Seorang pengangguran yang hobi memancing, Kevin Zeivin, menemukan cincin besi di dalam perut ikan yang tengah ia bersihkan.
"Apa ini?", gumam Kevin merasa aneh, karena bisa mendengar suara hewan, tumbuhan, dan angin, seolah mampu memahami cara mereka berbicara.
"Apakah aku halusinasi atau kelainan jiwa?", gumam Kevin. Namun perlahan ia bisa berbincang dengan mereka dan menerima manfaat dari dunia hewan, tumbuhan, dan angin, bahkan bisa menyuruh mereka.
Akankah ini berkah atau musibah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kota Brown
Bella dan Keny pun bergegas meninggalkan kota dan mengikuti jejak aroma tubuh Kevin. Daya lacak mereka cukup bagus sebagai mutan pengumpul informasi.
Di bawah pohon hutan Dorman, mereka pun berhenti dan menyapa Kevin.
"Tuan Kevin, kami membawa pesan dari tuan Tino. Mohon kesediaan tuan Kevin untuk sudi menerimanya atau kami akan terkena sanksi nantinya. Mohon belas kasihani lah kami", ujar Bella.
Kevin sudah mengetahui kedatangan mereka, namun tidak menggubris permintaan itu. Ia sedang mempertimbangkan segala hal.
"Aku tahu satu saat, harta, tahta, dan wanita akan datang kepadaku. Tapi aku tak menduga akan secepat ini", batin Kevin, masih enggan menerima permintaan Bella dan Keny. Tentu saja ia tak berani sembarangan turun atau hasrat mudanya akan meronta melihat tubuh tak bercela mereka.
Kedua perempuan itu hanya menunggu di bawah pohon hingga sore tiba. Kevin pun turun mencari makan. Mulai berburu hewan hingga memasak, Kevin diikuti kedua perempuan itu tanpa terjadi percakapan apapun.
"Apa kalian ini robot atau apa? Kenapa patuh sekali kepada walikota itu?", heran Kevin, memulai obrolan.
"Kami ini diadopsi sejak bayi. Tuan Tino lah yang mengurus kebutuhan kami selama ini. Entah kenapa kami tidak bisa melawan apapun perintahnya", jawab Keny.
"Apapun? Termasuk menghangatkan ranjang atau menghabisi diri sendiri bahkan?", heran Kevin.
"Tentu saja. Meski kami punya insting bertahan hidup, dorongan kepatuhan itu jauh lebih kuat", sahut Bella yang duduk menempel di samping kiri Kevin.
"Jangan begini, aku lelaki normal yang bisa saja khilaf menggaulimu jika menempel begini", ujar Kevin terang-terangan. Ia sudah berusaha mengendalikan diri sejak pertemuan pertama mereka. Tentu saja ini cuma gertakan agar mereka menjaga jarak.
"Memangnya kenapa kalau nempel begini? Apa kak Kevin berani menggauliku? Memangnya kak Kevin bisa?", sahut Bella sembari memeluk lengan kiri Kevin hingga membuat benda kenyal putih itu nampak sangat jelas.
"Glek!'
Susah payah Kevin menelan saliva dan mengalihkan pandangan ke arah api. Kevin yang tak menjawab, membuat Bella semakin nekad merayu dengan menyandarkan dagu di pundak Kevin dan menghembuskan nafas ke leher. Ia tahu jelas tanda pria polos. Keny pun tak mau kalah dan melakukan hal yang sama di kanan Kevin.
"Lepaskan! Ayo makan bersama!", ajak Kevin. Kedua perempuan itu tersenyum dan menuruti ajakan Kevin.
"Ini hadiah dari tuan Tino", ucap Keny sembari menyodorkan kartu debit khusus itu dan juga sandinya.
"Totalnya sekira 18 triliun uang fiat atau 6 juta koin besar Dorman kak. Kakak kaya sekarang, apa yang akan kak Kevin lakukan dengan uang sebanyak itu?", tambah Keny.
"Eit, itu belum seberapa. Lihat ini juga kak", Bella tidak mau kalah dan menyerahkan token walikota Brown kepada Kevin. Tentu saja Kevin tidak tahu fungsi medali bulat berwarna coklat muda bergambar pohon ek.
"Kak Kevin sekarang bisa menjadi walikota Brown. Tinggal datang tunjukkan token ini ke kantor, maka secara resmi kak Kevin sudah menjabat sebagai walikota", tambah Bella.
"Ha semudah itu? Kalau aku menolak semua itu, apa risikonya?", Kevin tidak tahu apa asyiknya jadi walikota.
"Em, apa ya? Mungkin tuan Tino akan mengirim lebih banyak hal pengganti. Beliau takkan melepaskan kak Kevin begitu mudah. Lagi pula, kenapa kak Kevin menolak?", heran Bella sembari menerima daging panggang dari Kevin dan mencicipinya.
"Hufh, aku tahu kalian berdua hanya bawahan dan boneka Tino. Kalian hanya alat dan patuh kepadanya untuk mengorek semua rahasiaku", ujar Kevin seraya melirik Keny dan Bella bergantian.
"Ya, selama kalian tidak menggangguku, aku akan santai saja. Tentang alasan aku menolak, jelas karena aku orang yang tidak suka banyak memikul tanggung jawab. Selain menyusahkan, itu juga membosankan. Lebih enak santai sambil mancing menikmati suasana.
Meski terbilang tidak ada jaminan kehidupan, aku yakin Tino pun tidak lebih tenang daripada aku. Ia pasti memikirkan banyak hal, bahkan lebih pelik daripada pengangguran yang suka memancing sepertiku", jelas Kevin, merasa sedikit lebih baik dibanding Tino.
Bella dan Keny terdiam mendengar jawaban Kevin. Mereka sedikit memahami pola pikir Kevin yang lebih suka kebebasan dan ketenangan. Namun, tetap saja aneh karena jarang sekali ada orang yang tidak suka harta dan kekuasaan.
"Sudah lah, itu terserah kak Kevin. Kami memang hanya ditugaskan menemani kak Kevin dan membantu apapun yang bisa kami lakukan. Kusarankan kak Kevin menerimanya saja. Setidaknya kak Kevin jadi orang kaya dan berkuasa. Semisal ingin berkelana sekalipun, kak Kevin masih bisa pergi dengan menyerahkan urusan kepada bawahan. Bagaimana?", usul Bella.
Kevin diam saja dan menikmati daging panggang. Malam itu, Kevin kembali bertengger di atas pohon, bergegas memulihkan diri. Saat tengah malam, turun hujan.
"Hufh, merepotkan", gumam Kevin. Ia pun turun dan membuat kasur besar dari rerumputan yang menopang tubuh mereka bertiga. Kevin juga mengirim getaran isyarat dan menyalurkan energi, memerintahkan pohon untuk melindungi mereka dari hujan.
Bella dan Keny terkagum melihat kemampuan Kevin yang unik. Entah mengapa, mereka berdua sangat ingin segera digauli Kevin dan mendapatkan benih lelaki hebat ini.
Tentu saja Bella dan Keny memanfaatkan kesempatan ini untuk tidur memeluk Kevin.
"Hufh", Kevin hanya menghela nafas. Selain lelah menyuruh jaga jarak, Kevin pun merasa tak kuat menolak lagi jika terus begini.
"Jangan salahkan aku jika kalian sampai ternoda karena tingkah kalian ini", lirih Kevin. Bella dan Keny mendengar jelas ancaman Kevin. Mereka malah tersenyum dan mengeratkan pelukannya kepada Kevin. Pemuda itu pasrah saja dan mencoba tidur segera. Dengan bantuan zirah anginnya, Kevin berhasil membatasi sentuhan dari kedua perempuan itu.
Keesokan pagi, mereka bertiga pergi ke kota Brown, 20km dari Dorman. Dari gerbang kota hingga gedung walikota, langkah Kevin sangat mulus. Ia bahkan mendapat sambutan dari pejabat yang akan jadi bawahannya. Tentu saja mereka sudah mendapat kabar dari Tino.
Tepat di ruang rapat, walikota lama_Evan Prabaswara_ menyambut kedatangan Kevin secara pribadi.
"Selamat datang, em, pak Kevin. Selamat bertugas. Katakan saja jika butuh bantuan atau saran. Aku akan menjadi wakil pak Kevin mulai sekarang", ucap Evan yang nampak malah memperhatikan Keny dan Bella yang bertubuh seksi di samping Kevin.
"Ya, aku cuma formalitas saja ke sini. Semua masih dalam kekuasaan pak Evan kok", ujar Kevin yang tidak tertarik pada jabatan ataupun cemburu atas pandangan Evan kepada kedua perempuan di sampingnya.
"Oh ya, satu lagi pak Kevin. Kota Brown dikenal sebagai kota pendekar. Sudikah pak Kevin berbagi pengalaman dengan bertukar satu atau dua jurus dengan pelindung kota Brown ini?", sorot mata Evan nampak tulus. Namun Kevin tahu bahwa ini hanya akal-akalannya untuk memukuli Kevin dengan kedok berbagi pengalaman.
"Hm, baik lah. Tolong pilihkan yang paling kuat saja", tantang Kevin dengan wajah polos.