Ini tentang Naomi si gadis cantik ber-hoodie merah yang dibenci ibu dan kakaknya karena dianggap sebagai penyebab kematian sang ayah.
Sejak bertemu dengan Yudistira hidupnya berubah. Tanpa sadar Naomi jatuh cinta dengan Yudistira. Pria yang selalu ada untuknya.
Namun sayangnya mereka dipisahkan oleh satu garis keyanikan. Terlebih lagi tiba-tiba Naomi divonis mengidap kanker leukimia.
Apakah semesta memberikan Naomi kesempatan untuk memperjuangkan cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gulla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Semenjak Yudistira mengetahui penyakit Naomi. Cowok itu berubah menjadi overprotektif, dia selalu mengingatkan gadis itu untuk minum obat dan kontrol ke dokter.
Keinginan sembuh Naomi semakin kuat melihat kegigihan Yudistira yang selalu menemaninya. Hari ini ia akan memberikan kejutan dengan membuatkan bekal sarapan. Semalam Yudistira lembur di kafe. Setiap akhir pekan cowok itu selalu mengecek perkembangan kafenya. Ia yakin pasti kekasihnya itu belum makan karena tertidur.
Naomi tersenyum membayangkan ekspresi wajah Yudistira menghabiskan makanannya. Yudistira bilang hal yang membuat cowok itu pertama kali tertarik padanya adalah masakannya. Berbeda dengan orang-orang yang jatuh hati hanya dari pandangan pertama. Sedangkan Naomi sendiri jatuh cinta kepada cowok itu karena kebaikan dan ketulusannya. Sosok Yudistira sendiri baginya seperti seorang ayah, kakak, teman ataupun kekasih.
Bis yang membawa Naomi berhenti di depan halte. Naomi membuka ponselnya sejenak melihat jam. Pukul delapan artinya Kafe sudah buka. Ia bergegas turun dari Bis lalu melangkah dengan riang. Naomi merapikan poninya yang tertiup angin.
Di sebrang jalan terlihat Kafe bertingkat dua yang didominasi desain kayu dan kaca. Naomiberdiri di pinggir trotoar menunggu jalan sepi. Banyak kendaraan yang hilir mudik kesana kemari. Naomi sudah tidak sabar menyebrang. Ia ingin segera menghampiri Yudistira dan memberikan makanan.
Ketika jalanan sepi, Naomi mengurungkan niatnya untuk menyeberang. Ia terpaku menatap sosok wanita paruh baya di depan kafe. Senyum Naomi luntur seketika. Ia tidak menyangka Sisca akan datang kembali ke Kafe. Baru dua Minggu yang lalu Yudistira memberikan uang. Sekarang orang itu tanpa malu meminta kepada Yudistira lagi. Tanpa sadar air mata Naomi keluar. Matanya berkaca-kaca, ia malu sekali dengan sikap ibunya.
Naomi berbalik dan bersembunyi di balik pohon. Ia tidak ingin Yudistira melihatnya. Rasanyaia tak punya harga diri lagi. Ia merasa seperti menjadi benalu untuk Yudistira. Cowok itu yang memberikannya tempat berteduh, pekerjaan,
pengobatan dan juga kasih sayang. Tapi apa yang bisa ia berikan pada Yudistira. Ia hanya beban. Ditambah lagi keluarganya yang diam-diam selalu menemui Yudistira untuk meminta uang.
Naomi menghembuskan napas panjang. Ia kembali melirik ke arah kafe. Yudistira masuk ke dalam setelah memberikan uang pada ibunya. Naomi tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menemui Sisca. Ia berlari dengan kencang sebelum kehilangan jejak.
"Mama," panggil Naomi. Meski ia tak dianggap anak lagi. Namun Naomi masih menganggap wanita paruh baya itu ibunya. Orang yang melahirkannya ke bumi.
Sisca terkejut melihat Naomi. Ia tersenyum sinis ketika tahu anaknya yang kurang ajar itu terlihat hidup lebih layak darinya. Ia baru saja dipecat dan jadi pengangguran. Itulah alasan kenapa ia selalu meminta gaji Naomi setiap
minggunya kepada pemilik kafe tersebut. Baginya uang Naomi adalah uangnya juga.
"Ada apa? Kamu menyesal keluar dari rumah anak durhaka?"
Naomi ingin menangis mendengar itu. Ia kira ibunya paham arti tatapannya. Ternyata ia salah. Sisca sama sekali tak memiliki hati. Padahal Naomi keluar dari rumah karena ketidakadilan yang ia dapat di rumah.
"Mama minta uang lagi sama Kak Yudis?"
"Mama nggak minta uang sama dia. Mama cuma menagih hak mama."
"Maksud mama?" tanya Naomi tidak mengerti.
"Dia kan memperkerjakan kamu sudah seharusnya mama juga mendapat bagian dari gaji kamu." Naomi tersenyum miris mendengarnya. Lagi-lagi soal uang. Disini ia yang bekerja lalu kenapa ibunya juga harus mendapatkan bagiannya. Gaji yang di dapatnya tidak seberapa. Ia yakin uang yang diberikan Yudistira bukanlah di ambil dari gajinya. Tapi cowok itu memberikannya secara cuma-cuma.
"Aku akan berhenti bekerja." Putus Naomi. Ia tidak ingin ibunya terus memoroti Yudistira. Ia takut suatu saat nanti Sisca akan memanfaatkan cowok itu. Apalagi jika sisca tahu ia memiliki hubungan dengan Yudistira. Bagi ibu dan
kakaknya apa yang dimilikinya juga milik mereka. Ironi sekali hidupnya.
"Dasar anak kurang ajar! Kalau kamu berhenti kami akan makan pakai apa? Dipikir otaknya? Kamu tega melihat kami mati kelaparan? Kalau bukan karena kamu suamiku tidak akan mati. Sekarang liat siapa yang membuat keluarga kita berantakan itu kamu! Dasar anak pembawa sial!"
Naomi menangis mendengar itu. Air mata yang ia tahan mengalir membasahi pipinya. Bahkan ibunya selalu menyalahkannya. Kenapa harus ia yang bertanggungjawab? Apa ibunya lupa jika ia juga anaknya? Tapi kenapa ia selalu dipandang berbeda? Kenapa ia yang harus jadi tulang punggung keluarga? Kenapa tidak Cassandra saja? Naomi iri karena ibunya lebih menyayangi Cassandra dibanding dirinya.
"Mulai dari sekarang anak pembawa sial ini akan pergi. Aku harap Mama bahagia hidup tanpa aku." Ujar Naomi.
Kemudian Naomi pergi meninggalkan Sisca yang berteriak seperti orang gila. Ia yakin Sisca marah padanya. Ia tidak peduli, ibunya sudah melanggar batas. Jika siscamembutuhkan uang. Wanita itu bisa meminta kepadanya secara baik-baik bukan memalak Yudistira.
****
"Kak Yudis!" panggil Naomi.
Yudistira tengah tertidur di atas sofa. Wajahnya terlihat pucat kecapaian. Naomi merasa bersalah, jika kehadiran ibunya tadi pasti menambah beban pikiran Yudistira. Jujur Naomi malu menemui Yudistira setelah tahu apa yang
ibunya perbuat. Tapi ia tidak bisa menghilang begitu saja dari kehidupan Yudistira. Ia pasti akan dicap sebagai perempuan tidak tahu diri.
"Baru dateng?" Yudistira duduk dengan tegak. Ia mengantuk namun melihat Naomi datang sambil membawa makanan kantuknya hilang seketika. Harum dari masakan gadis itu selalu bisa membuatnya nampak lebih hidup.
"Iya kak, tadi nunggu bis lama."
"Kenapa nggak naik taksi online aja? Atau kamu bisa minta anter Pandawa. Mereka nganggur di rumah. Daripada mereka molor mending kamu suruh-suruh biar bermanfaat hidupnya." Naomi tertawa mendengar perkataan Yudistira. Semenjak mereka berpacaran pria itu lebih cerewet dari biasanya.
"Enak naik bis kak. Bisa liat pemandangan," selain itu juga harganya lebih murah. Dulu Naomi jarang sekali bisa naik bis. Ia selalu jalan kaki ke sekolah. Ia tidak punya uang. Baginya bisa naik bis adalah salah satu berkah di hidupnya.
"Kamu sudah minum obat?"Naomi mengangguk sambil menata makanannya. Ia mengambil piring untuk menuangkan nasi dan lauk. Ia hanya memasak menu sederhana. Nasi, kentang balado dan sayur bayam yang di dalamnya terdapat jagung manis.
"Kak Yudis belum makan kan?"
"Belum nunggu kamu. Lidah aku rasanya hambar kalau nggak makan masakan kamu." Pipi Naomi merona, ia tidak menyangka jika Yudistira bisa sereceh ini.
"Kamu nggak ada rencana mau nyuapin aku?" goda Yudistira sambil mengedipkan matanya. Naomi langsung gelagapan. Ia hampir saja menjauhkan sendok yang digenggamnya.
Yudistira tertawa melihat tingkah Naomi yang seperti kelinci malu-malu. Manis dan imut di matanya. Astaga lama-lama ia bisa gila karena gadis itu.
"Kak Yudis makan sendiri aja."
"Kamu malu nyuapin aku. Kitakan udah pacaran."
"Tapikan Kak Yudis udah gede. Kak Yudis nggak malu minta disuapin sama anak kecil kayak aku." Jawaban Naomi membuat Yudistira tertawa. Ia gemas sekali. Tanpa sadar tangannya bergerak mencubit kedua pipi Naomi.
Naomi hampir lupa bernapas dengan gerakan Yudistira yang begitu cepat. Ia malu sekaligus salah tingkah. Ia belum terbiasa dengan sentuhan cowok itu.
"Sakit Kak," keluh Naomi berusaha melepaskan cubitan Yudistira.
"Habis kamu pipi kamu gemesin banget."
Naomi mengusap pipinya yang terasa perih. Gila lama-lama tambah bulat pipinya. Padahal dicubit tuh sakit banget.
"Mau makan sendiri apa aku suapi?" Naomi mengalihkan perhatian untuk tidak membahas pipi lagi. Canggung sekali rasanya.
Yudistira tidak menjawab. Sebagai gantinya cowok itu membuka mulutnya. Naomi tersenyum melihat itu. Baru kali ini Yudistira bersikap manja. Cowok yang selama ini ia kenal dewasa, bijaksana, dan tegas berubah. Seperti tak ada lagi sekat diantara mereka. Naomi menyuapi cowok itu dengan seksama.
Naomi memandangi wajah Yudistira lamat-lamat. Ternyata sosok malaikat itu benar-benar nyata dansekarang malaikat itu berada dihadapannya. Dia adalah Yudistira Calvin Anggara. Malaikat yang dikirim Sang Kuasa untuk menjaganya.