Sembilan tahun yang lalu mas Alfan membawa pulang seorang gadis kecil, kata suamiku Dia anak sahabatnya yang baru meninggal karena kecelakaan tunggal.Raya yang sebatang kara tidak punya sanak keluarga.
Karena itulah mas Alfan berniat mengasuhnya. Tentu saja aku menyambutnya dengan gembira. selain aku memang penyayang ank kecil, aku juga belum di takdirkan mempunyai anak.
Hanya Ibu mertuaku yang menentang keras keputusan kami itu. tapi seiring waktu ibu bisa menerima Raya.
Selama itu pula kehidupan kami adem ayem dan bahagia bersama Raya di tengah-tengah kami
Mas Alfan sangat menyayangi nya seperti anak kandungnya. begitupun aku.
Tapi di usia pernikahan kami yang ke lima belas, badai itu datang dan menerjang rumah tanggaku. berawal dari sebuah pesan aneh di ponsel mas Alfan membuat ku curiga.
Dan pada akhirnya semua misteri terbongkar. Ternyata suami dan anak ku menusukku dari belakang.
Aku terpuruk dan hancur.
Masih adakah titik terang dalam kemelut rumah tang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon balqis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
"Aku lelah menjadi orang baik, Vi. capek selalu mengalah. Biarlah predikat wanita penyabar jauh, asal aku bisa pertahankan hak ku." Viona mengacungkan jempolnya.
"Ini yang ku mau dari dulu. Mentari yang kuat,. Bukan Mentari yang hanya bisa mengandalkan air mata."
Aku tersenyum. Yah, aku ingin kuat sepert Viona. Walau pernah kecewa dengan seorang pria, dia tidak langsung tumbang begitu saja. Dia malah bangkit berdiri menentang keras nya dunia demi anak-anak nya.
"Aku belajar dari mu. Tapi aku juga tidak bisa berjalan sendirian. Aku butuh sahabat seperti mu di setiap langkahku."
Aku selalu siap kok kapanpun kau butuhkan." jawabnya pasti.
kami berpelukan erat. Saat ini memang hanya Viona yang bisa ku percaya.
Setelah mengobrol dengan Viona, dadaku sedikit lega.
"Tari, aku ke toilet sebentar ya..!"
Aku menunggu Viona sambil membaca pesan dari seseorang yang ku suruh memata-matai Wanda dan emaknya.
(Bu, aku melihat Wanda dan ibunya pergi ke suatu tempat. Tapi belum jelas tempat apa itu.)
Aku memang menyewa seorang detektif untuk menyelidiki emak dan Wanda. Dan dia bolang mereka sedang pergi ke suatu tempat? Tempat apa? Aku menyuruhnya terus membuntuti mereka.
"Mentari..." aku terkejut saat seseorang menyentuh pundak ku dari belakang.
"Alfan? Sedang apa kau di sini?" tanyaku nanar. Mana Viona belum balik lagi.
"Aku rindu padamu. Aku tidak bisa membendung keinginan untuk bertemu dengan mu. Menatap mata mu..."
"Ini bukan tempat menggombal. Tinggalkan aku sendiri. Atau aku akan teriak..!" aku mengancamnya dengan gusar.
Beberapa pengunjung tempat itu mulai memandang kami yang berisik.
"Teriak lah kalau kau mau jadi tontonan orang-orang."
Dia semakin berani menyentuh tanganku.
"Jangan kurang ajar..!" aku terpekik tertahan.
"Jangan munafik, Tari. bukan kah ini sentuhan yang kau rindukan selama ini? Aku yakin Fajar tidak akan bisa memberi sentuhan ini kepadamu." bisik nya dengan senyum sinis.
Aku tak tahan lagi.
Ku hempas tangannya dengan kasar hingga orang-orang menatap kami.
"Kalau ada masalah, selesaikan baik-baik dirumah. Jangan di tempat umum seperti ini."
Tegur salah satu dari mereka.
Wajah ku memerah karena marah dan malu.
"Maaf,kan kami. Istri ku memang sedang salah paham." ucapnya dengan cengengesan.
Aku memandangnya dengan tatapan protes.Beraninya dia bilang kalau aku masih istrinya.
Aku menyambar tas ku yang tergeletak di meja. Tak perduli pada Viona yang belum datang, aku harus segera pergi sebelum malapetaka terjadi.
"Eh, mau kemana sayang?" Alfan menyambar tangan ku. Mau ku tampar saat itu juga tapi semua mata sedang tertuju kepada kami.
"Bujuk baik-baik, Mas. Wanita memang gampang marah. Tapi akan luluh kalau di baik-baikin"
Wah, semakin menjadi nih mereka. Kok mereka jadi ikut campur.
"Maaf, aya bukan istrinya...!" ucapku tegas di depan mereka.
Tapi Alfan cepat memotong.
"Sayang... Aku tau kau sedang marah. Tapi janganlah begitu, sampai tidak mengakui pernikahan kita.." ucapnya dengan mimik wajah sedih hingga semua orang tertipu.
Sebagian dari mereka malah menyalahkan sikap ku.
Viona kemana lagi, kenapa lama sekali di toilet.
Aku duduk sejenak sambil menunggu Viona.
Membiarkan Alfan meracau kesana kemari.
Dia duduk sambil menatapku tanpa berkedip.
"Tari, tidak bisakah kau melupakan semua yang terjadi, lalu kita mulai Kebahagiaan dari awal lagi. Tanpa ada Raya, tanpa Fajar pula." ucapnya kemudian.
"Mimpi lah kau sepuasnya. Aku tidak akan pernah kembali dan mengingat masa itu lagi." jawabku ketus.
"Sesakit itukah luka yang ku torehkan hingga kau tidak sudi lagi sekedar untuk menatapku." matamu terlihat sayu.
Hampir saja aku larut dalam sandiwaranya.
Viona datang tergopoh.
"Aduh, sorry Tari. Ada insiden kecil karena itu aku agak lama..." matanya menyapu keberadaan Alfan.
"Kau disini, Fan?"
Alfan menarik nafas berat.
"Aku tau kau tidak suka dengan kehadiranku. Tapi asal kau tau aku hanya ingin kebahagiaan Mentari. Itu saja."
Viona akan menjawab. Tapi aku menarik tangannya untuk pergi dari tempat itu.
"Tidak ada gunanya meladeni orang gila' seperti dia." ucapku menunjuknya.
Ku lihat Alfan malah tersenyum saat aku memakinya. Dasar sudah gila..
***
Ku langkahkan kaki dengan pasti memasuki rumah.
"Berhenti di situ...!"
Kaki ku terhenti seketika.
Aku lihat Emak, Wanda dan mas Fajar sedang duduk seolah menunggu kedatangan ku.
"Darimana saja kau?" suara Emak menggelegar seperti jaksa yang sedang menuntut ku.
Sebelum menjawab nya aku menatap mas Fajar sekilas. Mata itu terlihat kecewa walau tidak berkata apa-apa .
"Apa yang terjadi hingga emak harus mengintrogasi ku?" aku balik bertanya membuat emak meradang.
"Kau?" Wanda ikut melotot padaku.
Aku sangat menunggu kata-kata keluar dari mas Fajar sendiri.
Aku melangkah masuk dengan pasti.
"Aku suruh jangan berani injak kan kaki lagi di rumah ini." sergah emak gusar. Dia menjambak rambutku, tapi dengan sigap aku menghindar.
"Kau lihat kelakuan istrimu? dia berani meledek emak.." dia mengadu pada mas Fajar.
Tapi suami ku hanya diam membisu.
"Ada apa, Mas?" aku mendekatinya tapi Wanda menghalangi ku.
"Mba tidak berhak lagi atas bang Fajar." ucapnya sengit.
Entah kekuatan darimana, dengan mudah ku dorong tubuh Wanda kesamping hingga terjerembab dan untung jatuhnya di sofa.
"Jangan berani mencegahku. Mas Fajar juga suamiku. Kita punya hak yang sama." ucapku ketus hingga dia mengkerut ketakutan
"Kenapa kau berubah begini, Tari? Kau jadi kasar dan arogan. Aku seperti tidak mengenalmu." sekali bibirnya terbuka, ucapannya membuatku terluka.
"Mereka yang mulai, Mas. Apa aku harus diam saja di injak-injak oleh mereka?" jawabku keras.
Mas Fajar menggeleng keras.
"Kau bukan Mentari yang ku kenal." ucapnya sambil mengibas tangannya.
Aku mendengus kesal.
"Itulah wajah aslinya, selama ini dia berpura-pura baik agar mendapat simpati mu. Dan lihat, dia berhasil merebut perhatianmu. lalu apa yang di dapat Wanda?" emak semakin memperkeruh suasana.
Aku hanya diam. Aku yakin mas Fajar bisa menilai tanpa aku harus menjelaskan.
"Dasar wanita menjijikan kan, apa kurangnya Fajar?" emak menuding wajahku. Apa maksud ucapannya?
"Memang kalau wanita ke gatelan ya kayak gitu, Mak. Tidak cukup dengan satu laki-laki." Wanda yang menyahut.
Aku semakin bingung dengan omongan mereka.
Tanpa memperdulikan ocehan mereka ku susul mas Fajar untuk minta penjelasan.
"Mas, apa sih yang terjadi sampai emak dan Wanda mengeroyok ku?"
"Mengeroyok bagaimana? bukannya kau yang sudah berubah dan berani melawan emak?" jawabnya sinis.
"Aku tidak ingin berdebat. Mas lihat sendiri bagaimana emak..."
"Tapi tetap saja kau tidak boleh melakukan hal seperti tadi. Emak adalah orang tuaku."
Aku menarik nafas sejenak.
"Baiklah, aku salah dan akan minta maaf pada emak. Sekarang jelaskan apa yang sebenarnya terjadi." Suara kau mulai melunak.
"Mas Fajar menatap ruang kosong sambil bibirnya berkomat- Kamit.
"Mereka melihat mu sedang mengobrol dengan Alfan..." ada nada getir dalam jawabannya itu.
Ais.. Pantas saja kali ini dia tidak membelaku di depan Emak dan Wanda. Rupanya ini penyebabnya.
"Lalu kau percaya?"
"Bagaimana aku tidak percaya, mereka punya rekamannya." jawabnya cepat.
Bagaimana bisa itu terjadi? Kenapa emak punya rekaman itu, padahal mereka kan sedang pergi ke suatu tempat. Dan kejadiannya bersamaan.
Setelah berpikir sejenak aku baru paham kalau ini pasti ada hubungannya dengan Alfan. Ya.. Alfan pasti sudah sengaja merekam kejadian tadi lalu ngeditnya dan mengirimnya ke emak.
"Kenapa kau diam? Jadi kau membenarkan tuduhan mereka, kan? Jawab saja jujur. Aku tidak marah Tari. Hanya kesal kenapa kau tidak bercerita kalau memang ada hubungan dengan Alfan."
Bibirnya bilang tidak marah, tapi aku melihat kekecewaan di matanya.
Bagaimana aku menjelaskannya. apapun penjelasanku kau pasti salah paham, mas.
Maaf baru bisa update. lagi kurang sehat
"