NovelToon NovelToon
Catatan Hanna

Catatan Hanna

Status: tamat
Genre:Teen / Tamat / Keluarga / Persahabatan / Kontras Takdir
Popularitas:10.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rijal Nisa

Saat tidak ada teman yang dapat mendengar keluh kesahnya, Hanna menorehkan semua uneg-unegnya di buku hariannya. Tentang cinta, teman, dan keluarga, semua ada di sana.

Hidup Hanna yang begitu rumit, membuat dia kadang-kadang frustasi, namun dia tetap harus kuat menghadapi ombak kehidupan yang terus menghantam.

Ikuti kisah hidup Hanna di "Catatan Hanna."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Memberi Penjelasan Kepada Oma Desi

Malam mulai menyapa, semua pekerjaanku sudah selesai. Aya dan Iqbal juga sudah makan, dan sekarang mereka malah ketiduran di ruang tengah karena terlalu kekenyangan.

Perasaanku terus tidak enak dari tadi, teringat akan Rian dan oma Desi yang mau datang ke sini.

Sambil menunggu kedatangan mereka, aku mencoba untuk memindahkan Aya dan Iqbal ke kamar yang dulu ditempati bang Andi.

Kalau menggendong mereka sampai ke lantai atas, jelas aku tidak sanggup.

Setelah memindahkan mereka berdua ke dalam kamar, aku beralih membersihkan lantai dari mainan yang tadi dibuat berserakan sama Aya dan Iqbal.

"Assalamualaikum!"

Nah, mereka sudah datang. Baik, aku memang sudah mempersiapkan semuanya, aku sudah menyediakan minuman juga untuk menyambut kedatangan mereka.

Malam ini aku ingin mengatakan semuanya sama Oma, aku tidak mau menuruti permintaan Rian.

Aku tahu oma begitu kecewa dengan keputusan yang aku ambil.

"Hann, tolong jujur sama oma! Katakan yang sejujurnya, kenapa kamu memilih mengakhiri pertunangan ini? Oma kecewa, Hann. Tinggal dua bulan lagi, oma udah nyiapin semuanya, tapi kamu malah mengakhiri ini." Oma mulai terisak.

Aku mendekati wanita tua itu, dengan lembut aku mengusap tangannya. Oma menatap ke arahku dengan sendu, beliau sedih dan kecewa. Namun sedih dan kecewa itu tidak sebanding dengan apa yang aku rasakan, aku sudah dibuat terluka oleh cucunya.

"Oma, Hanna terpaksa melakukan ini semua," ucapku kemudian.

"Terpaksa kenapa, Nak? Kamu sudah tidak cinta lagi sama Rian? Hubungan kalian selama ini baik-baik aja kan?" tanya oma.

Rian berubah pias wajahnya, dia memberi isyarat supaya aku tidak mengatakan yang sejujurnya.

Rian sungguh laki-laki egois yang pernah aku kenal, aku jadi benci sama dia.

"Oma, kalau melanjutkan pertunangan ini, bukan cuma satu hati yang terluka. Aku memilih mundur, Oma. Rasa sakit ini tidak bisa dijelaskan, Hanna udah cukup menderita sekarang, tidak mau ditambah lagi dengan cinta yang tak pasti."

"Apa maksud kamu?"

Oma semakin tidak mengerti dengan omonganku.

"Rian selingkuh sama Ayu." Aku menatap Rian yang mulai gemetaran di dekat oma Desi.

"Hanna!" nada suara Rian sedikit meninggi, tentunya dia tidak menyangka kalau aku akan berterus terang seperti ini.

"Rian, benar apa yang diomongin Hanna? Benar atau tidak!?" sentak oma Desi.

"Bu-bukan begitu, Oma." Rian gelagapan, dia mencoba meraih tangan oma Desi, tapi wanita tua itu malah menepisnya dengan kuat.

"Kamu benar-benar keterlaluan! Pantas saja selama ini kamu sering jalan sama Ayu, saat oma tanya kamu malah bilang mau pergi bertiga sama Hanna juga, tega sekali kamu bohongin oma."

"Oma, tolong dengerin penjelasan Rian! Hanna, tolong bantu aku untuk menjelaskannya!" Rian memohon dengan kedua telapak tangan menyatu.

Hati aku masih menaruh rasa sayang sama dia, apa aku harus membantunya?

"Oma, mungkin aku sama Rian memang tidak berjodoh."

Cuma ini yang bisa aku ucapkan, setidaknya bisa mengurangi kemarahan oma. Namun lagi-lagi aku salah, oma Desi malah mengambil tongkatnya dan memukul Rian dengan tongkat itu. Rian mengaduh kesakitan sambil memegangi punggungnya.

"Oma, sakit, Oma. Maafin Rian," ucap Rian berusaha menjauhi oma Desi.

Oma kembali duduk dan bicara berhadapan sama aku.

"Hanna, oma tidak tahu kalau Rian bisa bersikap seperti ini sama kamu. Ini salah oma, seharusnya oma bisa jaga dia dan Ayu jangan sampai dekat, hingga kejadian seperti ini tidak terjadi," ucap oma penuh sesal.

"Semua sudah terjadi, Oma. Mengakhiri hubungan dengan Rian adalah keputusan terbaik, jalan terbaik untuk kita semua. Rian juga tidak lagi cinta sama aku, Oma."

Apa yang aku ucapkan saat ini, semua itu tulus dari hati. Semua sudah terjadi, aku ingin melupakan ini semua.

Sudah seminggu lebih Aya dan Iqbal tinggal bersamaku di sini, mereka tidak pernah menanyakan di mana orangtuanya, kenapa tidak datang untuk menjemput mereka.

Aku memang senang mereka berada di sini, tapi ada satu hal yang membuat aku khawatir.

Uang belanjaku sehari-hari mulai menipis, aku tidak ingin meminta sama kak Yuni. Seharusnya uang ini cukup untuk satu bulan, cuma karena aku tinggal sama mereka berdua, jadinya uang yang diberikan kak Yuni untuk satu bulan hanya bertahan dua minggu saja.

Aku harus cari pekerjaan tanpa diketahui sama kak Yuni. Keputusanku sudah bulat, tidak mungkin terus bergantung hidup sama kakak yang sudah punya keluarga sendiri.

"Tante, jajan." Iqbal menarik tanganku dan mengajakku keluar rumah. Di sisi lain, Aya memandangku dengan mata berkaca-kaca, dia sedih.

Tidak biasanya dia seperti itu, apa dia merindukan ayah dan ibunya.

"Nanti aja ya sayang," ucapku pada Iqbal, aku sangat berharap anak ini bisa mengerti.

"Ayo Tante!"

Ternyata dia tidak bisa diajak bekerja sama, kalau tidak dituruti Iqbal pasti akan nangis. Aku membuka dompet melihat uang yang hanya tinggal lima puluh ribu itu.

Hari ini banyak yang harus aku beli, bahan masak di dapur juga sudah habis.

"Tante, anterin Aya ketemu ibu," pinta Aya, ternyata benar kalau anak ini sedang merindukan ibunya.

Cuaca hari ini cukup panas, aku tidak sanggup kalau harus mengantar Aya dengan berjalan kaki sampai ke rumahnya.

Saat sedang memikirkan cara untuk mengantarkan Aya pulang, ponselku berdering.

Dari bang Erick, tumben dia nelpon aku. Mungkin ada yang ingin dia sampaikan.

"Assalamualaikum, Hann."

"Waalaikumussalam, Bang. Ada apa?" tanyaku begitu mendengar suara bang Erick di seberang sana.

"Hann, abang sudah di depan rumah kamu. Ayo keluar sebentar!"

DEG...

Jantungku kembali berdetak kencang, selalu saja seperti ini.

Untuk apa bang Erick menemui aku, baru kali ini dia datang ke rumahku.

Aku langsung mengakhiri panggilannya, mengintip terlebih dulu melalui celah jendela.

Ternyata memang benar kalau bang Erick ada di depan rumahku.

Aku membuka pintu, Aya dan Iqbal mengikuti dari belakang.

"Bang, siang-siang begini kamu ke tempat aku, emang mau ngapain?"

"Jengukin kamu," jawab bang Erick dengan senyuman manisnya.

Ya Tuhan! Senyumannya manis banget, serasa jantungku tidak lagi berdetak seirama. Kenapa baru sekarang aku melihat ketampanan wajah lelaki baik hati ini? Tidak! Aku pasti jadi seperti ini karena merasa kecewa sama Rian.

Ini bukan perasaan cinta kan? Bukan! Ini hanya sekedar rasa kagum saja. Aku tidak mau lagi jatuh cinta, aku tidak mau merasakan sakit lagi. Cukup sudah apa yang aku rasakan saat bersama Rian.

"Hann, kenapa bengong? Pasti terpesona dengan ketampanan aku ya," ucap bang Erick menggoda diiringi kekehannya.

Wah, bisa-bisanya dia memuji diri sendiri di siang bolong begini.

"Ih, kepedean," balasku dengan bibir manyun.

"Tante, ayo anterin Aya!"

"Aya, panas banget cuacanya, gimana kalau nanti sore?" tanyaku pada Aya sambil sedikit menunduk.

"Tante." Aya memilin ujung bajunya, kakinya digosok-gosokkan ke lantai. Aku tahu dia ingin pulang sekarang, tapi aku tidak tahan dengan cuaca yang panas begini. Kalau mau jalan pakek motor, jam segini motor kak Yuni pasti lagi dipakek sama bang Imran.

"Hann, biar abang aja yang nganterin Aya pulang," ucap bang Erick menawarkan.

Mendengar ucapan lelaki itu, Aya melompat kegirangan. Dia sangat senang karena akan segera bertemu dengan ibunya.

"Enggak ngerepotin, Bang?"

Aku jadi ngerasa tidak enak sama bang Erick, niatnya datang ke rumah ingin bertamu. Eh, malah harus nganterin Aya.

"Enggak ngerepotin kok, sebentar ya." Bang Erick kembali lagi ke tempat di mana motornya diparkir, dia mengambil sesuatu. Aku tidak tahu apa yang dibawa lelaki itu dalam kantong plastik berwarna hitam.

"Nih, buat kamu."

"Apa ini, Bang?"

"Tempo hari saat di taman waktu itu, kamu pernah ngomong kan kalau kamu pengen banget makan daging rendang buatan ibu kamu. Nah, tadi pagi aku minta mama masakin ini buat kamu," jawabnya, dia memberikan kantong plastik hitam itu padaku. Aku mengambilnya, perasaanku jadi terharu.

"Makasih ya, Bang. Kamu baik banget."

"Iya, sama-sama. Kalau gitu aku anterin Aya dulu ya."

"Ayo, Bang." Aya langsung menggamit tangan bang Erick.

Sebelum pulang Aya berpamitan padaku, dia juga mencium pipiku. Aku jadi sedih, tanpa dia rumah pasti jadi sepi lagi.

"Kak, Iqbal ikut!" seru Iqbal. Anak itu melepas pegangan tanganku dan mengejar Aya, tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Iqbal yang dulu masih berjalan tertatih, kini sudah bisa berlari seperti itu. Umurnya sudah tiga tahun, dia lebih muda dua tahun dari Aya.

"Ayo!" Aya membantu Iqbal naik ke atas motor.

Pikiranku tiba-tiba menerawang jauh, melihat mereka bertiga seperti itu, seolah aku sedang melihat masa depanku sendiri.

"Hann, abang pergi dulu ya."

"Ya, hati-hati, Bang." Aku melambaikan tangan ke arah mereka.

"Dadah, Tante!" seru Aya dan Iqbal barengan.

Masa depan? Apa aku punya masa depan secerah itu? Melihat kehidupanku yang sekarang saja rasanya aku tidak punya masa depan. Namun entah kenapa, saat melihat bang Erick, aku selalu ingin hidup lebih lama. Akhir-akhir ini dia juga sangat perhatian sama aku, benarkah ini rasa cinta? Tapi aku tidak ingin terjebak dalam percintaan lagi.

Usai kepergian bang Erick mengantarkan Aya pulang ke rumahnya, aku pergi menuju toko mbak Yuni.

Ternyata di sana juga ada bang Imran, tumben dia ada di rumah siang-siang gini, biasanya bang Imran sibuk di kebun.

Aku memperhatikan wajah kakak yang terlihat begitu tegang. Bang Imran tampaknya juga sedang marah-marah, sedangkan Dika sibuk memindahkan barang yang masih berada di atas mobil untuk diletakkan di dalam gudang.

Aku berjalan mendekat menghampiri Dika, sama dia sepertinya aku bisa mendapatkan info mengenai apa yang sedang diperdebatkan oleh kak Yuni dan bang Imran. Dika juga tidak tahu kalau aku adalah adiknya kak Yuni, dan ini bisa jadi kesempatan bagus.

"Hei!"

"Mbak manggil saya?" tanya cowok itu.

"Iya, ke sini bentar deh." Aku melambaikan tangan ke arahnya.

Dika berjalan menghampiriku, dia pasti heran kenapa aku memanggilnya.

"Kenapa, Mbak?"

"Itu kak Yuni sama bang Imran lagi ngapain?"

"Mbak siapa?" tanya Dika.

Aku pikir semudah itu menggali informasi dari orang lain, ternyata tidak.

1
* bunda alin *
dan indah pada waktu nya 🥰
P 417 0
semoga kita semua selalu di berikan kesehatan ,kebhagiaan dan keberkahan/Pray//Pray/
P 417 0
hmmm.bner2 di tamatin/Sleep//Sleep/
P 417 0
perasaan yg mbulet/Drowsy/
* bunda alin *
tap tap tap ..
P 417 0
tamat/Sleep/
* bunda alin *
tegang bgt ,, 😱
P 417 0
/Drowsy//Drowsy/tuh kan akibatnya klo terlalu baik
P 417 0
/Proud//Proud//Proud/hmmm bner2 polos
P 417 0: ntah/Silent/
🥑⃟Riana~: apanya yg polos/Sweat/
total 2 replies
P 417 0
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/rekomendasi yg bgus
P 417 0
ajaran yg baik bkl jdi baik hasilnya/Smile/
* bunda alin *
malang nya Hanna,,, selalu di hinggapi hal yg tdk terduga
ayo donk .. kapan Hanna bisa bahagia ... 💜
P 417 0
hmmmm .berarti ada dalng lain juga/Speechless/
🥑⃟Riana~: Anda/Shame/
P 417 0: sapa🙄
total 4 replies
P 417 0
oooo.ternyata bgas /Sleep//Sleep/
🥑⃟Riana~: hooh 🤧
total 1 replies
P 417 0
sapa sih sebnernya/Drowsy//Drowsy/
P 417 0
ooh tk kira abis gitu aja/Facepalm//Facepalm/
P 417 0
sepertinya obrolan di atas sedikit kurang mnurt aku/Silent/
🥑⃟Riana~: Harus ditambah lagi? kamu aja yg nambah kk/Sweat/
total 1 replies
* bunda alin *
tq sdh up ,, next thor
P 417 0
kita udah berapa tahun ya🤣🤣🤣🤣
P 417 0
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/klo ngliat di reel mngkin lbh seru kali ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!