Elma merasa, dirinya bukan lagi wanita baik, sejak sang suami menceraikannya.
Tidur dengan pria yang bukan suaminya, membuat Elma mengandung benih dari atasannya yang seorang playboy, Sean Andreas. Namun, Sean menolak bertanggung jawab dengan alasan mereka melakukannya atas dasar suka sama suka.
Beberapa bulan kemudian Elma melahirkan bayi perempuan dengan kelainan jantung, bayi tersebut hanya bisa bertahan hingga berusia satu tahun.
Disaat Elma menangisi bayi malangnya, Sean justru menyambut kehadiran seorang bayi dari rahim istrinya, sayangnya istri Sean tak bisa bertahan.
Duka karena kehilangan anak, membuat Elma menjadi wanita pendendam. Jika ia menangisi anak yang tak pernah diinginkan papanya, maka Sean juga harus menangisi anak yang baru saja dilahirkan istrinya.
Apa yang akan Elma lakukan pada anak Sean?
Tegakah Elma menyakiti bayi malang yang baru saja kehilangan Ibunya?
Bagaimanakah hubungan Elma dan Sean selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Dadakan
#30
“Ikut Ibu pulang, atau kamu bukan anak Ibu lagi?”
Elma semakin tercengang mendengar pernyataan Bu Kartika, “Aku sudah tanda tangan kontrak selama 2 tahun, Bu.”
“Ibu tidak peduli, Ibu lebih rela hidup sederhana, daripada hidup mewah, tapi kamu menjadi keset di rumah orang lain!” Bu Kartika kembali menegaskan, membuat Elma semakin dilema.
“Terlebih lagi, orang itu adalah orang yang pernah menyuruhmu menggugurkan kandungan, sampai kapanpun Ibu tidak rela, Nak,” sambung Bu Kartika.
Elma tahu, yang dikatakan Bu Kartika adalah benar, tapi kini ia merasa berdiri di persimpangan.
Rasa marahnya pada Sean seolah ikut menguap bersamaan dengan perasaan aneh yang ia rasakan ketika melihat beningnya kedua mata Baby Rey, sentuhan tangan lembut bayi itu kini mampu menjadi pelipur lara Elma setelah kehilangan anaknya. Anak Sean, dan Kakak tiri Baby Rey.
Tapi kini, terlepas dari perasaannya yang tak lagi ingin menjadikan Baby Rey sebagai alat balas dendam, serta masalah kontrak pekerjaan, serta besarnya gaji yang ia dapatkan. Kewajiban utamanya di atas pekerjaan, tetap baktinya pada wanita yang telah mengandung dan melahirkannya ke dunia.
Elma mengangguk pasrah, “Kemasi barang-barangmu sekarang, Ibu akan menunggumu disini.”
Elma berbalik, berjalan gontai masuk ke dalam rumah, pikirannya kosong, hingga ia terlupa bahwa beberapa saat yang lalu, Mom Naura menyuruhnya datang ke kamar.
•••
Sean masih duduk sambil melipat lututnya di atas karpet, ia menatap lama wajah Eve. Banyak sekali andai kata yang terlintas, namun semuanya sudah sangat terlambat.
Begitu pula Mom Naura hanya duduk di sofa sambil memijat pelipisnya, wanita itu seolah sudah kehabisan tenaga, ia lelah berkata, memberi nasehat pada putranya, namun, hanya berakhir sia-sia.
Tok!
Tok!
“Masuklah.”
Pak Hen membuka pintu kamar tersebut, “Maaf, jika saya mengganggu, Nyonya.”
Mom Naura masih tidak menoleh ke arah orang yang sedang mengajaknya bicara. “Ada apa, Hen?”
“Elma, mohon izin mengundurkan diri, Nyonya.”
Tak hanya Mom Naura yang terhenyak, Sean pun demikian, tanda tanya terus berkelebat di benaknya. Jika Elma pergi, lalu bagaimana nasib Baby Rey?
Elma sudah menandatangani surat perjanjian, yang mengatakan bahwa ia akan berada di sisi Baby Rey, hingga bayi itu berusia 2 tahun. Lantas, kenapa wanita itu harus pergi sekarang? Apa dia lupa dengan catatan penalti-nya?
Pertanyaan itu muncul satu persatu seperti deretan angka yang menampilkan jumlah nominal yang harus Elma bayarkan jika melanggar aturan yang tertulis di kontrak.
Lain yang dipikirkan Sean, lain pula yang dipikirkan Mom Naura, istri Tuan Ezra Andreas dan segala pemikirannya, kadang sulit untuk ditebak.
Elma sudah berdiri di ujung tangga dengan koper di sampingnya, sementara Baby Rey yang baru saja bangun tidur ada di gendongan Dina. “El, apa yang kamu lakukan?”
“Ibu tahu aku bekerja pada siapa, dan beliau marah. Maaf, tapi aku tak mau mendurhakai Ibuku dengan melawan perintahnya.” Elma bicara dengan Sean jadi kata-katanya pun tidak formal.
“Dimana Ibumu, sekarang?” tanya Mom Naira.
“Beliau ada di depan gerbang, Tante,” jawab Elma.
“Kenapa tidak menyuruh beliau masuk?”
“Tapi, Tan—”
“Hen!” pekik Mom Naura tanpa menghiraukan kalimat Elma.
Sean mendapatkan kesempatan membawa Elma masuk ke ruang kerjanya di lantai bawah. “Apa-apaan kamu? Setelah mendapatkan semua sahamku, kamu mau pergi begitu saja meninggalkan anakku?”
“Ini di luar kendali dan rencanaku,” jawab Elma santai.
“Jangan harap kamu bisa pergi begitu saja dariku dan anakku! Aku tak akan pernah melepasmu!”
Sean memiliki kesempatan bicara baik-baik, tapi alih-alih melakukannya, Sean justru menggunakan intimidasi.
Elma diam, ia terpaku melihat kedua mata Sean, walau mulutnya berbicara kasar, tapi sorot matanya berbeda, ada sesuatu yang tak Elma ketahui, entah apa.
“Kenapa?”
“Karena kamu sudah menandatangani surat perjanjiannya, jadi—”
Tok!
Tok!
Suara ketukan pintu, membuat Sean tak bisa melanjutkan ucapannya. “Tuan, Nyonya menunggu kalian.”
Suara pak Hen terdengar, hingga Elma dan Sean terpaksa menyudahi pembicaraan mereka. Rupanya, Bu Kartika dan Alya sudah berdiri di ruang tamu. Bahkan Papa Ezra juga baru saja kembali dari tempat kerja, sepertinya sang istri yang menyuruhnya pulang.
“Bu,” ucap Elma ketika tiba di dekat Bu Kartika.
“Sudah siap barang-barangmu?” tanya Bu Kartika, tak peduli pada sang nyonya rumah yang sudah mempersilahkan dirinya untuk masuk.
“Sudah, Bu. Barang-barangku hanya sedikit.” Elma menunjuk koper berukuran sedang, benda itu sudah memuat semua barang yang Elma bawa ke rumah keluarga Andreas.
“Ada apa ini, Ma?"
Mom Naura memberi kode agar suaminya diam dulu, dan membiarkan dirinya bicara dengan Bu Kartika. Agar pertemuan keluarga dadakan ini, bisa menghasilkan sesuatu, “Bu, kenapa buru-buru? Mari duduk dulu,” mom Naura mempersilahkan Bu Kartika untuk duduk.
Berbeda dengan besannya yang ketus, Mom Naura justru terlihat ramah dan tak memandang rendah orang lain yang berbeda dengan keluarganya, termasuk tulus memperlakukan Elma sejak wanita itu hadir sebagai ibu susu bagi cucunya.
“Sejujurnya, kami bertanya-tanya, kenapa Anda tiba-tiba menyuruh putri Anda pulang, padahal statusnya adalah ibu susu cucu saya.” Karena Bu Kartika enggan bicara, maka Mom Naura yang berinisiatif memulai pembicaraan, sebisa mungkin Mom Naura tidak meninggikan suara, agar Bu Kartika tidak tersinggung.
“Untuk apa? Agar anak kalian bisa menginjak-injak anakku lagi seperti dulu?!” Nada suara Bu Kartika langsung naik satu tingkat, Sean terhenyak mendengarnya.
Tuan Ezra menoleh ke arah putranya, guna meminta jawaban. “Anda salah, Bu. Kami memperlakukan Elma dengan baik, dan saya sendiri yang menjaga dan mengawasinya setiap hari, jadi tak mungkin Sean berbuat macam-macam padanya.”
“Iya, karena sudah terjadi, dulu.”
Mom Naura terdiam, dirinya mulai tahu, arah pembicaraan Bu Kartika.
Melihat suasana tegang, Pak Hen segera bergegas menyisir ruangan tersebut dari para asisten yang berdatangan karena mendengar keributan. Diantaranya adalah Mirna yang terkenal suka kepo dengan urusan orang. Pria itu bahkan berjaga di depan pintu yang menjadi satu-satunya akses ke dalam ruang tamu.
Mom Naura menyentuh bahu Bu Kartika, senyum tulusnya mampu meredakan sedikit amarah Bu Kartika, terutama amarahnya pada Sean. “Saya, mengerti, Bu. Dan saya minta maaf, karena baru saja mengetahuinya beberapa jam yang lalu.”
“Namun, alangkah baiknya jika kita berbicara dengan kepala dingin, saya yakin kita akan menemukan solusi.”
Bu Kartika melengos, sudah berprasangka yang tidak-tidak, apalagi dalam sinetron yang ia tonton, cara orang kaya memberikan solusi adalah dengan menggunakan setumpuk uang.
“Solusinya adalah pergi dari sini, biarkan anakku memulai kehidupan barunya, setelah kesedihannya akibat ditinggalkan anaknya.”
Kalimat Bu Kartika membuat kedua mata Mom Naura berkaca-kaca, “Anda yakin masalah akan selesai dengan pergi? Anak itu juga cucu saya, dulu saya tidak tahu, andai saya tahu— maka saya adalah orang pertama yang akan mencincang tubuh anak saya, karena dia menolak bertanggung jawab.”
Papa Ezra kembali tercengang, “Benar apa yang istriku katakan?!”
Sean mundur beberapa langkah, “Bukan begitu, Pa. Izinkan aku menjelaskan—”
Plak!
Tamparan itu, membuat ruangan sunyi seperti rumah tak berpenghuni.
anak nya g kerren
pecundang
kerren
semangat terus nulisnya yaaa 😍