Mengkisahkan Miko yang terjebak lingkaran setan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Romi Bangun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
INGAT
Seminggu berlalu, namun kalimat dari Guntur masih membekas di kepalaku. Dan sampai hari ini, aku belum menyentuh situs itu lagi.
Keuangan semakin menipis, kerja tak kunjung dapat. Aku memutuskan untuk keluar sebentar siang ini.
Ku ambil jaket hitam favoritku dari gantungan baju yang terpasang rapih di tembok. Kemudian berjalan pelan keluar kosan.
Aku menuju motor dan memutar kunci kontak. Terlihat indikator bensin yang mulai berkedip setelah aku menyalakannya.
"Duh, bensin abis..."
Terpaksa aku harus mampir ke pom bensin terlebih dahulu.
Untungnya, bensin yang tersisa cukup untuk sekedar jalan ke pom.
Jaraknya tak jauh, dan berada disamping warkop tempat dulu aku sering nongkrong.
Siang ini cuacanya tak seperti biasa. Langit sedikit mendung. Nampaknya sekitar sore nanti akan hujan.
Setelah mengisi bensin, aku menelpon Hendra.
Nutt... nuttt... nuttt
"Halo Mik.." sahut Hendra, suaranya berat. Mungkin dia bangun tidur.
"Halo Ndra, dimana?" tanyaku.
"Ada di kosan, mau kesini kah?" jawab Hendra, suaranya masih berat.
Sejujurnya, sejak awal niatku memang pergi ke kosan Hendra. Namun mendengar suaranya yang berat, aku mengurungkan niat.
"Enggak Ndra, gak jadi.. nanti aja dikabarin lagi.."
Telepon berakhir, dan aku terdiam sejenak. Sembari berpikir harus kemana aku hari ini.
Jika terus-menerus tidur malah capek rasanya badanku.
"Oh iya!" wajahku berseri teringat sesuatu.
"Hari ini tuh orang shift berapa ya? Kalau ku hitung sih, harusnya shift satu.."
Nuttt... nuttt.. nuttt
"Halo brooo... ada apakah?"
"Shift berapa?" tanyaku.
"Shift satu lah, masak lupa sama jadwal shift kita.. mentang-mentang udah abis kontrak.."
Ya, aku menghubungi Yudha. Tak tau lagi harus pergi kemana. Untungnya dia shift satu, dua jam lagi pulang.
Aku bilang kepada Yudha untuk mampir ke warkop sebelum pulang. Tentu Yudha mengiyakan.
-
Dua jam lebih berlalu, langit masih tetap sedikit mendung. Bercampur sinar senja matahari yang indah.
Entah bagaimana cara mengekspresikan warna itu.
Aku duduk dengan segelas kopi yang sudah sisa ampas.
Kemudian, "Nah, itu dia orangnya.."
Dari kejauhan tampak Yudha dengan rekan yang lain menuju warkop. Aku tidak sabar menyambut mereka.
Namun walau dari jauh, nampaknya mereka tetap mengenaliku.
Ada yang melambaikan tangan ke arahku.
Bahkan Riko berteriak, "Woy Mikoooo!!"
Yudha hanya menahan senyum. Seakan malu. Bagaimanapun juga kami sangat akrab saat bekerja. Sekarang pun aku masih merasa begitu.
"Gimana kabar lu coy.." tanya Riko.
"Kayaknya agak gemukkan bang Miko.." sambung salah satu rekanku.
Aku menanggapi dengan senyum dan canda.
Sungguh, aku rindu masa-masa ini. Hanya disini tempat aku merasa punya keluarga.
Terdengar jahat, atau mungkin aneh. Namun itulah kenyataannya.
Yudha kemudian duduk disampingku membawa segelas es kopi.
"Gimana bro, udah dapet panggilan lagi?" tanya Yudha dengan segelas es kopi yang belum dia taruh di meja.
"Kemarin ada Yud, tapi gagal.."
"...belom rejeki." jawabku santai.
Reuni yang asik. Wajahku yang sedari pagi terasa suram, sekarang rasanya sudah membaik.
Mungkin benar, aku hanya butuh lepas dari kesepian.
Obrolan berangsur lama, namun tetap berjalan baik. Tertawa bersama dan saling bercanda.
Di sela semua itu, Yudha berkata padaku.
"Inget dulu Mik, pas kita main bareng di tempat merokok waktu break?"
Pertanyaannya memaksaku mengingat sesuatu yang harusnya sudah ku lupakan.
"Ahh.. jangan-jangan yang itu Yud?" jawabku sambil masih berpikir, mencoba mengingat...
....
Awal tahun, jam dua pagi saat shift tiga
"Jangan langsung dinaikin Mik, biarin segitu dulu.."
"Lah kalo gak dinaikin gak menang-menang kita Yud.."
Bet ku pasang tinggi, delapan ribu.
Satu putaran... kosong.
Dua putaran... kosong.
Dan entah saat putaran ke berapa..
Cling
Simbol China hijau keemasan berbaris rapih dari ujung kiri sampai kanan. Dilanjutkan dengan simbol naga.
Berjejer memenuhi layar, dan pecah begitu saja. Mataku berbinar, hatiku berdebar. Mungkin Yudha juga begitu.
"Whooooohhh....!!!" seru kami berdua.
Simbol masih terus pecah, dengan jajaran yang cantik. Kemudian, tiga huruf China berwarna merah menyala ikut turun.
Menang besar Rp5.789.290
Dan dilanjutkan dengan,
SCATTER 10X Spin Gratis
Aku dan Yudha terdiam sejenak.
"Gileee Mik!! Berani banget sih lu..." puji Yudha .
"Apa kata gue, coba kalo bet kecil tadi. Mana bisa sampe pecah lima juta..."
"...plus dapet scatter lagi, hahahaha." ucapku lantang.
Ku bakar rokok sebagai ritual saat scatter turun. Yudha hanya mengamati karena rokoknya sudah habis.
Cling
Satu juta
Cling
Delapan ratus ribu
Cling
Kosong.
Begitu sampai putaran ke sembilan, aku melihat sesuatu yang menyenangkan.
Simbol kanji hijau keemasan berbaris rapi memenuhi reels layar. Aku tertegun dengan Yudha yang melongo tak percaya.
"WHAAAAA!!!" seru kami berdua.
Kamu menang Rp10.872.900 di 10X Spin Gratis
Lima juta, ditambah hasil dari scatter sepuluh juta. Aku menang lima belas juta lebih.
Pertama kalinya aku menang besar dari slot.
"Yud, ini mimpi apa gue?" aku bertanya kepada Yudha karena masih tak percaya.
"Udah Mik, tarik sekarang!!" jawab Yudha tegas.
Yudha tau nafsu ku saat bermain slot. Hajar dan hajar, kejar dan kejar. Dia menyuruhku tarik dana agar hasilnya tidak habis.
Aku menurutinya. Dan berhasil. Lima belas juta pas masuk kantong, sisanya buat main lagi walau habis.
Namun saat hendak membaginya kepada Yudha, "Gue dua ratus aja.."
"Lah Yud, jangan.. banyak ini sisanya coy.." aku membujuk.
Tak enak rasanya jika menang besar tapi cuma membagi sedikit. Meski begitu, Yudha bersikeras menolak.
Aku pun menghargai keputusannya dan hanya mengirim dua dua ratus ribu. Katanya buat pasang togel.
Aahh.. Seharusnya aku tak mengingat ini lagi. Namun semua mengalir ketika Yudha mulai bertanya sore ini.
.....
Kembali ke warkop, sore hari
"Baru inget gue Yud, ternyata kita dulu pernah menang banyak ya.." candaku lirih.
"Itumah elu Mik. Cuma lu yang berani main bet gede pake duit sisa akhir bulan."
Kami tertawa keras. Rekan yang lain memandang heran sekaligus maklum.
Dan memang benar. Jika dipikir secara rinci, aku dulu pernah menang banyak.
Bahkan dalam sebulan, total transaksi bisa mencapai tiga puluh juta lebih.
Dan itu nyata terjadi walau sebulan gajiku lima juta.
Namun jika terus mengingatnya, rasanya salah apabila diriku bangga. Sungguh sombongnya diriku waktu itu.
Uang akhir bulan, cuma sisa tiga ratus. Gajian masih dua minggu lebih. Tapi aku dengan berani mempertaruhkan semuanya.
Waktu itu hanya satu prinsip yang ku pegang.
Asalkan Ibu dan Kosan aman, maka bebas sisa gaji mau ku apakan.
Nyatanya, justru prinsip itulah yang kini menghancurkan hidupku.
Menang lima belas juta dalam satu malam. Ingin sekali merasakannya lagi, tapi.. resikonya lebih mengerikan daripada hidupku saat ini.