Pacaran bertahun² bukan berarti berjodoh, begitulah yang terjadi pada Hera dan pacarnya. Penasaran? Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ☆☆☆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB TIGA PULUH TIGA
"Hasyim." panggil Hera agak pelan, lalu dia berdiri dari duduknya. Hasyim yang sedang berjalan santai pun langsung menoleh ke arah Hera.
"Hai, sudah menunggu ternyata." ucap Hasyim lalu singgah ke rumah Hera. Dia duduk di kursi teras rumah Hera dengan santai. "Mana pale Om dan Tante?" tanyanya.
"Aku mau bicara penting. Duduklah dengan bagus." ucap Hera serius. Dia menghela nafas terlebih dahulu kemudian dihembuskan. "Eh, kamu tanya ibu dan ayah? Mereka ada di dalam." jawabnya.
"Hasyim, seandainya ada laki-laki yang tembak aku." belum selesai Hera berbicara, Hasyim menyela cepat.
"Mati dong." jawabnya. "Ha-ha-ha." malah tertawa. Hera menatap serius ke Hasyim, dia kesal. "Okey, lanjut." imbuhnya.
Hera cemberut, dia sudah serius malah diajak bercanda sama Hasyim. "Kamu ini ya! Orang serius malah becanda." ucapnya ketus.
"Sudah jangan ngambek tetangga nanti jelek. Siapa kah yang nembak sahabatku ini? Hhmm?" cecar Hasyim serius. Dia menatap Hera yang masih cemberut.
"Sebenarnya ada cowok tembak diriku, tapi aku bingung mau bilang apa! Dia bilang cinta sama aku!" ucap Hera jujur. Dia butuh solusi, hanya Hasyim saat ini yang bisa membantunya.
"Ikuti kata hatimu, kalau kamu suka dan cinta terima saja. Kalau kamu gak suka ya tolak saja! Saya akan dukung apa pun keputusanmu saudari." jawab Hasyim enteng tanpa beban.
Baginya urusan cinta bukan hal paling rumit. Yang rumit itu adalah kedua orang tuanya yang terlalu menuntutnya. Bahkan apa yang Hasyim lakukan seolah selalu salah di mata mereka.
"Jadi begitu ya!" setelah cukup lama berpikir Hera bersuara. "Apakah tidak ada rasa yang dimiliki Hasyim sedikit pun untukku?" batinnya bertanya-tanya. Dia menatap Hasyim yang sibuk dengan ponselnya.
"Begitu. Jadi gimana? Sudah dapat jawabannya? Semua ada pada dirimu sendiri. Okey! Aku pulang, ibu mencariku." ucap Hasyim menjelaskan lalu dia meninggalkan Hera sendiri yang masih harus berpikir untuk menerima atau menolak.
Saat Hera melamun, dia mendengar panggilan dari dalam rumah. Siapa lagi kalau bukan ibu?! "Bentar bu, Hera di teras." jawabnya masih tetap duduk santai.
"Huft, nanti saja lah dipikir lagi." batinnya lalu masuk ke dalam rumah. Dia langsung menuju dapur. "Ayah gimana keadaannya?" tanyanya saat sudah duduk dikursi.
"Ayah sudah baik-baik saja nak, hanya kelelahan." jawab ayah Rahim santai. Mereka makan bersama seperti biasa.
"Tadi kayak suara Hasyim, apa benar?" tanya kak Udin menelisik.
"Hhmm." Hera hanya menjawab dengan deheman. Dia sedang memasukkan makanan dalam mulutnya.
"Kenapa gak diajak makan sekalian?" tanya ibu menatap Hera jengah, masak tetangganya ditinggal masuk untuk makan sendiri.
"Dia sudah pulang bu, masak mau ku tinggali dia di luar dan Hera masuk untuk makan!" serunya membela diri.
"Ibu kira dia masih di luar." jawab ibunya lalu melanjutkan makan.
"Sudah, makan dulu nanti kalau mau ngobrol lagi." pasalnya ayah Rahim kurang sehat kalau mendengar berisik-berisik dia pusing. Ayah Rahim butuh ketenangan, dia berencana pulang kampung.
Menjelang subuh Hera sudah bangun, dia mendengar berisik di dapur. Hera keluar kamar menuju dapur.
"Ada apa bu?" tanya Hera penasaran. Dia duduk dikursi sambil menyandarkan kepalanya di meja makan.
"Ayah kamu minta pulang kampung. Mau ke makam." jawab ibu sambil memasak untuk bekal pulang kampung. Padahal perjalanan dari Kota P ke kampung M hanya dua jam tapi ayah Rahim butuh bekal.
"Jadi ibu masak apa?" tanyanya lagi sambil menguap yang ditutup menggunakan telapak tangannya.
"Masak yang ada, sambal telur kecap sama nasi. Memang ibu belum belanja jadi bawa bekal yang ada saja." jawab ibu menyiapkan bekal dalam tupper ware.
"Ibu mau ikut juga? Emang naik apa? Mobil?" cecar Hera. Dia menatap ibunya lekat, dia angkat kepalanya dengan tegap.
"Pertanyaannya banyak banget nak." tegur sang ibu, karena sibuk dengan perbekalan, tidak fokus dengan pertanyaan Hera yang beruntun.
"Ibu mau ikut pulang kampung juga?" Hera mengulangi pertanyaannya dengan pelan dan lembut.
"Iya nak, ayahmu kurang sehat masak mau ibu biarkan sendirian. Nanti disana kami akan menginap di rumah Om kamu." jawab ibu Ros menjelaskan. "Kamu mau ikut?" tanya balik.
"Gak bu, kerjaanku banyak. Baru sebulan kerja masak mau cuti, gak enak sama yang lain." jawab Hera jujur.
Hera tidak membantu ibunya memasak karena memang telah selesai, semua beres. Tinggal Hera yang membersihkan dan mencuci peralatan dapur.
"Usai sarapan Ibu dan ayah berangkat nak. Kamu yang akur sama kakak kamu. Kami dijemput Om kamu karena dia ada tugas di Kota P, nanti pulangnya sekalian singgah jemput kami." jelas ibu Ros.
Pertanyaan Hera subuh tadi terjawab sudah. Hera hanya mengangguk mendengar penjelasan ibunya. Tepat pukul 07.00 Om menjemput, dan Hera juga harus ke rumah sakit. Begitu juga dengan Udin yang akan pergi bekerja.
"Hati-hati ibu, selamat sampai tujuan. Aku juga mau langsung berangkat ibu." ujar Hera memeluk ibu Ros lalu ke ayah Rahim. Kebetulan Ibu Setia keluar beli sayur.
"Pada mau kemana ramai-ramai ini?" tanyanya penasaran. Dia melihat semua berada di luar rumah, ada juga keluarga ayah Rahim yang bermobil. Padahal mobil dirental. Hehehe
"Mau pulang kampung dulu Bu Setia, rindu keluarga." jawab Ibu Rosita, pamitan pada tetangga dekatnya.
"Mana pale Bos-ku bu Setia?" tanya ayah Rahim sebelum masuk dalam mobil.
"Sudah berangkat ke kantor pak, ada rapat pagi-pagi. Setelah subuh tadi berangkat sama Hasyim." ucapnya menjelaskan.
"Oh. Iya bu. Kami permisi." ucap ayah Rahim mengakhiri percakapan dengan tetangganya. Ibu Ros juga masuk dalam mobil. Semua berangkat meski ke arah dan tujuan yang berbeda.
"Hera, kamu berangkat sama siapa? Motormu belum datang ya?" tanya Udin sang kakak. Dia melihat Hera dipinggir jalan menunggu angkutan umum.
"Tunggu mobil plat kuning. Motorku datangnya kalau ayah dari kampung. Kakak mau antar aku kah?" tanyanya penuh harap.
"Sini." ucap Udin cepat. Begitu juga Hera langsung naik diboncengan Udin tanpa menunggu lama. "Kamu pacaran sama teman kamu itu??" tanyanya.
"Ish kepo juga kamu." jawab Hera ketus. Dia menatap rumah-rumah didepannya yang mereka lalui. Setelah beberapa menit tiba di rumah sakit tempat Hera bekerja.
"Ongkosnya bu?" tanya Udin seperti ojek. Hera memberikan tos pada tangan Udin yang mengharapkan ceperan. "Ini anak main nyelonong." gerutunya meninggalkan parkiran rumah sakit.
Hera masuk dalam ruangannya ternyata belum ada Andika. Bahkan hanya Risma yang sudah datang karena piket.
"Rajin amat neng." ledek Risma, pasalnya Hera telat jika tidak piket. Risma seniornya Hera di tempat kerja. Mungkin sekitar dua tahun di atasnya.
"Iya nih kak." jawabnya asal. Dia duduk termenung memikirkan jawaban apa yang akan dia katakan kepada Andika.
"Bismillah." gumamnya pelan. Dia yakin jawabannya tepat! Hera menunggu kedatangan Andika, setia pintu terbuka dia pikir Andika. "Andika mana ya?" batinnya bertanya-tanya.
Kak Ine sudah datang, tapi Hera tidak berani bertanya ke arah pribadi begitu. Pasalnya Ine galak dan tegas. Beberapa menit menunggu datang lah Andika dengan senyum bahagianya.
cocok