Bagi seorang anak baik buruknya orang tua, mereka adalah dunianya. Mereka tumpuan hidup mereka. Sumber kasih sayang dan cinta. Akan, tetapi sengaja atau tidak, terkadang banyak orang tua yang tidak mampu berlaku adil kepada putra-putri mereka. Seperti halnya Allisya. Si bungsu yang kerap kali merasa tersisih. Anak yang selalu merasa dirinya diabaikan, dan anak yang selalu merasa tidak mendapatkan kasih sayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
"Gadingg, aku bilang kamu tepilah, aku mau pergi," ucap Mira ketakutan, dia menundukkan wajahnya, jarak mereka sangat dekat, hal ini membuat Mira sangat ketakutan. Melihat hal ini Gading hanya tersenyum kecil, ia sangat suka dengan ekspresi ketakutan Mira. Baginya itu sangat lucu.
"Sepertinya aku menginginkan mu saat ini," ujar Gading menakut-nakuti Mira, benar saja Mira sangat tidak karuan saat ini.
"Ma-ksudmu a-apa?" tanya Mira terbata-bata.
"Menurutmu, apa yang dinginkan seseorang laki-laki dari kekasihnya," ujar Gading, ia berusaha menahan tawanya.
"Gading kamu jangan macam-macam, ini perpustakaan, kalau guru melihat kelakuanmu ini, kamu bisa dengan mudah di keluarkan, tak hanya kamu tapi aku juga, karena mereka mengira kita ada apa apa," ujar Mira berusaha mengancam Gading.
"Kalau kamu dan aku keluar, bukannya malah semakin bagus, itu artinya kita bisa langsung menikah saja. Atau, sekarang aku langsung memelukmu saja, agar terjadi fitnah di antara kita lalu kita akan di nikahkan, sepertinya itu cara yang paling instan," gading menyeringai.
"Kamu memang sudah gila gading, aku masih ingin sekolah, aku masih ingin mengejar cita-cita ku. Sekarang kamu tepi aku ingin pergi," ujar Mira.
"Aku tidak akan melepaskanmu, sungguh saat ini aku sangat menginginkan mu," ujar Gading tampak serius, namun sebenarnya dia sangat ingin tertawa melihat ekspresi ketakutan Mira.
"Kamu sudah gila, tolongggg" Mira spontan berteriak meminta tolong. Dengan spontan Gading menutup mulut Mira dengan tangannya. Perpustakaan ini sepi, sebab semua orang tampaknya sibuk main-main di luar, sehingga tidak ada yang mendengar permintaan tolong Mira.
"Kalau ada yang dengar gimana?" Ucap Gading, pandangan mereka saling beradu.
"Akhhhh," teriak gading ketakutan, ternyata Mira menggigit Tangan Gading yang diditutupkan ke mulut Mira. Sehingga Spontan Gading menarik tangannya dari Mira, hal itu dimanfaatkan Mira untuk kabur dari gading.
'cuihhh, jorok bener tangan si Gading' ucap Mira sambil meludah ke sembarang tempat.
"Tampaknya keputusan ibu untuk memindahkan ku dari sekolah ini tampaknya sudah benar, aku tidak mungkin bertahan bersekolah di sini beberapa bulan ke depan jika Gading juga masih ada di sekolah ini. Sekolah ini sudah tidak aman lagi untukku," ucap Mira lirih, ia memilih duduk di atas pohon rindang yang sepi. Ia ingin menenangkan diri di sana.
Angin sepoi-sepoi berhembus, menggoyangkan tangkai-tangkai bunga, indah sekali.
"Mir, kamu seriusan mau pindah sekolah? Mau pindah ke mana?" tanya Bayu, memecahkan lamunan Mira. Bayu ikut duduk di samping Mira. Pandangan mereka saling beradu seperkian detik, hingga akhirnya Mira memilih menunduk terlebih dahulu.
"Iya Bay, aku beneran mau pindah sekolah. Makanya tadi semua buku-buku ku sudah aku balikkan ke perpustakaan. Secepatnya ibuku akan ke sekolah, untuk mengurus surat pindahku. Aku belum tahu mau pindah ke mana, terserah kepada ibu saja, aku siap menurut kepada ibu ke manapun ibu mau memindahkan ku, asal aku masih di sekolahkan maka aku sudah sangat bersyukur," ujar Mira, pandangannya masih tertuju ke arah tangakai tangkai bunga yang melambai lambai.
"Kok kamu mau pindah, kenapa?" tanya Bayu, dengan lembut.
Tak terasa air mata Mira menjadi luruh, hal itu membuat Bayu bersimpati. Ia jadi merasa bersalah.
"Aku ada salah ya Mir, aku minta maaf, aku hanya ingin tahu saja kenapa kamu tiba tiba mau pindah begini. Tapi kalau pertanyaan aku salah, ya sudah tidak perlu di jawab. Tidak apa apa kok," bujuk Bayu.
"Kamu tidak salah Bay, pertanyaan kamu tidak salah, aku yang salah sebab memiliki orang tua yang tidak sama seperti orang tuamu atau yang lainnya," ujar Mira, seraya melap kasar pipinya.
"Kamu kok ngomong begitu? Jadi kamu pindah karena tuntutan orang tuamu, bukan karena keinginan mu?" Tanya Bayu perlahan.
Mira mengangguk sebagai respon atas perkataan Bayu.
"Tapi apa alasan orang tua kamu sampai sampai ingin memindahkan kamu? Apa ini ada hubungannya dengan gading?" spontan Mira mendongakkan kepalanya menatap wajah Bayu, sesaat kemudian menunjukkannya kembali.
"Kamu tahu masalahku dengan gading?" Tanya Mira perlahan.
"Aku ketua OSIS Mir, mana mungkin aku tidak tahu mengenai masalah-masalah siswa/i di sekolah ini, salah satunya masalahmu dengan Gading. Tetapi bukannya masalahmu dengan Gading sudah selesai?" tanya Bayu penasaran.
Mira mengangguk, "sudah Bay, tapi ibuku tampaknya memang sangat berniat untuk memindahkan ku dari sekolah ini. Karena sejujurnya dari awal pun ibuku tidak setuju kalau aku sekolah di sini, tetapi kakakku yang memaksakan agar aku sekolah di sini," sahut Mira, seraya menunduk, air matanya masih menetes.
"Nih, lap air matamu," ujar Bayu memberikan selembar tisu kepada Mira.
"Makasih bay," ujar Mira lalu melap air matanya.
"Kalau kamu ada masalah, atau ada apa apa kamu bisa cerita sama aku, kamu bisa curhat sama aku....," ucap Bayu, terputus sebab Mira langsung menatap Bayu. "Maksudku, aku ini kan ketua OSIS, terlebih aku juga tema satu kelasmu, jadi kalau kamu atau yang lainnya ada masalah, maka aku tidak keberatan untuk dijadikan teman curhat atau cerita," sambung Bayu, tampak salah tingkah.
"Yah, oke," ucap Mira menunduk kecewa, sebenarnya bukan itu yang ingin dia dengar. Tapi lagi-lagi Mira harus sadar diri, bahwa Bayu pastilah tidak menyukai dirinya.
"Kamu ada masalah apa Mir, kamu bisa cerita sama aku, aku janji nggak akan cerita-cerita ke siapa-siapa," ucap Bayu menyakinkan Mira.
Mira menghela nafas panjang, ia kembali mengatur pernafasan nya. "Tidak ada masalah apa apa Bayu, aku baik baik saja, aku cuman lelah saja, wajar kan kalau manusia merasa lelah," ucap Mira, ia mendongakkan wajahnya ke depan, memandang hamparan bunga bunga taman.
"M" Bayu mengangguk-angguk.
"Mir, aku bisa tanya sesuatu tidak?" ucap Bayu hati-hati, kedua tangannya saling meremas satu sama lain.
"Ya, tanya saja," ucap Mira singkat.
"Kamu sama gading beneran pacaran?" Ucap Bayu perlahan, Mira menatap Bayu sesaat, sorot mata Bayu sangat tajam sehingga Mira tidak mampu menatapnya berlama-lama, terlebih dirinya sadar Bayu bukanlah mahramnya, jadi tidak halal baginya untuk memandangnya lama-lama, meskipun dirinya sangat ingin.
"Tidak, aku dan gading tidak pacaran. Aku saja tidak tahu kenapa dia selalu mengatakan kalau kamu pacaran. Mungkin dia tidak ada orang yang pas untuk dia bully, jadilah aku yang dia bully," sahut Mira tersenyum kecut, ekspresi nya datar.
"Kalau misalkan Gading beneran suka sama kamu, terus ngajak kamu pacaran bagaimana?" tanya Gading.
"Saya tidak menganut sistem pacar-pacaran Bay, stay halal aja. Saya punya banyak cita-cita yang harus di raih, jadi aku mau fokus ngejar cita-cita aja, untuk urusan cinta-cintaan belakangan saja," ucap Mira.
"Kalau aku yang ngajak, bagaimana?" ucap Gading spontan, yang membuat Mira terkejut dan mengalihkan pandangannya dari taman kepada wajah Bayu. Pandangan mereka saling beradu seperkian detik, sorot mata Mira penuh tanda tanya sedangkan sorot mata Bayu penuh harap. Namun, lagi-lagi Mira menundukkan pandangannya terlebih dahulu. Sambil beristighfar.
"Astaghfirullah,"