dapat orderan make up tunangan malah berujung dapat tunangan.Diandra Putri Katrina ditarik secara paksa untuk menggantikan Cliennya yang pingsan satu jam sebelum acara dimulai untuk bertunangan dengan Fandi Gentala Dierja, lelaki tampan dengan kulit sawo matang, tinggi 180. Fandi dan Diandra juga punya kisah masa lalu yang cukup lucu namun juga menyakitkan loh? yakin nggak penasaran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gongju-nim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
033. Jebakan Jodoh
Fandi berjalan menuju sofa depan tv, pikirannya menjadi kacau balau jika di dekat Diandra. Fandi perlu menenangkan kepalanya terlebih dahulu. Apartemen ini cukup luas dengan dua kamar dan satu kamar mandi luar. Di kamar juga terdapat kamar mandi, karena tadi Diandra pamit masuk kedalam kamar untuk mandi. Sofa panjang di letakan di depan televisi, terdapat karpet juga yang menjadi pemisah tv dan meja sofa. Area dapur sendiri diberi sekat dengan ruang tv sehingga kegiatan memasak tidak mengganggu tamu yang masuk. Cat dindingnya bernuansa cream yang dapat berubah warnanya tergantung pada cahaya yang masuk kedalam ruangan. Ada balkon juga yang dapat di akses dari ruang tv, dengan kaca transparan sebagai pemisah yang diberi gorden dengan warna gold yang memberi kesan mewah. Untuk kamar Fandi belum tahu, karena memang belum masuk kesana.
Diandra datang bergabung bersama Fandi yang tengah duduk masih di sofa sambil memainkan ponsel, membawa satu piring apel yang sudah dipotong dan satu mika stroberi yang masih ada airnya, sepertinya baru saja di cuci. Mikanya belum dibuka yang artinya kakak Diandra belum mencuci buah stroberinya, mungkin sengaja di belikan untuk Diandra karena gadis itu sangat menyukai stroberi.
"Tadi kamu bilang buahnya udah dicuci." Fandi bertanya heran melihat stroberi yang masih menetes air saat Diandra ambil.
"Apelnya udah, ini belum. Belum di buka sama sekali." Diandra berujar sembari membuka kamera ponselnya.
Diandra ingin mengirimkan foto buah yang dipegangnya pada sang kakak untuk meminta klarifikasi terkait buah stroberi yang belum dibuka sama sekali. Pesan yang Diandra kirim segera dibaca, kakaknya mengatakan bahwa buah itu memang untuk Diandra, kakaknya lupa memberi tahu. Diandra hanya membalas dengan emot jempol saja. Sangat singkat percakapan kedua kakak beradik itu.
Diandra memangku buah stroberi dengan senyuman manis, lalu menyodorkan satu pada Fandi. Fandi pun membuka mulut untuk menerima suapan dari Diandra, tangan lelaki itu masih sibuk mengetik pada ponsel dengan logo apel tergigit itu.
"Hp baru?" Tanya Diandra, setahunya Fandi dulu menggunakan merek lain, merek android yang cukup terkenal dari negara Korea.
"Aku beli lagi, yang ini buat kerja. Kemananannya lebih bagus." Tutur Fandi, masih dengan mengetik pesan yang entah dikirim pada siapa.
"Pindah ke kamar aja, aku mau nonton." Ajak Diandra pada Fandi.
Fandi yang kaget bahkan menghentikan ketikannya pada ponsel dan menoleh kearah Diandra, matanya melotot kaget. Yang di pelototi hanya terdiam bingung, sembari menunggu jawaban Fandi.
"Kenapa nggak disini aja?" Ujar Fandi setelah dirinya bisa menguasai degupan jantungnya.
"Nggak ada Netflix, yang udah tersambung ke akun aku itu, tv kamar aku." Ucap Diandra pada Fandi, mulutnya sembari ngunyah apel yang membuat Fandi salah fokus.
Fandi menghela napas untuk ujian yang sangat besar ini, lalu menganggukkan kepala. Diandra tersenyum senang, lalu dengan semangat membawa piring apel yang juga terdapat stroberi di dalamnya, tadi Diandra sudah memindahkan buah stroberi kedalam piring juga. Diandra memimpin jalan dan Fandi berjalan mengikuti wanita itu dari belakang dengan lemas. Fandi memperhatikan body Diandra dari belakang. Diandra tidak kurus tidak juga berisi, makanan dan nutrisi wanita itu turun ke tempat yang tepat. Pinggang ramping dengan bagian bokong serta dada yang cukup berisi. Fandi mengusap wajahnya dengan kasar usianya cukup matang sekarang, sangat cukup untuk menikah. Jangan sampai keduanya menikah dengan cara yang salah.
Pintu kamar sudah terbuka, Diandra sudah masuk kedalam dan duduk bersila di ujung ranjang dengan remote di tangannya. Sebelum masuk Fandi kembali menghembuskan napas, semoga saja Fandi bisa melewati ujian besar ini dengan baik.
"Pintunya tutup." Ujar Diandra, tangannya sibuk menekan tombol pada remote.
"Iyaaa." Fandi menyahut pasrah.
Fandi naik ke atas ranjang dan duduk menyandar pada headboard. Matanya menatap punggung Diandra di depannya yang masih memangku piring buah-buahan. Tangannya masih sibuk menekan-nekan tombol remote.
"Kamu mau nonton apa?" Tanya Diandra pada Fandi tanpa mengalihkan pandangannya dari tv yang menyala.
"Terserah kamu aja deh." Sahut Fandi lemas.
"Kamu kenapa?" Diandra membalikan badannya menatap Fandi yang sedang menyandar tak berdaya pada headboard ranjang. "Sakit?" Diandra merangkak maju ke arah Fandi.
Fandi menelan ludahnya susah payah, rasanya seperti menelan batu besar. Matanya mengedip cepat, menyandarkan kepalanya agar kembali ke realita. Diandra meletakan punggung tangannya pada kening Fandi, memeriksa suhu tubuh lelaki itu lalu menempelkan tangannya pada keningnya sendiri. Diandra melakukan itu beberapa kali, membandingkan suhu tubuhnya dengan Fandi.
"Enggak, aku baik baik ada Diandra." Ujar Fandi sembari tersenyum manis.
"Aneh." Diandra mendelik lalu memukul keras dada bidang Fandi, membuat Fandi sedikit meringis.
Diandra kembali berbalik memunggungi Fandi, namun tak beranjak dari tempatnya. Diandra duduk berdekatan dengan Fandi. Tangannya memencet sebuah film bergenre horor dari Korea Selatan, kebetulan aktornya adalah aktor favorit Diandra. Film mulai terputar, Diandra menjangkau remote lampu di atas nangkas sebelahnya dan meredupkan tampu menjadi temaram. Fandi kembali menelan ludah dengan susah payah. Situasi sialan ini menyiksa Fandi.
Fandi mencoba ikut menonton film agar pikirannya tidak berubah menjadi yang iya-iya. Setelah 15 fil berputar, Diandra memundurkan tubuhnya ikut bersandar di headboard juga. Fandi yang sudah ikut masuk menyimak film dengan benar mengubah posisinya menjadi tiduran dengan paha Diandra sebagai bantalnya. Diandra tidak protes sama sekali, bahkan saat Fandi mengambil tangannya dan menyuruh Diandra mengelus kepalanya. Diandra menuruti kemauan Fandi, mengelus lembut rambut Fandi yang terasa lembut di tangannya, matanya terus menatap tv memperhatikan jalan cerita. Fandi pun begitu, dengan fokus menikmati jalan cerita yang sudah mulai menegangkan, tidak terlalu seram namun beberapakali ada jumpscare.
Kurang lebih satu jam setengah film terputar, selama itu juga baik Fandi maupun Diandra tidak mengubah posisinya. Fandi bangkit lalu mengambil remote untuk mencari film lain lagi.