Widuri memilih kabur dari rumah, pergi jauh dari keluarga kakeknya yang tiba tiba menjodohkannya dengan sesosok pria yang bahkan tidak dia kenal.
Akibat perbuatannya itu sang kakek murka, tidak hanya menarik uang sakunya yang fantastis, sang kakek juga memblokir kartu kredit, mobil bahkan kartu kartu sakti penunjang hidup dan modal foya foya yang selama ini Widuri nikmati.
Akankah Widuri menyerah ataukah bersikeras pada pendiriannya yang justru membuatnya semakin terjerumus masalah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaa_Zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.34
"Dia adikku...," tukas Marcel masih menahan kedua tangan Widuri.
Pria itu melukis senyuman tipis dibibirnya, terlebih saat melihat ekspresi lucu Widuri setelah mendengar ucapannya. Gadis itu tidak mengedipkan kedua mata dengan mulut menganga.
"What...!" gumam Widuri tanpa suara, yang terlihat gerakan dibibirnya saja.
Kedua manik coklatnya kini berkedip-kedip tak karuan, otaknya mendadak beku, ia tak mampu berfikir dengan cepat.
"Iya... Dia itu adik perempuanku satu-satunya," terang Marcel dengan lebih jelas.
"Adikmu ... Lalu mama papanya, berarti orang tuamu?"
Marcel mengangguk, lukisan senyum terpahat lebih sempurna. Wajah yang selalu dingin itu tampak berseri-seri. Berbeda sekali dengan wajah yang ia tampakkan beberapa jam tadi.
"Apa aku tidak salah dengar?" ujar Widuri mengorek lubang telinganya.
"Tidak. Itu benar... Jadi kau tidak perlu cemburu?"
Widuri melepaskan cekalan Marcel di tangannya, kemudian ia berbalik dan tak lupa menyematkan anak rambut di sela telinganya. Malu sekali rupanya saat dirinya tadi sempat kebakaran jenggot sebelum tahu gadis itu hanyalah seorang adik.
"Tidak. Aku tidak cemburu, aku hanya---,"
"Aku tidak memiliki pacar, tunangan bahkan calon istri seperti katamu," ujarnya lagi membuat Widuri semakin menundukkan kepalanya.
"Tapi aku senang kalau kau mau berhenti mengejarku, memakai trik-trik kampungan hanya untuk mendapatkanku. Aku bukan pria seperti itu, dan kau tidak bisa memanfaatkanku begitu saja!" Marcel kembali berujar, ucapannya memang acap kali menyakitkan seperti saat ini.
Widuri menatap kedua manik Marcel, wajahnya, hidungnya, juga bibirnya yang sempurna. Yang membuatnya kembali sadar jika Marcel sangat sulit diajak kerja sama. Bentengnya begitu kuat dan kokoh.
"Aku mengerti." cicit Widuri kehilangan asa. "Aku juga mengejarmu bukan karena hanya ingin memanfaatkanmu. Aku... aku rasa aku mulai menyukaimu....!" katanya lirih dengan sedikit menundukan kepalanya.
Marcel kembali tersenyum begitu mendengarnya, dia juga lalu mengambil jemari Widuri dan sedikit menariknya hingga jarak keduanya semakin dekat.
"Kalau begitu biarkan aku yang mengejarmu, Widuri!" bisiknya tepat ditelinga Widuri.
Widuri mendongak, hingga wajahnya begitu dekat dengan wajah Marcel. Nafasnya bahkan terasa hangat menerpa.
"Kau....?" gumam Widuri tak percaya atas apa yang baru saja dia dengar.
Marcel semakin menariknya hingga tubuh Widuri merapat, dia menyambar lembut bibir Widuri dan mengecupnya. Tak lama dia menatap wajah gadis yang masih merasa shock itu.
"Kenapa. Bukankah harusnya kau merasa senang?"
"Marcel a.... Aku....?!"
Tanpa menunggu lebih lama, pria itu menangkup wajah Widuri dan mencium bibirnya lagi. Kali ini ciumannya hangat dan dalam.
Tak sampai situ saja, pria itu merengkuh pinggang ramping Widuri hingga mereka kini tak lagi berjarak. Widuri hilang kendali, entah karena perasaan yang sama-sama bersambut yang pasti ia gembira. Pun Dengan Marcel yang tidak ingin menahan diri lagi, dia terus melumatt bibir sensual Widuri.
Bulu-bulu halus tak ayal meremang bersamaan gelanyar yang tiba-tiba menyeruak menerjang keduanya. Gadis itu bahkan melingkarkan kedua tangan pada leher Marcel.
Keduanya terus berpagutan, silih melumatt dengan kelembutan hingga tanpa sadar kini mereka berakhir di sofa.
"Tunggu----," Widuri tiba-tiba tersadar dan melepaskan pagutannya tepat saat tubuh Marcel mengkungkungnya dari atas.
Keduanya saling tatap menatap, dengan deru nafas menghangat. Dada Widuri naik turun begitu juga dengan jantung Marcel yang berpacu lebih kencang.
"Apa artinya kita...., maksudku kau mau....?"
Marcel mengernyitkan dahi, lalu tersenyum manis. "Kau tidak hanya boleh memanfaatkan aku didepan Reno, kau juga boleh menggunakan aku sebagai tameng untuk kakekmu."
"Mar...cel?"
Marcel mengangguk lirih lalu bangkit dari posisinya, tak lupa menarik Widuri dengan sekali gerakan hingga gadis itu kini dalam pangkuannya. Kedua tangannya ia lingkarkan dipinggang Widuri.
"Tidak mau?"
Widuri mengulas senyuman, dia kembali melingkarkan tangan dileher Marcel dan langsung menyambar bibir Marcel yang tengah sedikit terbuka. Menyusupkan lidahnya ke dalam sana dan menyerangnya lebih buas lagi.
Tentu saja Widuri tidak ingin kehilangan kesempatan besar ini. Tidak hanya memiliki Marcel untuk kepentingan semata dan kekuatannya lebih besar lagi menghadapi persoalan perjodohan, dia juga membuktikan bahwa masih ada pria yang memiliki cinta seperti Romeo.
"Besok kita temui kakekmu," kata Marcel setelah aktifitas mereka selesai.
Widuri kini duduk disamping Marcel dengan kepala terbenam didadanya, sedangkan satu tangan Marcel memeluk pinggangnya, sesekali ia mencium pucuk kepala Widuri.
"Kau yakin?"
"Tentu, kenapa. Kau tidak yakin?"
Marcel yang sejak tadi memainkan rambut Widuri menatap wajahnya dengan nanar.
"Aku hanya tidak menyangka kalau pada akhirnya kau---,"
"Mengakui perasaan yang aku rasakan ini tidaklah mudah. Batinku terus berperang, sampai hari ini,"
Widuri tersenyum, jujur saja dia belum pernah mengenal satu pria pun yang seperti Marcel. Yang bahkan harus menahan diri sedemikian rupa.
"Terus apa yang membuatmu jadi seperti ini. Padahal apa susahnya mengatakan perasaanmu itu." kata Widuri menunjuk dada Marcel. "Apa kau tidak pernah punya pacar?" matanya menyipit tak percaya.
"Ada hal lain selain aku menyadari perasaanmu yang mungkin sama saat bertemu Ivana tadi,"
Widuri mengernyit dengan tatapan aneh.
"Mungkin menurutmu ini aneh, tapi aku ingin menikahi orang yang memiliki perasaan yang sama padaku. Aku ingin dicintai sebesar aku mencintai,"
Widuri mengangguk, dia mengerti apa yang terucap dari bibir Marcel. Bahwasanya prinsip mereka sama, mencari cinta.
Cinta yang tidak hanya sekedar suka, saling sayang, saling menjaga satu sama lain. Tapi cinta yang penuh duka, sedih, marah, kecewa namun tidak pernah pergi meninggalkan. Menemaninya tumbuh, berkembang, lalu bermekaran. Tidak pergi walau tersakiti, memilih bertahan dan sama-sama memperjuangkan. Itulah cinta sesungguhnya yang mereka mau.
"Jujur saja aku tidak pernah sekalipun punya pacar!" ujar Marcel.
"Serius. Bahkan pacar-pacaran semasa sekolah?"
Marcel menganggukkan kepala, sementara pelukannya semakin mengerat.
"Bahkan jauh sebelumnya, apa menurutmu itu tidak normal?"
Widuri gelagapan sendiri. Bagaimana menjelaskan hal seperti itu normal atau tidak tapi yang pasti ia senang saat tahu pria macam apa Marcel. Dia pria baik di antara bejadnya pria-pria bajingan yang hanya bisa mengecewakan atau bahkan menyakiti seorang wanita.
"Ya ampun, ku fikir kau tidak seperti ini. Kau manis sekali," katanya dengan menangkup wajah Marcel dengan dua tangannya. "Ternyata aku tidak hanya beruntung mengenalmu, tapi aku juga memenangkan jackpot besar."
"Kau fikir aku undian?" Marcel menggelitik pinggang Widuri hingga dia terpingkal-pingkal.
"Marcel hentikan, itu geli!"
"Suruh siapa kau begitu!"
Mereka berdua kembali tertawa, dan Widuri sadar dia baru saja mengenal sisi lain dari pria dingin itu.
"Jadi apa sekarang kau mau jadi kekasihku, Marcel?" kata Widuri dengan senyum merekah.
"Astaga, bukankah kita sudah berciuman tadi, kemarin, kemarinnya lagi?" Wajah Marcel kembali serius dengan kedua alis mengerut.
Widuri tertawa, "Ah... Iya, kau ini sangat berbeda. Jadi kau tidak hanya akan jadi pacarku, kau juga akan jadi suamiku kan?"
"Benar-benar suami, bukan suami bohongan yang selama ini kau cari!"