dengan Arini dan Lara, mencoba memahami apa yang membuat masing-masing dari mereka begitu spesial.

“Lara adalah sahabat dan kekasih yang selalu ada untukku. Dia tahu bagaimana cara membuatku merasa tenang dan nyaman dan membangkitkan semangat ku. Namun, Arini memberiku kehangatan dan cinta yang tulus. Tapi mana yang lebih penting?” tulis David, menatap catatannya dengan penuh keraguan.

Saat ia menulis, David mulai memahami satu hal: ia tidak bisa terus hidup dalam ketidakpastian. Ia harus berani mengambil risiko dan menghadapi konsekuensi dari pilihannya.

Dengan semangat baru, David memutuskan untuk menghubungi Arini lagi. Ia merasa bahwa ia harus berbicara secara terbuka tentang perasaannya dan memberi kejelasan pada hubungan mereka.

“Arini, bisakah kita bertemu lagi? Ada yang ingin aku bicarakan,” tulis David di pesan singkat.

Arini membalas dengan cepat.

🗨️ David: “Tentu, kapan?”

David merasakan jantungnya berdebar saat menyiapkan diri untuk pertemuan itu. Ia tahu bahwa kali ini, ia harus mengambil langkah berani untuk menjelaskan apa yang ada di dalam hatinya dan membuat keputusan yang akan mengubah hidupnya selamanya.

Saat malam tiba, satu hal yang pasti: perjalanan ini belum berakhir, dan David masih harus menemukan jalan menuju kejelasan dalam hidupnya. Dengan tekad yang bulat, ia bersiap untuk berbicara dengan Arini, berharap bahwa keputusan yang diambilnya akan membawa mereka ke arah yang lebih baik.

~

Salam Author;)