Ini kelanjutan cerita Mia dan Rafa di novel author Dibalik Cadar Istriku.
Saat mengikuti acara amal kampus ternyata Mia di jebak oleh seorang pria dengan memberinya obat perangsang yang dicampurkan ke dalam minumannya.
Nahasnya Rafa juga tanpa sengaja meminum minuman yang dicampur obat perangsang itu.
Rafa yang menyadari ada yang tidak beres dengan minuman yang diminumnya seketika mengkhawatirkan keadaan Mia.
Dan benar saja, saat dirinya mencari keberadaan Mia, wanita itu hampir saja dilecehkan seseorang.
Namun, setelah Rafa berhasil menyelamatkan Mia, sesuatu yang tak terduga terjadi diantara mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
"Aku minta maaf, Ayah, Bunda. Semua ini salahku. Aku yang sudah menghancurkan Mia dan membuatnya terpuruk seperti sekarang."
Airin mengusap bahunya. "Bukan sepenuhnya salah kamu, Nak. Sudah, jangan menyalahkan diri sendiri. Mungkin jalannya memang seperti ini."
"Aku tetap salah, Bunda. Selanjutnya semua keputusan ada di tangan Ayah. Aku akan terima, kalau Ayah mau menempuh jalur hukum untuk kejahatan Leon."
"Kamu sudah bicara dengannya?" tanya Gilang menatap menantunya.
"Sudah. Dia melakukannya karena terhasut oleh Om Reza."
Gilang dan Airin saling tatap. Nama Reza tentu tidak asing bagi mereka.
Reza adalah mantan staf di perusahaan Pak Vino yang pernah memfitnah Airin dengan menyebar video palsu.
"Apa hubungannya Leon dengan Reza?"
"Dia Kakak dari Ibunya Leon."
Gilang menarik napas dalam-dalam. Kejadian hari ini membuatnya benar-benar geram. Namun, sebisa mungkin ia tahan demi Rafa.
"Apa kamu yakin bisa mengendalikan Leon? Apa dia tidak akan melakukan hal lain ke depannya?"
"Insyaallah. Tapi, kalau Ayah tidak yakin, Ayah bisa menempuh jalur lain. Aku akan mendukung. Kejahatan tetap kejahatan, walaupun dia melakukannya dalam pengaruh orang lain."
"Untuk kali ini aku akan mengampuninya. Tapi, kalau ke depannya dia mengulangi hal yang sama, aku tidak akan segan menyeretnya."
Rafa mengangguk. "Terima kasih, Ayah."
"Sekarang bagaimana dengan Mia?"
Untuk pertama kali Rafa memberanikan diri memandang sang mertua. Lalu, kembali menunduk setelahnya.
"Aku tidak bisa melihat Mia lebih sakit dari ini. Dia tidak menginginkan aku, dia tidak bahagia. Bersamaku hanya membuatnya semakin sakit dan terluka."
Dalam sekejap bola matanya berkaca-kaса.
"Andai ada yang bisa kulakukan untuknya, apapun itu akan kulakukan. Dia takut padaku, dia membenciku. Tapi, itu bukan salahnya. Dia berhak merasa begitu setelah apa yang kulakukan padanya. Mentalnya, kehormatannya, semua hancur karena aku. Dan dia harus mengandung janin yang tidak pernah dia harapkan."
"Kalaupun Mia memintaku untuk pergi selamanya dari hidupnya... akan kulakukan. Supaya dia bisa kembali menjadi dirinya yang dulu. Mia yang manis dan manja."
Rafa menarik napas dalam-dalam, seperti ada bongkahan besar yang menghimpit dadanya. Sesak.
"Ayah, Bunda, hari ini aku . ikhlas mengembalikan Mia."
"Aku tidak bisa melihatnya lebih sakit lagi. Memaksanya menerimaku hanya akan membuatnya terluka. Dia berhak menjalani hidup yang lebih tenang, sementara keberadaanku hanya membuatnya tersiksa."
Airin terisak, bersandar di bahu suaminya.
Gilang menatap matanya. Ia bisa melihat cinta yang besar dalam tatapan menantunya.
Cinta yang mungkin tidak dimiliki orang lain terhadap putrinya.
"Aku membebaskanmu, Nak. Kamu sudah melakukan yang terbaik, kamu sudah melakukan semuanya untuk Mia. Kamu sudah berkorban banyak, bahkan aku pun mungkin tidak bisa bersabar sepertimu. Mungkin, kalian memang butuh waktu untuk sendiri," ucap Gilang.
Rafa berlutut di hadapan mertuanya. Menyentuhkan kening ke lututnya.
"Mia adalah segalanya bagiku, tapi, aku hanya luka baginya. Aku bukan menyerah, tapi hanya tidak bisa melihatnya terluka. Jaga dia untukku, Ayah."
Tak ada kata yang terucap dari Gilang, ia hanya mengusap punggung menantunya. Hingga air mata mulai merebak.
"Terima kasih untuk kesabaranmu dalam menghadapi putriku. Maafkan dia, selama ini kurang bisa menyelami tulusmu sampai kemarahan dan kekecewaannya membutakan hatinya."
"Mia tidak salah, Ayah. Jangan menyalahkannya."
Setelah berpamitan, perlahan Rafa bangkit, beranjak pergi dari ruang keluarga.
Ia sempat menatap kedua orang tuanya yang duduk di sudut sofa lain, lalu menengok ke arah pintu kamar Mia yang tertutup, sebelum akhirnya melangkah melewati pintu utama di rumah itu.
Setiap kali kakinya melangkah, ia merasakan napasnya berat. Hatinya remuk melepas satu-satunya wanita yang pernah mengisi hatinya.
Satu-satunya wanita yang ia harap untuk menghabiskan hidup bersama.
Namun, semua berakhir.
Tak ada dirinya di hati seorang Mia Aurora Hadiwijaya.
Rafa baru akan naik ke motor sportnya, ketika sosok tubuh tiba-tiba membentur punggungnya. Disusul dengan sepasang tangan yang melingkar di perut.
"Jangan pergi...." Suara manja itu menyapa diiringi isak tangis.
Untuk sesaat Rafa membeku merasakan pelukan dan rengekan manja dari balik punggungnya.
Ia menunduk menatap sepasang tangan yang melingkar di perut. Menyentuhnya sejenak, lalu membalikkan tubuhnya.
"Maafkan aku. Aku sudah salah sangka. Maaf untuk semua sikap kasarku selama ini," ucap Mia terisak-isak.
Wajahnya sedikit pucat. Ia bahkan keluar dari rumah tanpa menggunakan hijab, beruntung tidak ada yang melihatnya.
Sehingga Rafa segera membuka sweater dan membalutkan ke tubuh wanita itu. Menutupi rambut panjangnya dengan hoodie.
Sweater milik Rafa itu terlihat sangat kedodoran di tubuhnya.
"Maafkan aku," rengeknya sekali lagi.
Rafa mengusap air mata yang mengalir di pipi istrinya. Menggeleng dengan senyum penuh luka.
"Bukan salah kamu."
"Kak Rafa mau memaafkan aku, kan? Aku akan belajar jadi istri yang baik, akan belajar memenuhi tugasku sebagai istri." Mia memandang penuh harap.
"Tidak," ucap Rafa.
Dalam sekejap Mia merasakan hatinya bak diremas.
Pancaran kecewa tampak jelas dalam tatapannya. Namun, ia sadar bahwa semua salahnya dan ia sudah bersikap keterlaluan.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan. Kamu tidak salah. Tapi, kita berdua butuh waktu untuk menata hati masing-masing. Sebuah hubungan yang dipaksa tidak akan berakhir baik."
Ia membelai wajah sang wanita dengan sangat lembut.
"Memulai itu mudah, yang berat adalah mempertahankan. Aku menjauh bukan karena tidak sayang, tapi kita sama-sama butuh waktu untuk merenungi kenapa Allah memberi ujian ini."
Air mata Mia jatuh semakin deras.
"Bagaimana kita bisa membentuk sebuah keluarga kalau masih ada keraguan, masih ada bayangan masa lalu di hati kamu? Kedepannya akan ada banyak ujian baru, dan akan terjadi hal seperti ini lagi. Lalu, bagaimana kita bisa bertahan?"
"Hukum aku saja, tapi jangan pergi," mohon Mia terus terisak.
"Aku tidak akan menghukum kamu, karena kamu tidak salah. Aku hanya ingin kita berhenti saling menyakiti. Selama ini kita hanya tinggal bersama, bukan hidup bersama. Kamu tersakiti, aku juga."
Rafa menatap wanita itu, membelai puncak kepala dan mengusap perutnya lembut.
"Titip anakku, tolong jangan membencinya."
Setelah mengucapkan kalimat itu ia perlahan mundur, naik ke motornya dan melaju.
Mia hanya dapat memandang suaminya yang perlahan menjauh meninggalkan rumah.
Menangis seorang diri.
Hingga Airin dan Rina yang sejak tadi mengawasi dari pintu mendekat dan memeluknya.
Untuk kali ini sebagai orang tua mereka tidak bisa ikut campur terlalu jauh dan membiarkan anak-anaknya menyelesaikan sendiri.
Rina membawa Mia masuk ke kamar dan menenangkannya.
"Bu, maafkan aku. Aku sudah menyakitinya, menyakiti Ibu dan Ayah. Aku selalu membuatnya berada di posisi yang serba salah," isak Mia bersandar di pelukan ibu mertuanya.
"Tidak, Nak. Bukan salah kamu sepenuhnya. Kamu juga korban dalam masalah ini. Insyaallah semuanya akan selesai. Waktu yang akan menyembuhkan semua luka."
"Apa boleh aku menyusulnya?"
"Lebih baik jangan dulu. Rafa cuma butuh ketenangan, mana bisa dia lama-lama jauh dari kamu. Apalagi kamu sedang hamil anaknya."
"Aku takut, Bu. Takut Kak Rafa tidak mau memaafkan aku."
"Rafa itu sayang banget sama kamu. Dia tidak akan tega menyakiti kamu. Sekarang kalian butuh menenangkan diri dulu. Kalau sudah membaik, baru bicarakan lagi."
Rina memeluk sang menantu. Menenangkannya hingga Mia merasa lebih baik.
***************
***************
Dina sangat terkejut mia berkata istrinya dan mengandung anaknya, dina patah hati....
waktu interaksi dgn leon.