Terjerat Cinta Daddy Mafia

Ana sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Kondisinya sudah membaik. Tapi kini, sikap Ana terlihat berubah. Dia menjadi cuek pada Benigno. Tentu saja hal itu membuat Benigno merasa bersalah. Dia yakin, kalau Ana seperti itu karena merasa kesal padanya.

"Istirahatlah dulu! Daddy akan meminta pelayan membawakan kamu cemilan dan juga buah untuk kamu. Mulai sekarang, kamu harus banyak makan makanan yang bergizi dan juga minum air putih yang banyak. Ingat, sekarang kamu sedang hamil. Kamu juga ha---"

Ana menghentikan ucapan Benigno. Di tak butuh semua itu. Yang dia butuhkan, yaitu kejelasan.

"Cukup! Aku tak butuh perhatian, Daddy!" pekik Ana.

Dia langsung masuk ke dalam kamar, dan menutup pintu kamar dengan kasar. Membuat Benigno diam terpaku, melihat sikap anak angkatnya itu. Benigno memanggil Terecia, sebelum dia masuk ke kamarnya. Mendengar namanya dipanggil, Terecia bergegas menghampiri tuannya itu.

"Mulai sekarang, kamu harus perhatikan Nona Ana! Saat ini dia sedang hamil anak. Perhatikan asupan gizi makanan yang dia makan. Jika dia tak mau makan, antarkan makanan ke kamarnya. Siapkan juga cemilan, buah, atau apapun yang dia inginkan! Satu lagi. Kamu belikan dia susu ibu hamil aneka rasa. Ini uangnya. Setiap pagi dan malam hari, buatkan susu untuknya. Kamu juga ingatkan dia minum obat-obat yang diberikan dokter. Apa kamu mengerti?" Ujar Benigno.

Terecia cukup terkejut mendengarnya. Meskipun di negara memang bukan suatu hal yang tabu. Wanita hamil tanpa seorang suami. Yang menjadi pertanyaan, siapkan yang membuat Ana hamil. Setahu Terecia, Ana tak dekat laki-laki lain. Jika seperti itu. Jelas sudah, kalau tuanya 'lah ayah dari anak yang dikandung Ana. Terecia akhirnya tahu, kalau hubungan mereka bukanlah sebatas anak angkat dengan daddy-nya. Terecia tak mungkin menanyakan hal ini kepada tuannya. Bisa habislah dia. Tugas dia sekarang yaitu menjalankan perintah Benigno.

Benigno sudah berada di kamarnya. Dia memutuskan untuk langsung mandi. Dia berniat membiarkan Ana sendiri dulu, untuk menenangkan diri. Padahal Ana dia dalam kamar saat ini sedang menangis, memikirkan hidupnya selanjutnya.

"Aku tak bisa diam seperti ini terus. Apa sebaiknya aku pergi saja ya? Daddy tak peduli denganku," kata Ana di iringi isak tangisnya.

Baru saja Benigno hendak membaringkan tubuhnya di ranjang, suara ketukan pintu kamarnya terdengar. Hingga akhirnya dia bangkit turun dari ranjang, hendak melihat siap yang membuka pintu kamarnya. Benigno terkejut, saat melihat sang anak yang kini berdiri di depan pintu kamarnya. Ana langsung menerobos masuk ke dalam, mendorong tubuh Benigno kasar. Benigno menutup pintu kamarnya kembali, dan menghampiri Ana yang sudah duduk di sofa.

Benigno memandangi wajah Ana dengan mata terlihat sembab. Benigno memilih duduk di tepi ranjang, dengan pandangan menghadap ke arah Ana.

"Kamu habis menangis?" tanya Benigno mengawali pembicaraan.

"Iya. Aku ingin gugurkan kandungan ini. Untuk apa aku pertahankan anak ini, jika Daddy saja tak menginginkan anak ini. Aku ingin tetap kuliah," jawab Ana.

Ana terus mendesaknya, agar menikahi dia. Jika tidak, Ana mengancam akan menggugurkan anaknya. Benigno tampak berpikir.

"Selama ini aku dan Ana sudah sangat dekat. Aku pun tahu, kalau Ana sangat mencintai aku. Aku pun sudah mengenal Ana. Rasanya, tak mungkin dia menyakiti hatimu seperti mantan istriku. Mungkin, ini sudah saatnya aku menghapus rasa trauma yang aku rasakan. Aku tak mungkin sejahat itu, membunuh darah dagingku. Seharusnya, aku merasa senang. Karena akhirnya Tuhan memberikan kesempatan kepadaku, untuk memiliki anak. Tapi, apa Ana akan menerima profesiku sebagai seorang mafia?" ucap Benigno dalam hati.

"Sepertinya, percuma saja aku bicara sama Daddy. Jangan salahkan aku, nekat mengambil keputusan sendiri. Aku akan menggugurkan kandungan ini, dan pergi meninggalkan Daddy. Hubungan kita cukup sampai di sini," ucap Ana lirih. Dia sudah patah semangat, tak tahu harus seperti apalagi untuk meluluhkan hati Daddy angkatnya.

"Tunggu!" pinta Benigno, saat Ana beranjak bangkit dari tempat duduk, dan hendak pergi.

"Mau apa lagi?" sahut Ana sinis.

"Daddy akan segera menikahi kamu. Daddy sudah putuskan untuk menghapus rasa trauma yang selama ini Daddy rasakan. Daddy ingin hidup bahagia bersama kamu dan kedua anak kita. Maafkan aku, Sayang! Maafkan, karena sempat melukai perasaan kamu," ungkap Benigno.

Ana terkejut mendengarnya. Dia masih tak percaya. Ana terlihat hanya diam. Benigno menghampiri Ana, dan langsung menggendong tubuh Ana. Kemudian membawanya ke ranjang. Benigno pun ikut berbaring di ranjang. Dia genggam tangan Ana. Keduanya saling menatap lekat.

"Mulai sekarang, kita bulan lagi seperti Daddy dengan anaknya. Kamu adalah calon istri aku, dan calon ibu Anak-anakku. Jangan memanggil aku Daddy lagi, karena aku sekarang bukan Daddy kamu. Tapi, calon suami kamu. Aku akan segera mengurus pernikahan kita. Sudah ya, jangan sedih lagi! Aku gak ingin Anak-anak kita pun ikut sedih," ucap Benigno.

"Maukah kamu menikah denganku, Ana? Aku mencintai kamu, dan gak mau kehilangan kamu," ucap Benigno lagi. Benigno mencium tangan Ana. Dia juga melabuhkan kecupan di pucuk kepala, dan kening Ana.

Ana begitu terharu mendengar penuturan Benigno. Dia sampai meneteskan air matanya. Pada akhirnya, perjuangan dia selama ini membuahkan hasil. Akhirnya, rasa cintanya pada Benigno terbalaskan. Benigno akhirnya menerima dia menjadi calon istrinya, dan calon ibu dari Anak-anaknya.

"Besok, kita mulai melakukan persiapan pernikahan kita ya," ujar Benigno.

Keduanya kini berpelukan. Tak pernah terpikir oleh mereka, kalau akhirnya ada cinta di hati mereka. Padahal dulu, Benigno hanya ingin menganggap Ana sebagai seorang anak. Namun, seiringnya waktu. Semuanya berubah. Kini di rahim Ana, sudah ada benihnya. Mereka sebentar lagi akan menjadi orang tua.

"Apa kamu akan menerima Daddy apa adanya? Kamu siap? Jika sewaktu-waktu Daddy tinggal, karena urusan pekerjaan. Selama ini kamu sering mengeluh. Perbedaan usia kita juga sangat jauh. Apa kamu tak malu memiliki suami yang usianya sangat jauh darimu?" tanya Benigno.

Benigno melepaskan pelukannya, dia ingin melihat ekspresi wajah Ana.

"Aku tak peduli. Aku cinta sama Daddy," jawab Ana manja.

"Sudah aku bilang. Kita bukan pasangan anak sama Daddy lagi. Mulai sekarang, stop memanggil aku Daddy. Karena aku bukan Daddy kamu lagi. Aku calon suami kamu. Kamu harus memanggil aku dengan panggilan sayang. Aku benar-benar bodoh. Mengapa tak sejak dulu saja, mengakui perasaanku padamu," ujar Benigno.

"Kamu memang menyebalkan. Kalau aku tak mengancam seperti ini. Pasti kamu tak akan mau menikahi aku." Ana berkata.

"Tuhan punya rencana sendiri, untuk kita. Paling tidak, aku gak terlambat mengakuinya. Sebelum kamu pergi meninggalkan aku," jawab Benigno.