Awalnya Elodie adalah ibu rumah tangga biasa. Istri yang penurut dan ibu yang penuh kasih. Namun sebuah kecelakaan mengubah segalanya.
Sikap dan Perilaku wanita itu berubah 180 derajat. Melupakan segala cinta untuk sang suami dan putra semata wayangnya. Mulai membangkang, berperilaku sesuka hati seingatnya di saat 19 tahun. Namun justru itu memberi warna baru, membuat Grayson menyadari betapa penting istri yang diremehkannya selama ini.
"Mommy."
"Nak, aku bukan mommy kamu."
"Elodie Estelle."
"Grayson Grassel, ayo kita bercerai!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Gray masih ingin menjawab sebelum asisten Al menghentikan. Pria yang baru datang setelah mengetahui keberadaan sang tuan itu, menarik pergi Gray yang menghempas tangannya.
"Tuan, lebih baik sekarang Anda mundur terlebih dahulu! Di sini Anda sudah terlalu menarik perhatian. Ada banyak mata yang mengawasi, juga ada yang sedang merekam. Jelas kondisi sekarang sangat tidak menguntungkan." Asisten Al berbicara dengan pelan, namun Gray masih bisa mendengar.
Pria itu memandang orang-orang di depannya yang menatap dengan sinis. Ia berdecak, karena emosi ia jadi langsung datang tanpa persiapan. Sekarang ia sendiri juga yang rugi, sudah tidak bisa membawa pulang Elodie dan putranya. Namanya juga akan semakin dicap buruk.
"Nyonya Elodie dan tuan muda Cedric akan baik-baik saja. Anda tidak perlu mengkhawatirkan mereka terlebih dahulu." Asisten Al berkata lagi dengan tenang.
Gray akhirnya mendengarkan, pria itu berbalik dan pergi tanpa mengatakan apa pun. Sementara Elodie yang masih merasa tidak percaya bisa bertemu dengan sang kakak lagi, tak mempedulikan pria yang merupakan suaminya itu.
"Ka-kak." Elodie berucap dengan haru, Elbert mendekati sang adik. Tanpa berkata langsung menarik wanita itu ke dalam pelukannya.
.
.
.
Clara duduk sembari menatap dengan bingung. Ia melihat dua manusia di depannya intens, semakin dilihat memang semakin mirip. Gadis itu jadi merasa bodoh tidak menyadari kemiripan mereka sejak awal. Ia memang tidak mengenal kakaknya Elodie, karena keduanya baru berteman baik sejak SMA. Berbeda dengan Glenca yang sudah berteman dengan Elodie sejak masih kecil.
"Jadi Elbert ini kakakmu?" Clara memecah keheningan yang tercipta di antara mereka. Elodie mengangguk, wanita itu tersenyum cerah, memancarkan betapa bahagia dia.
"Bagaimana bisa? Maksudku, jika aku tahu Elbert ini kakak yang kamu cari-cari. Aku akan menyeretnya bertemu denganmu di saat pertama kali aku melihatnya."
Elbert tertawa kecil, namun melihat wajah kesal Clara itu menghentikan tawanya dengan bingung. "Kenapa menatapku seperti itu?"
Clara menyipitkan mata, dalam sekejap rasa sukanya pada Elbert menguap entah kemana. "Kamu kakak jahat yang tega memutus hubungan dengan Elli-ku. Tentu aku kesal padamu!"
"Apa?" Elbert menganga sebentar. Pria itu akhirnya menahan tawa saat merasa ekspresi Clara yang sangat menggemaskan baginya.
"Aku sama sekali tidak pernah meninggalkan adikku. Kami masih selalu berhubungan," jelas pria itu yang membuat dua wanita itu menatap padanya.
"Kenapa? Apa salahku lagi? Benar kan, kita masih sering bertukar pesan?"
Elodie menggeleng sebagai jawaban. Sementara Elbert memasang wajah bingung. Pria itu kelabakan saat dua perempuan itu menatapnya tidak percaya. Ditambah dua anak kecil yang duduk di sebelah Clara juga memberi pandangan tidak suka.
"Benar, sungguh! Begini, aku memang tidak setuju kamu menikah dengan Grayson. Tapi bukan berarti aku setega itu untuk memutus hubungan dengan adikku satu-satunya."
Elbert meraih tangan sang adik dan menggenggamnya dengan erat. Elodie tersenyum, ia tentu percaya mengingat betapa Elbert menyayanginya dulu.
Sementara Clara masih ragu. Gadis itu tetap memasang wajah tidak percaya. Elbert yang menyadari wajah sinis perempuan itu meraih ponselnya, ia menunjukkan riwayat chatnya pada sang adik.
"Ini, kalian lihatlah! Aku selalu menghubungi Elli. Tapi sejak hampir dua bulan yang lalu nomornya tidak aktif. Hampir setiap malam aku menunggu di depan rumah pria itu sejak nomor Elli tidak bisa dihubungi. Tapi mereka melarangku masuk."
Clara merebut ponsel itu dan membaca riwayat chat mereka. "Ini nomor lamamu sebelum kecelakaan," ucap gadis itu sembari mengembalikan ponsel Elbert.
Kini ia percaya, tapi bukan berarti ia sudah percaya seratus persen. Apalagi ia juga gengsi jika tiba-tiba bersikap baik pada Elbert setelah menuduhnya.
"Kecelakaan? Kamu kecelakaan?" Elbert langsung meraih kedua tangan sang adik, pria itu berdiri dan memutari sofa demi melihat keadaan Elodie yang baik-baik saja.
"Iya, tapi aku baik-baik saja selain hilang ingatan," jelas Elodie yang membuat Elbert sedikit lebih lega.
"Jadi kau pamanku?" Suara seorang anak kecil menyambar tiba-tiba. Elbert mengalihkan atensi padanya, pria itu menatap Elodie untuk mencari jawaban.
"Dia putraku, Cedric."
"Aku baru tahu kamu punya dua anak." Elbert berkata sembari menatap dua bocah di depannya. Cedric langsung mengelak.
"Enak saja, mommy hanya punya aku putranya. Tidak ada yang lain." Anak itu mendengus, ia menjauhkan diri dari Ciara yang ternyata duduk menempel padanya.
Sementara Ciara bersikap seakan geli. "Siapa juga yang mau jadi kakakmu." Anak perempuan itu juga menyeret tubuhnya, menjauh dari pria kecil menyebalkan di sampingnya itu.
"Aku lebih tua darimu!"
"Dan tinggiku lebih dari dirimu."
"Kau ...."
Begitulah siang itu tiga orang dewasa tertawa melihat pertengkaran lucu dua anak di depannya.
.
.
.
Gray menghempas dokumen di atas mejanya dengan kasar. Asisten Al yang mengikuti di belakang dibuat elus dada. Pria itu belum pernah melihat sang tuan yang semarah ini. Bahkan di saat menghadapi pengkhianatan John, Gray menghadapinya dengan tenang dan berpikiran jernih.
"Dia mau bercerai? Huh, aku akan melihat berapa lama dia bisa bertahan di luar tanpa aku." Gray berkata sembari mensugesti diri. Pria itu masih beranggapan bahwa Elodie tidak akan bisa hidup tanpanya. Wanita lemah yang selalu berlindung padanya itu, tidak akan bisa pergi jauh dalam waktu lama.
Asisten Al diam sembari berjongkok merapikan dokumen-dokumen yang dihempas Gray. Pria itu tidak mau berkomentar, karena menurutnya sang tuan hanya menghibur diri sendiri saja. Nyatanya nyonya mudanya itu sepertinya sungguh-sungguh pergi kali ini.
"Kenapa kau diam saja? Menurutmu dia pasti akan kembali kan?" Gray memandang asisten Al dengan tajam.
Asisten Al mendongak, ia ingin berkata jujur tetapi tatapan sang tuannya itu benar-benar mematikan. "Ya, nyonya muda pasti kembali!" ujar pria itu dengan tegas dan lantang. Walau pun ia tidak ingin menambah dosa dengan berbohong, tapi ia juga tidak ingin gajinya ada yang hilang lagi.
Gray mengangguk dengan puas akan ucapan sang asisten. Pria itu jadi percaya diri kembali sekarang.
Namun semuanya hanyalah harapan semu. Karena sudah tiga hari terlewati dan Elodie sama sekali tidak menghubungi apa lagi meminta kembali padanya.
Asisten Al berjalan dengan gontai menuju ruangan sang tuan. Pria itu sudah tiga hari ini menemani gilanya kerja Gray. Bahkan mereka sama sekali tidak pulang, beristirahat pun hanya di dalam ruangan masing-masing. Itu pun jika Gray ada beristirahat ia baru bisa mengikuti, jika Gray terjaga ia pun akan ikut terjaga karena pria itu senang sekali menyusahkannya.
"Selamat pagi, Bian," sapa asisten Al pada sekretaris Bianca yang langsung berdiri menyapanya. Pria itu memaksakan senyumannya yang tidak semangat.
"Asisten Al." Sekretaris Bianca mendekati asisten Al yang sudah hendak membuka pintu ruangan Gray. Pria itu berhenti, menatap Bianca dengan wajah penuh tanya.
"Saya ingin menitipkan ini pada tuan Gray." Gadis itu mengeluarkan sebuah amplop yang membuat Al melotot melihatnya.
"Kamu saja yang berikan!" titah Al yang membuat Bianca menggeleng.
"Anda lebih dekat dengan tuan Gray, lebih baik Anda saja yang memberikannya. Dia pasti tidak akan marah pada Anda."
"Tidak! Kamu gabungkan saja dengan dokumen yang lain! Nanti pasti dia bisa lihat sendiri."
Sekretaris Bianca akhirnya mengalah. Gadis itu menggabungkan amplop itu dengan beberapa dokumen lainnya. Lalu mengikuti langkah asisten Al yang sudah masuk duluan.
"Bagaimana dengan jadwalku hari ini?" tanya Gray tanpa basa-basi setelah menyadari Bianca yang masuk ke ruangan.
"Anda ada meeting di jam 9 pagi, Tuan. Lalu dilanjutkan makan siang dengan tuan George. Setelah itu tidak ada jadwal keluar lainnya. Oh iya, tuan George mengajukan pergantian restoran untuk makan siang bersama Anda."
"Terima saja."
Sekretaris Bianca mengangguk, gadis itu berjalan mendekat ke arah Gray sembari menaruh beberapa dokumen dengan gugup. "Lalu ini ada beberapa dokumen yang harus Anda periksa dan tanda tangani."
Gadis itu pamit sembari melirik asisten Al yang kini bersiap disemprot.
"Ada yang mau kau sampaikan?"
Asisten Al berdehem pelan. "Ada dua perusahaan yang memutuskan kerja sama dengan Anda karena ... berita Anda yang berselingkuh dan mencampakkan anak istri. Selain itu, harga saham perusahaan terus menurun sejak berita tersebut beredar."
Gray tidak menjawab, namun diamnya pria itu menguarkan aura yang kelam.
.
.
.
Sabar, Guys. Elodie butuh proses untuk jadi singa betina. Gak bisa langsung upgrade seakan dia itu orang lain. Apalagi dia tidak ingat apa pun, dan perlakuan Gray yang cukup baik di awal, wajar saja buat dia luluh.
Btw, akhir-akhir ini aku kurang dapat feel nih. Semangatin dong 😀.