NovelToon NovelToon
Pembalasan Istri Lemahku

Pembalasan Istri Lemahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Cinta Paksa / Tukar Pasangan
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Elmu

Laras terbangun di tubuh wanita bernama Bunga. Bunga adalah seorang istri yang kerap disiksa suami dan keluarganya. Karna itu, Laras berniat membalaskan dendam atas penyiksaan yang selama ini dirasakan Bunga. Disisi lain, Laras berharap dia bisa kembali ke tubuhnya lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Elmu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

De ja Vu

Aksa menggendong Laras dan membawanya ke kamar gadis itu. Bi Imah belum pulang, wanita itu ikut panik dan merasa bersalah. Karna itu dia menunggu kedatangan tuannya dengan perasaan cemas.

"Bi, tolong siapkan baju ganti untuk Laras."

Laras?

Bi Imah sempat bingung, kenapa nama panggilan majikannya itu berubah jadi berbeda? Tapi gak ada waktu untuk berfikir macam-macam. Situasi sedang genting sekarang.

Bi Imah segera mengambil baju ganti yang tebal dan nyaman.

"Bi, tolong gantikan baju Laras, ya?" pinta Aksa. Dia mengurungkan niatnya, karna teringat penyebab kediaman Laras akhir-akhir ini. Dia khawatir, Laras semakin tertekan kalau tahu dirinya yang menggantikan bajunya.

"Iya, Den."

"Makasih, Bi."

"Sama-sama, Den."

"Oh, ya, Bi. Bisa tolong hari ini bibi menginap saja?"

"Iya, Den. Tidak apa-apa."

Aksa tersenyum. "Terimakasih, Bi. Dan tolong bibi tidur disini saja ya, temani Laras."

"Eh, tapi, Den?"

"Gak papa, Bi. Mungkin Laras butuh teman bicara sesama wanita." Aksa memberi alasan.

"Baik kalau begitu, bibi tidak bisa menolak."

Sekali lagi, Aksa mengucapkan terimakasih. Setelah itu, dia kembali ke kamarnya.

Laki-laki itu duduk di kursi menghadap jendela. Menyalakan rokoknya, menyesap dalam. Hembusan gusar beriring dengan asap yang menguar. Aksa merenung.

"Apa ini hukuman untukku, karna dulu mengabaikanmu, Bunga?"

Aksa kembali menghembuskan napas panjang.

Dia sangka, setelah Laras menerima sentuhannya, hubungan mereka akan membaik dan semakin intim. Nyatanya, dosanya terlalu banyak. Sampai sulit untuk dimaafkan. Tapi itu wajar, mengingat betapa kejam perlakuannya dulu pada gadis itu.

"Harus dengan apa aku menebusnya, Bung?" gumamnya dengan desahan panjang.

.

.

Telponnya kembali berdering. Laras membuka kelopaknya. Memicingkan mata, mendapati sinar lampu yang masih di nyalakan. Menyadari sesuatu. Sejak kapan dia pulang? Kenapa sudah ada di kamar?

Menoleh ke samping, mendapati Bi Imah yang tidur disisi ranjang dengan posisi duduk. Hendak membangunkan bi Imah, tapi dering telponnya mengganggu. Laras segera meraihnya.

Keterkejutan nyata tersorot dari wajahnya. Bunga yang menelponnya. Bukannya dia periksa tadi, nomor Bunga tidak ada? Dia hanya mimpi kan, tadi siang? Tapi, kenapa nomor ini memanggilnya lagi. Apa, saat ini dia sedang bermimpi lagi?

Dengan perasaan tak karuan, Laras mengangkat panggilan yang sudah terulang dua kali itu.

"Ha-halo ..." Laras tak meneruskan, menahan napasnya. Untuk memastikan dulu, apa benar ini Bunga?

"Hai, Ras ...."

Laras mengembuskan napasnya.

"Bunga?" lirihnya, memastikan. Menoleh ke belakang, bi Imah masih tidur. Laras gegas keluar dari kamar. Menuju taman belakang rumah.

"Iya, ini aku, Ras. Bunga."

Napas Laras tersengal. Kembali emosional. Bunga pasti sengaja mengerjainya, kan? Untuk apa dia menghubungi, kalau nyatanya dia tidak datang?

"Lo kemana tadi? Gue nunggu di alamat yang lo kasih. Tapi apa? Lo gak dateng kan? Lo sengaja? Karna lo nyaman sama tubuh gue, kan? Balikin, Bunga! Gue pengen balik ke kehidupan gue."

"Ras ... Maksudmu apa?"

"Gak usah pura-pura, Bunga. Gue tahu, lo gak betah sama hidup lo karna Aksa mengabaikan lo, kan? Tapi tenang, Aksa sudah menyesal. Dia sudah cinta sama lo. Maka ... Please ... Balikin hidup gue. Gue ... Hiks ... Ini bukan hidup yang gue inginkan, Bung ..."

"Ras, kamu pasti salah paham. Aku gak ingkar janji. Aku dateng. Bahkan, aku malah mau nanyain kamu, kenapa kamu gak dateng? Aku nunggu kamu sampek malam. Sampek kehujanan. Sampek mama jemput aku karna aku gak pulang-pulang."

Laras terperangah. Emosinya menurun. "A-apa? Jangan bohong kamu, Bung. Gue juga nunggu disana sampai kehujanan. Tapi, gak ada elo."

"Tapi aku beneran kesana, Laras. Aku nunggu di taman kota. Duduk di kursi sebelah air mancur. Kamu dimana?"

Deg! Jantung Laras rasanya seperti berhenti. Apa ini? Tempat duduk yang disebutkan Bunga adalah tempat duduk yang tadi di dudukinya. Maksudnya, dia dan Bunga duduk di tempat yang sama, dalam waktu yang sama.  Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Tubuhnya menegang seketika. Menelan salivanya kasar.

"Bung, bisa lo kirim alamat lo tinggal?"

"Kamu mau ke rumah langsung, Ras? Emang gak papa kalau mama tahu? Gimana kalau mama kaget nanti?"

"Jangan banyak tanya Bunga! Kirimkan saja sekarang!" Laras setengah membentak. Pikirannya kacau sekarang. Bagaimana bisa ini terjadi? Kejadian di luar nalar yang gak bisa dijelaskan dengan pemikiran terbatasnya.

"I-iya, Ras. Aku kirimin. Tapi jangan kesini sekarang ya. Besok aja. Sudah malam soalnya. Mama lagi tidur, nanti malah keganggu."

"Bung, bisa langsung kirim?" Laras tak sabar dengan Bunga yang menurutnya terlalu bertele-tele.

"Eh, iya, Ras."

Tak lama alamat dikirim. Laras sampai menahan napas saking tegangnya dia.

"Besok jangan kemana-mana. Dan tolong aktifkan ponsel lo. Jangan seperti kemarin."

"Iya, Ras. Aku tahu."

"Gue harap, lo jaga tubuh gue baik-baik. Sayangi mama. Dan kalau bisa, jangan sampai mama tahu kalau lo bukan gue. Aku mohon, Bung ..."

"Ras ...."

Laras memejamkan matanya. Dadanya sesak. Sesak sekali. Entah kenapa, dia merasa tipis harapannya untuk bisa kembali ke tubuhnya. Dia merasa, dirinya dan Bunga memang berada di universal berbeda. Dimensi yang tak sama. Tapi, dia akan membuktikannya besok. Meski rasanya dia putus asa, tapi boleh kan, berharap kalau dugaannya salah? Anggap saja tadi Bunga salah taman. Jadi mereka gak ketemu. Please ... Jangan bikin pikirannya jadi nyata. Dia ingin kembali.

.

.

Paginya, Laras membuka matanya. Menoleh ke samping, sudah tak ada bi Imah. Gadis itu tidak langsung beranjak. Melainkan melamun. Semalam, dia dihubungi Bunga lagi. Dengan perdebatan kecil karna dia kira Bunga tidak datang. Tapi, semalam itu nyata atau enggak? Rasanya mimpi dan kehidupan nyatanya seperti berbaur.

Memastikannya, Laras meraih ponselnya. Lagi, nomor Bunga gak ada. Jadi, mungkin semalam memang cuma mimpi. Tapi, kali ini Laras cerdas. Dia sempat menghafalkan nomor Bunga. Dan rasanya, dia masih ingat sekarang. Maka dari itu, cepat-cepat dia torehkan ke ponsel. Hanya saja, ada silap di dua angka terakhir. Enam sembilan, atau sembilan enam? Ah, entahlah. Dia coba saja keduanya.

Menggigit jemarinya, Laras mencoba menghubunginya. Dan, tersambung! Rasanya jantungnya berdebar tak karuan.

"Halo, ini siapa?"

Suaranya laki-laki.

Laras menetralkan perasaannya dulu.

"Halo, bisa bicara dengan Bunga?"

"Bunga siapa? Bunga kantil?"

"Bunga Fer ...."

"Gak ada yang namanya Bunga disini. Bunga kok diajak bicara. Gila kamu ya."

Laras langsung mematikan panggilannya. Segera menelpon nomor yang satunya.

"Halo?"

Suara anak kecil.

"Em ... Hai."

"Ini siapa, ya?"

"Kakak boleh bicara sama Bunga, dek?"

"Bunga? Aku namanya Bunga, kak. Kakak siapa ya? Kok kenal aku."

Laras kembali mematikan. Kenapa gak ada yang bener dari dua nomor itu. Perasan yang dia tulis sudah benar. Laras mendesah masgul.

"Non, non Bunga ..."

Suara bi Imah.

"Iya, Bi," jawabnya.

"Non sudah bangun?"

"Iya, Bi."

"Syukurlah. Non ayo, sarapan. Apa Bibi bawain ke dalam?"

"Gak usah, Bi. Nanti aja, aku kesana."

"Baik, Non."

Terdengar derap langkah menjauh. Laras kembali melamun. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa mimpi itu terus mendatanginya? Mimpi yang nyaris nyata, tapi tidak bisa dibuktikan. Apakah ini hanya petunjuk semu lewat mimpi? Tapi anehnya, petunjuk itu begitu jelas dalam ingatannya. Biasanya, jika hanya mimpi, pasti ada beberapa hal yang sulit diingat. Tapi anehnya dia ingat jelas hal detail seperti nomor dan alamat.

Tidak! Dia gak boleh nyerah. Dia sudah mengingat rute ke rumah Bunga, meski ... Sepertinya gak asing.

.

.

"Non, gak sarapan?" bi Imah bertanya, saat Laras justru melangkah keluar.

"Nanti aja bi."

"Waduh, jangan ditolak ya non. Soalnya ini pesan den Aksa. Non harus makan. Dari kemarin belum makan. Khawatir non sakit."

Laras mengalah. Dia berbalik ke meja makan. Sudah tidak ada Aksa. Aksa sudah ke kantor. Tapi gak masalah. Justru dia gak perlu menahan kecanggungannya.

Tak sempat menikmati sarapannya, hanya sekedar mengisi perut, Laras gegas pergi. Bi Imah sempat bertanya kemana dia pergi, dan Laras menjawab asal.

Dengan taksi yang dinaikinya, Laras gelisah. Rasanya tak sabar untuk memastikannya sendiri. Manusia dilarang nyerah kan? Dan dia sudah menerapkannya.

"Depan belok kiri, pak," pintanya pada pak sopir.

"Iya, mbak."

Jantungnya semakin berpacu. Sesuai dengan Petunjuk yang diberikan Bunga.

Eh, tapi tunggu!

Kenapa jalan ini? Bukannya jalan ini adalah jalan ke ....

Laras terkesip. Dia menyadari sesuatu. Jalan ini adalah jalan lain menuju rumahnya! Rumah yang pernah dia tandangi dengan Aksa saat pertama kali bangun dari koma. Rumah yang ternyata pemiliknya lain.

Tapi, kenapa dia kembali ke rumah ini? Kenapa Bunga memberinya petunjuk kesini? Laras bimbang.

1
kuncayang9
keren ih, idenya
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!