Fatharani Hasya Athalia, atau biasa disapa Hasya oleh teman-temannya itu harus terjebak dengan seorang pria di sebuah lift Mall yang tiba-tiba mati.
Hasya yang terlalu panik, mencari perlindungan dan dengan beraninya dia memeluk pria tersebut.
Namun, tanpa diketahuinya, ternyata pria tersebut adalah seorang CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Hasya sendiri bekerja subagai Office Girl di perusahaan tersebut.
Pada suatu hari, Hasya tidak sengaja melihat nenek tua yang dijambret oleh pemotor saat dirinya akan pergi bekerja. Karena dari perangai dan sifatnya itu, nenek tua tersebut menyukai Hasya sampai meminta Hasya untuk selalu datang ke rumahnya saat weekend tiba.
Dari sanalah, nenek tua tersebut ingin menjodohkan cucu laki-lakinya dengan Hasya.
Akankah Hasya menerima pinangan itu? Sedangkan, cucu dari nenek tua tersebut sedang menjalin kasih bahkan sebentar lagi mereka akan bertunangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
."Lo, harus tahu, Sen. Lo lihat gue selingkuh, atau melirik cewek lain selama hubungan gue sama Laura terjalin?" keduanya duduk di gazebo belakang rumah Belinda. Lebih tepatnya Bara yang mengajak Arsen ke sana.
"Gak, sih." jawabnya Bingung. Dia kaget juga karena Bara yang tiba-tiba membawanya menjauh.
Bara menatap lurus ke depan. Kemudian ia berkata lagi. "Banyak wanita yang gue temui dan bahkan mereka juga menggoda gue untuk mengajak have fun. Gue gak pernah tertarik, tuh. Tapi, ketika melihat Hasya, dengan kepolosan dan kekocakan dia gue kayak gak mau jauh. Itu naluri gue, Sen. Entah apa itu namanya? Di tambah, nenek juga meminta gue menikahinya terus sejak dia ditolong sama Hasya dari penjambret. Salah gak, kalau gue ikuti kata nenek? Kalau lo suka sama dia, gue juga gak rela lo ambil."
Bara melirik Arsen sekilas, kemudian tatapannya kembali ke depan. "Dan, untuk hubungan gue sama Laura, gue selalu berusaha yang terbaik. Kami sama-sama sibuk kerja masing-masing. Kalau ada waktu, gue juga selalu menyempatkan untuk jalan atau yang lainnya."
Bara menjeda ucapannya, pikirannya kembali ke yang baru saja terjadi. Laura, yang selama ini mengisi hatinya itu ternyata orang yang haus akan kasih sayang, ah... Lebih tepatnya dia haus dengan sentuhan. Tapi Bara tidak ingin itu terjadi sebelum dia halal untuknya. Bara selalu ingat pesan orang tuanya, sekali pun dia pacaran, jangan pernah merusak atau bila perlu jangan pernah mau bersentuhan dengan pacarnya supaya dia tidak ingin keterusan. Dan nantinya tidak merusak anak orang lain, lebih tepatnya ke tidak menyakiti perempuan.
Ternyata ada benarnya juga apa yang dikatakan orang tuanya, dia selalu nolak bersentuhan sekalipun hanya untuk mengusap air mata, Bara tidak pernah melakukannya. Dan terbukti sekarang Laura mengkhianatinya.
"Tapi, yang dulunya gue pernah mengutarakan untuk menikah lebih cepat dan di tolak sama dia, ternyata dia menolak bukan karena karier saja, tapi ada yang lain, dan gue gak tahu apa itu alasannya." setelah dua tahun lulus kuliah, Bara sudah mantap untuk menikah. Namun, Laura menolak, dia meminta waktu untuk bekerja dulu. Dia ingin membahagiakan orang tuanya terlebih dahulu.
"Terus, sekarang lo sudah putus sama nenek gayung itu?" tanya Arsen.
"Baru saja gue tendang. Tapi gue gak mau kasih tahu lo."
"Sebenarnya gue udah tahu dari dulu, Bar, dia begitu. Tapi, lo-nya aja yang kecintaan." ucap Arsen.
Bara melirik tajam ke arah Arsen. "Kan, gue sama nenek selalu mengingatkan. Tapi, lo-nya aja yang batu! Lo bebal kalau diingetin soal cewek lo." Arsen terlibat gereget, bahkan dia sampai melempar pakan ikan yang berada di tempat penyimpanannya.
"Woy! Arsen!" Bara berteriak ketika tempat itu sudah mengapung di kolam ikan koi peliharaan neneknya.
"Hahaha! Biarin aja lah! Dari pada lo yang gue ceburin ke kolam itu."
"Setan, lo! Jadi, gue ingetin, ya. Mulai sekarang lo jangan dekati Hasya. Hasya sudah milik gue."
Uhuk!
Arsen terbatuk karena salah menelan, padahal yang dia telan adalah ludahnya sendiri.
Arsen memegang bahu Bara, tatapannya penuh selidik. "Lo, yang benar aja, Bar? Lo baru juga putus sama Laura. Dan memangnya Hasyanya mau?"
"Kita lihat saja!"
"Lo, jangan macam-macam, Bar! Kasihan dia, sepertinya dia sedang ada masalah sama keluarganya."
"Lo cari tahu masalah apa yang sedang dia hadapi. Gue sayang banget sama dia."
Bugh!
Arsen refleks memukul Bara dan membuat Bara terpelanting ke belakang.
Dug!
Byur!
"Eh, Arsen!" Bara kaget saat melihat Arsen terjatuh ke kolam ikan.
Byur!
Bara ikut menceburkan diri. "Lo gak papa?" Bara terlihat panik.
"Lo ngapain ikut nyebur pe a!"
"Gue merasa bersalah sama lo!"
Byur!
Arsen mendorong Bara dan dia kembali tercebur.
"Hei! Kalian ngapain di situ? Ikan nenek pada mati nanti!" Belinda datang berteriak, dan ada bibi juga yang kaget dengan suara yang ditimbulkan mereka berdua. Hasya juga ikut melihat dari belakang.
"Jaga image, bidadari kecil lo datang." bisik Arsen.
"Gue harap, lo gak pake cemburu."
"Entahlah... Gue baru pertama kali lihat cewek dan langsung suka."
"Tapi, cara suka lo... " Bara teringat Arsen yang seperti cuma sebatas suka.
"Gue suka... Wajah dia cantik..."
"Jadi, lo menyukai dia karena dia cantik doang."
"Iya, dong. Dari pada mantan lo, dempulan!"
"Beda lagi, lah. Dia, kan, model. Beda dengan Hasya, dia cantik luar dalam walaupun gak pake make up." Arsen melotot melihat Bara memuji Hasya tanpa peduli ada orangnya di sana.
Byur!
Belinda melemparkan bola basket yang gak tahu dari mana asalnya itu ke depan dua cucunya yang lagi ngerumpi.
"Kalian mau naik, atau nenek jadikan ikan peliharaan nenek juga?" sekarang, Belinda benar-benar marah kepada kedua cucunya karena dipastikan ikannya itu terganggu oleh kehadiran dua cucunya di kolam tersebut.
Kedua orang tersebut terpaksa menghentikan obrolannya, keduanya langsung masuk ke kamarnya masing-masing.
"Gak usah dikerjain sekarang, Bi!" Belinda menegur asisten rumah tangganya yang sedang mengambil sesuatu dari kolam.
"Ini, Nyonya. Saya mau mengambil tempat pakan ikannya, takutnya terbuka dan pakai ikannya mengotori kolam." sahut Bi Karti.
"Iya, habis itu, biarkan saja. Sudah malam istirahat." Belinda kembali mengajak Hasya untuk masuk ke dalam rumah dan memintanya istirahat.
***
"Harus mengalah?" tanya Arsen di dalam hatinya.
"Tapi, Bara gak salah. Dia yang lebih dulu bertemu walaupun dia masih mempunyai hubungan." Arsen menatap dirinya di cermin. Memang, Arsen gak pernah pacaran lagi setelah pacarnya memutuskan dia dua tahun lalu.
"Kenapa gak gue duluan yang bertemu?" Arsen mengacak rambutnya. Dia kesal kepada dirinya sendiri.
"Mungkin belum waktunya gue menikah. Lagian juga Bara yang lebih dulu lahir, jadi gue harus menikmati kejombloan gue." Arsen berubah pikiran lagi. Dia memang menyukai Hasya, tapi sekedar suka. Tidak terlalu menginginkan seperti Bara. Mungkin ucapan Bara benar adanya, dirinya menyukai Hasya karena kecantikannya saja.
***
Sementara di kamar lain, Hasya sedang menatap langit-langit kamarnya. Dirinya merasa bimbang saat Belinda tetap memintanya untuk menikah dengan Bara.
Saat dirinya mengatakan 'anak pembawa sial', Belinda justru merangkulnya, memberi nasihat dan juga memberinya semangat. "Tidak ada anak yang lahir sebagai anak pembawa sial. Itu hanya pandangan orang yang tidak suka terhadap kita. Jika begitu, kita hanya bisa menanggapinya dengan bijak supaya kita bisa sabar dan ikhlas. Karena, kita tidak akan bisa menghentikan pandangan orang terhadap kita. Yang penting, kita tetap berada di jalan yang benar dan tidak mengusik orang lain." ucap Belinda panjang lebar.
Tapi karena luka batin Hasya yang telah menganga lebar itu, dia sedikit sulit mencerna kata-kata yang diucapkan oleh Belinda. Dia sudah terluka terlalu dalam.
***
Hari berlalu, dan sekarang sudah berganti bulan. Hasya kembali aktif bekerja termasuk bekerja paruh waktunya di bunda Dewi.
Pekerjaannya di kantor seperti biasa, dia hanya diperbolehkan diam di ruangan Bara dan mengerjakan apa yang Bara perintahkan.
Tapi hubungan keduanya belum ada kemajuan karena Hasya yang selalu menghindar padahal sudah sering Bara melihatkan sebuah rasa peduli kepadanya. Lebih tepatnya setiap hari pun selalu memberikan perhatian kepadanya, tapi Hasya menanggapinya biasa saja.
"Sya, nanti lo antarkan pesanan ini ke ruangan VIP." ucap Aurel yang di suruh bunda Dewi.
"Oke!" Hasya menjawabnya singkat. Kemudian ia mengambil nampan yang berisi jus itu untuk di antarkan ke tempat lain terlebih dahulu. Setelahnya dia kembali lagi untuk mengantarkan pesanan yang sudah disiapkan oleh Aurel tadi.
Deg! Hasya mematung saat pintu ruangan tersebut sudah tertutup.
Punggung tegap itu? Hasya mengenalinya. Walaupun posisinya sedang membelakangi dirinya, tapi Hasya mengenali siapa orang itu.
Dengan perasaan campur aduk, Hasya menghampiri orang tersebut. "Permisi, Tuan." Hasya menaruh nampan yang berisi pesanan orang tersebut.
Orang tersebut mendongak, menatap Hasya. "Silahkan duduk." ucapnya.
Hasya terjengkit kaget," Maaf, Tuan. Di sini saya hanya pekerja." mendengar jawaban Bara, Hasya segera melangkah, namun langkahnya terhenti saat cekalan tangan Bara begitu erat.
"Duduk, Hasya! Saya sudah izin sama bos kamu." ucap Bara.
Hasya menghela napasnya panjang. Kemudian dia duduk di depan Bara.
"Aku mencintaimu, boleh?"
Hasya membulatkan matanya, ia terbelalak mendengar pertanyaan Bara.
Bersambung
tetap semangat terus thorr
tetap semangat terus thorr