Tsania Zoun adalah anak yang terlahir dari rahim seorang wanita penghibur bernama Laura Zoun.
Lahir dengan status tidak memiliki sosok ayah, Tsania selalu tersisihkan, ia sering diberi julukan sebagai anak haram.
Ibunya, Laura Zoun juga selalu diterpa cercaan karena pekerjaannya yang menjadi wanita malam. Kehidupan sulit keduanya lalui hanya berdua hingga saat Tsania dewasa.
Tsania yang memiliki tekad untuk membahagiakan ibunnya memilih untuk menempuh pendidikan tinggi di kota. Akan tetapi di sana lah identitas aslinya mulai terkuak.
Penasaran bagaimana kisah hidup Tsania dan ibunya; Laura? Ayo! Langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tsania Laura 34.
"Cobalah untuk tenang! Kenapa kamu bersikap seperti ini?!"
"Bagaimana aku bisa tenang, Bu?! Mas Galang tetap menemui wanita itu!!"
Sekar kembali menangis. Pagi ini ia langsung menghubungi ibu Hasna dan mengadukan sikap suaminya yang pergi untuk menemui Laura. Sekar berharap ibu mertuanya itu mau bertindak, setidaknya menegur sikap Galang atau bahkan akan mendatangi Laura dan memberikan peringatan, itu sungguh akan membuat Sekar merasa lega.
Sebelumnya, Sekar tidak pernah bertindak seperti ini. Sudah puluhan tahun menjalani bahtera rumah tangga, menerima sikap Galang yang dingin terhadapnya, Sekar sedikit pun tidak akan mengadu pada ibu Hasna. Ia tetap menjalani semuanya sebagai mana mestinya.
Namun sekarang, dengan hati yang membara Sekar mengadu pada ibu Hasna. Ia bahkan hampir menggila karena sampai pagi pun Galang tak kunjung kembali. Suaminya masih bersama wanita itu.
"Dasar anak bodoh!" umpat ibu Hasna untuk Galang. "Kenapa juga dia ke rumah sakit? Wanita murahan itu yang sakit? Dia mau mati?" Ibu Hasna sangat berharap jika kata-katanya itu benar. Laura sakit dan tidak lama lagi akan mati.
"Tsania yang...masuk rumah sakit."
"Siapa Tsania?"
Sekar tak langsung menjawab pertanyaan ibu Hasna. Ia yang tengah berdiri saat menelepon itu kini mengusap wajahnya dengan kasar. Penampilannya sungguh berantakan tak jauh beda dengan keadaan kamarnya saat ini.
Menarik napas yang terengah karena begitu emosional, barulah Sekar kembali bersuara. "Tsania itu putri Mas Galang...dengan wanita murahan itu!" Air mata Sekar kembali mengalir, ia bahkan membekap mulutnya yang bergetar saat mengatakan hal itu pada ibu Hasna.
Prang!
Sekar terkejut. Ia seketika berbalik karena mendengar suara pecahan benda. Dan betapa kagetnya ia saat mendapati sudah ada Anggita yang berdiri di ambang pintu kamarnya.
"Apa maksudmu dengan Galang yang mempunyai putri lain? Jangan mengarang cerita, Sekar! Galang tidak mungkin memiliki anak dengan Laura!"
Ocehan ibu Hasna itu kini tak lagi terdengar jelas oleh Sekar. Ia terpaku menatap pada putrinya-Anggita.
"Papa...memiliki...putri lain?" Sekar menangis. Ia menggeleng melihat Anggita yang bersuara dengan terbata. "Itu tidak mungkin kan, Ma? Papa tidak mungkin memiliki anak di luar sana!! Papa tidak mungkin menduakan Mama!!"
Anggita berteriak pada Sekar yang kini tak bisa berkata-kata selain hanya menangis. Panggilan dari ibu Hasna pun juga telah Sekar abaikan.
"Jawab, Ma?! Papa tidak mungkin memiliki anak dengan wanita lain, kan?!"
Sekar luruh ke lantai, tubuhnya terasa lemah. Ia menggeleng kuat. Ingin rasanya Sekar juga menepis kenyataan itu. Tapi semuanya ia dengar langsung dari Galang.
"Apa karena itu...Papa jadi sering pulang terlambat?" Tak ada jawaban yang Anggita dapatkan. Ia bisa melihat ibunya yang saat ini begitu hancur, sudah cukup jelas untuk menggambarkan keadaan keluarganya yang sebenarnya. "Dimana Papa sekarang? Apa sedang bersama gundiknya itu?!"
Mendengar ucapan sarkas Anggita, Sekar langsung menatap putrinya itu.
"Aku akan menyusul Papa!!" Anggita langsung pergi meninggalkan kamar orang tuanya.
"Anggi! Tunggu, Nak!" Sekar bangun dan berlari, mencoba untuk menahan keinginan putrinya itu. "Anggita!!" teriak Sekar saat melihat Anggita yang sudah dengan cepat menuruni anak tangga.
"Anggita! Berhenti, Nak!!"
Sekar tak dapat mengejar putrinya yang sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil dan melaju meninggalkan dirinya.
"Ya Tuhan!" keluh Sekar. Ia menangkup wajah dengan kedua tangannya. Begitu frustasi karena gagal menahan Anggita yang ingin menghampiri Galang.
Sekar dengan cepat kembali masuk ke dalam rumah. Ia berlari ke kamar, meraih ponsel dan tas yang berisi barang pribadi miliknya. Sebelum akhirnya menyusul Anggita.
Menggunakan mobil yang dikemudikan oleh supir pribadi, selama perjalanan Sekar mencoba menghubungi Anggita. Tapi putrinya itu sama sekali tidak mengangkat panggilan. Sekar bahkan sampai menghubungi Galang. Dan hasilnya sama, tidak ada yang menerima teleponnya.
*
*
*
"Papa?"
Galang mengangguk dengan senyum tipis. Rasanya begitu melegakan bisa menyebut dirinya sendiri sebagai papa di depan Tsania-putrinya bersama Laura.
Tsania menatap pada ibunya yang saat ini sudah berdiri sama sepertinya, bahkan Ardi Lim juga. Bisa Tsania lihat tatapan dingin sang ibu terarah pada pria yang tiba-tiba saja mengaku sebagai ayahnya.
Galang yang melihat Tsania seakan menanti kepastian dari Laura itu kembali melanjutkan ucapan, "mamamu pasti punya alasan kenapa tidak mengenalkan papa pada mu. Ada kesalahpahaman antara Papa dan Mama." Galang bicara dengan begitu tenang. Ia tidak ingin membuang kesempatan saat bisa menyelesaikan masalahnya dengan Laura. "Kamu pasti terkejut. Papa harap kamu mau mengerti."
Galang sepertinya lupa diri. 19 tahun terlalu lama untuk mengatakan semuanya terjadi hanya karena sebuah kesalahpahaman.
Laura tentu saja langsung tertawa, ia tidak habis pikir melihat Galang bisa bersikap yang jika menurut Laura bisa dikatakan sebagai pria tidak tahu malu. Galang dengan beraninya mengaku sebagai ayah dari Tsania. Putri yang ia besarkan seorang diri dengan susah payah bahkan sampai merelakan harga dirinya.
"Kesalahpahaman? Tsania sudah cukup besar untuk mengerti sebuah kesalahpahaman. Ia sudah bisa memahami jika kamu ingin menjelaskan dimana kesalahpahamannya sekarang."
Tantang Laura pada Galang. Wanita itu juga terlihat tenang. Laura begitu bisa mengendalikan perasaannya saat menghadapi situasi yang sepertinya sudah tidak bisa terelakkan lagi. Terlebih saat ini Galang sudah mengakui dirinya di hadapan Tsania.
Galang menatap pada Laura yang memintanya untuk mencoba menjelaskan. Apakah ini artinya Laura memberi kesempatan baru padanya?
"Papa dan Mama terpaksa harus berpisah karena keadaan." Laura kembali tertawa kecil. Dan sikapnya itu jelas menjadi perhatian semua, terutama Tsania yang sampai detik ini mulai bisa memahami situasi. "Tapi sekarang semuanya sudah berubah. Papa sudah ada di sini. Dan kita akan berkumpul menjadi keluarga yang utuh."
"Setelah bangun dari tidur, sepertinya kamu langsung ke sini." Laura masih tertawa. Wajahnya bahkan mendongak sangking tergelaknya melihat sikap Galang. "Kamu berani mengaku sebagai ayah dari putriku?!" Kini suara Laura berubah serius. Tawanya tadi bahkan seketika lenyap. Ia juga menatap galang dengan tajam.
Bagi Laura, Galang tengah mengigau. Hingga dengan berani menyebut dirinya sebagai ayah dari Tsania. Pria itu bahkan secuil pun tidak ikut ambil alih dalam tumbuh kembang kehidupan putrinya.
"Kamu tahu? Tsania itu tidak memiliki ayah, sedari...ia lahir. Dia tidak pernah memiliki ayah. Dia hanya putriku. Putriku satu-satunya!" Laura menekankan suaranya begitu dalam pada setiap kalimat yang ia ucapkan.
"Bukankah begitu, Tsania?" Laura menatap pada putrinya. Ia juga bisa merasakan jika tangannya kini mulai digenggam oleh Ardi Lim.
Ardi Lim takut pertanyaan Laura bisa menekan Tsania. Laura terlalu keras pada putrinya, meski Ardi Lim sangat tahu apa yang mendasari Laura melakukan itu.
"Dari kecil aku tidak memiliki Papa dan aku terbiasa dengan hal itu. Aku hanya punya Mama. Cukup Mama."
Tubuh Galang membeku. Tidak percaya Tsania, gadis yang merupakan putrinya bisa mengatakan hal itu dengan wajah yang tenang dan biasa-biasa saja.
mengerikan sekali...
kau akan mendapatkan karmamu TDK lama lagi 😠😠
bukankah mereka ada di depan ruang operasi? apa memang lantai rumah sakit masih tanah belum di keramik kah?
duh,,,ibu jd gagal paham ini, sampai baca ulang dr awal Teo sampe rumah sakit...dan ternyata memang dia hanya berdiri di depan ruamg operasi 🤔