NovelToon NovelToon
THE KNIGHT

THE KNIGHT

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Reinkarnasi / Perperangan
Popularitas:19.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mirabella Randy

Menyaksikan genosida jutaan manusia tak berdosa langsung di depan mata, membuat Arya terluka dan mendendam parah kepada orang-orang Negeri Lembah Merah.

Entah bagaimana, Arya selamat dari pengepungan maut senja itu. Sosok misterius muncul dan membawanya pergi dalam sekejap mata. Ia adalah Agen Pelindung Negeri Laut Pasir dan seorang dokter, bernama Kama, yang memiliki kemampuan berteleportasi.

Arya bertemu Presiden Negeri Laut Pasir, Dirah Mahalini, yang memintanya untuk menjadi salah satu Agen Pelindung negerinya, dengan misi melindungi gadis berusia tujuh belas tahun yang bernama Puri Agung. Dirah yang bisa melihat masa depan, mengatakan bahwa Puri adalah pasangan sejati Arya, dan ia memiliki kekuatan melihat masa lalu. Puri mampu menggenggam kebenaran. Ia akan menjadi target utama Negeri Lembah Merah yang ingin menguasai dunia.

Diramalkan sebagai Ksatria Penyelamat Bima dan memiliki kemampuan membaca pikiran, mampukah Arya memenuhi takdirnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mirabella Randy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PERANG SIHIR

Kapal kayu hitam itu bagai kapal hantu yang berlayar mendekat dan membawa maut.

Mata elangku melihat dengan sangat jelas. Ratusan tubuh mati bergerak-gerak mengayunkan senjata, siap bertempur. Beberapa sibuk bersiap melempar sauh. Di dek paling atas, Kalingga berdiri bagai raja, ekspresinya sebeku gunung es, mata hitamnya menghujam tanpa ampun.

Melalui hantu pikiran Karang di belakangku, aku bisa melihat kekuatan Kalingga seperti gelombang kilat hitam itu masih membentuk semacam bola perisai besar yang melingkupi seluruh kapal.

Pasukan di belakangku bersiaga penuh.

Eyang Kahiyang maju dan berdiri dengan tenang di sebelah kiriku, lalu berkata, "Lepaskan satu panah apimu ke laut, Arya. Akan kugabungkan kekuatanku dengan panahmu untuk menciptakan dinding api yang membuat kapal itu tak bisa berlabuh di pesisir."

Aku menelisik hantu pikiran Eyang Kahiyang, memahami detail perintahnya, dan mengangguk.

Kupasang busur di tanganku dengan kuda-kuda dan bidikan sempurna, tepat ke arah kapal Kalingga. Tangan kanan Eyang Kahiyang memegang bahuku, sementara tangan kirinya memegang ujung busurku. Kami seperti sedang hendak memanah bersama dengan menggunakan satu busur.

Sentuhan Eyang Kahiyang mengalirkan kekuatan bagai api emas yang panas. Otot-ototku mengejang dalam sensasi itu, namun aku sanggup menahannya.

Seperti sebelumnya, kutarik api dalam inti hening jantungku, mengalirkannya, dan panah api besar keemasan berkobar muncul di tengah busur yang sudah kubidik ke arah kapal itu.

Aku dan Eyang Kahiyang, selaras dalam satu pikiran dan kekuatan, melepas panah api itu hingga meledak di lautan.

Orang-orang terkesiap, tak siap. Tak ada mata biasa yang sanggup mengikuti ketika panah api meluncur secepat kilat, membentur perisai sihir Kalingga, meledak seketika dan membuncah menjadi kobaran api emas raksasa. Namun kobaran api itu tak lenyap, justru menyebar dan membentuk dinding sangat lebar di atas lautan yang mulai bergolak tak tenang.

Api memijak dan menari di atas air. Tak padam. Tak dapat ditembus kapal kayu hitam.

Beberapa orang di belakangku berteriak dan bersorak.

Tetapi tentu saja itu bukan akhir. Awal pertempuran pun belum dimulai.

Kalingga menatap dingin. Gelombang kilat hitamnya menggerakkan tiga ratus pasukan orang mati di kapalnya semudah menelan ludah. Tubuh-tubuh mati itu mulai terjun ke laut. Terapung. Tenggelam. Seperti batu-batu hitam yang diserakkan begitu saja ke kolam.

Aku masih belum bisa membaca pikiran Kalingga karena sihirnya masih menamengi dirinya dan kapal itu. Namun aku bisa meresapi hantu pikiran Eyang Kahiyang, yang mendadak maju hingga kakinya terbenam air laut sebetis, dan bersiap melepas kekuatannya.

Hantu pikiran Eyang Kahiyang merapalkan mantra, memusatkan kekuatan, tahu persis rencana Kalingga yang hendak mengirim pasukannya ke pesisir tempat kami berada dengan satu sapuan ombak besar. Entah bagaimana, visi itu dengan mudah memasuki benaknya.

"Gelombang pasang besar akan datang! Bersiaplah! Bertahanlah!" seru Eyang Kahiyang lantang.

Eyang Kahiyang dan Kalingga merentangkan kedua lengan mereka secara serentak.

Sihir mereka meledak.

Segalanya terjadi sangat cepat. Sangat absurd.

Lautan terbelah dua. Gelombang pasang besar mendadak muncul di separuh lautan sisi kanan, menggulung cepat dan menyapu daratan tempat kami semua berpijak. Sementara Eyang Kahiyang melaju dalam gelombang pasang besar di separuh lautan sisi kiri dari arah pesisir menuju tengah samudera, menghantam dan menggulung kapal Kalingga hingga sesaat lenyap dari pandangan.

Dinding api itu lenyap dalam terjangan ombak sihir.

Hanya dalam hitungan detik, kami semua yang ada di pesisir terhantam, tersapu, tergulung, nyaris tenggelam oleh air bah.

Air asin dan gelap itu menyapu wajahku dan menyeret tubuhku dalam pusaran mengerikan. Orang-orang di sekitarku berteriak. Aku sempat menarik belati dari ikat pinggangku dan berusaha menancapkannya di pepohonan sekitar agar aku tak terus terseret, namun sesuatu menyambar dan melilit pergelangan tanganku, dan tubuhku tertarik ke atas salah satu cabang pohon hitam.

"Jangan sakiti pohonnya, bodoh!" desis Ajeng--ia yang menggunakan semacam tali laso tipis untuk menangkapku dan menarikku dari gelombang pasang. Ia basah kuyup dan berdiri di atas cabang besar, sementara aku terkapar di kakinya di atas batang kayu kasar, terbatuk karena menelan banyak air laut, dan berusaha bangkit dengan kikuk.

Situasi sekitar sangat kacau. Beberapa menggunakan tali yang sama dengan Ajeng untuk menyelamatkan diri dari arus pasang. Tali itu melaso dan mengikat cabang pohon yang disasar, dan mereka menarik diri sendiri ke atas dengan susah payah. Beberapa diselamatkan oleh orang-orang yang sudah berhasil mentas terlebih dulu--seperti Ajeng menyelamatkanku barusan.

Namun banyak juga yang masih hanyut. Yang mengerikan, tubuh-tubuh mati itu kini juga berada dalam arus gelombang pasang. Mereka mengapung seperti mayat busuk, namun entah bagaimana tiba-tiba mereka melompat bangun dan sanggup menjejak di atas arus air. Senjata mereka terayun ganas ke kepala beberapa prajurit yang terseret arus di dekat mereka.

Pertarungan absurd di tengah arus deras pun pecah.

Ajeng menggeram, menatap pedih saat beberapa orang tak sanggup bertahan dan tewas dilibas senjata kaum mati.

"Jangan sembarangan melempar peledak! Jangan sakiti pohonnya!" aku menoleh dan mendengar Karang berteriak di atas cabang pohon, beberapa meter di sebelah timur tempatku dan Ajeng bertengger.

Terlambat. Salah satu Agen Pelindung melempar granat. Ledakannya menghancurkan beberapa tubuh mati di arus bawah, namun juga merusak batang pohon yang dia pijak.

Pohon itu seketika hancur menjadi debu hitam, dan Agen Pelindung itu pun mengalami nasib yang sama. Keduanya lenyap tak berbekas.

"Jangan lukai pohon-pohon kematian, atau kutukannya akan menghampiri kalian."

Kata-kata Eyang Kahiyang menggema kembali di benakku. Aku tersentak dan seketika ingat dengannya.

Di mana dia? Apa pertarungannya dengan Kalingga sudah dimulai?

"Pergilah!" Ajeng seakan bisa membaca pikiranku. "Pertarunganmu bukan di sini. Serahkan orang-orang mati itu kepada kami."

Aku menatap tajam Ajeng. Hantu pikirannya berusaha keras meredam segala jenis emosi--terutama duka. Ia tahu setelah ini Eyang Kahiyang tak akan kembali. Ia berusaha keras menguatkan diri.

"Jangan sia-siakan pengorbanan Eyang," katanya lirih. "Jika Eyang memercayaimu, maka kami semua juga... kamu satu-satunya harapan kami, siapapun dirimu yang sebenarnya. Pergilah dan selamatkan kami dari tragedi ini."

Ajeng mengulurkan tali lasonya. Aku menerimanya seraya mengangguk singkat, raut wajahku menyiratkan terima kasih dan janji.

Aku menggunakan laso itu untuk berayun dan berpindah dari satu pohon ke pohon lainnya. Gelombang magisku terkembang seluasnya, menjangkau pikiran semua orang yang bertarung mati-matian dengan pasukan tubuh mati yang bisa berdiri di atas air.

Arus di bawah mulai menyurut. Orang-orang yang masih terjebak di bawah berjuang keras menangkis maut. Beberapa tubuh mati tanpa sengaja menyabet pohon hitam dengan senjata mereka. Seketika pohon dan raga si mati itu hancur menjadi debu.

Sisa pasukan yang selamat memanfaatkan itu untuk menghancurkan tubuh-tubuh mati. Mereka menggiring dan menjebak ayunan senjata sang maut untuk melukai pohon hitam, sehingga tubuh mati itu lenyap bersama kutukan pohon.

"Ratna!"

Prabu berteriak dari atas salah satu pohon. Hantu pikirannya dicengkeram ketakutan saat Ratna masih di bawah, terbenam air laut sedada, dan bertahan mati-matian dengan pedang melawan sesosok tubuh mati yang mengayunkan gada besar berduri ke arahnya.

Tanpa pikir panjang, Prabu melompat kembali ke air untuk menyelamatkan kekasihnya. Beberapa tubuh mati langsung menyerangnya.

Aku menarik busurku, menembakkan panah berapi ke salah satu tubuh mati yang menyerang Prabu, membakarnya seketika. Api itu menyambar tubuh-tubuh mati lain di dekatnya. Mereka semua langsung terbakar dan hancur jadi abu.

Kubidik dan kulepaskan panah berapi kedua ke penyerang Ratna, tepat sebelum makhluk mati itu menghantam kepala Ratna dengan gadanya. Prabu mencapai Ratna dan menarik gadis itu dalam pelukannya saat si mati membara dan lebur jadi abu, dalam sekejap dihanyutkan arus air laut.

Kugunakan tali lasoku untuk menarik Ratna dan Prabu ke cabang pohon tempatku berpijak. Keduanya terguncang akibat pertarungan absurd barusan, namun seketika lega saat melihatku.

"Terima kasih," bisik Ratna. "Kami akan baik-baik saja. Pergilah."

Aku berkata pelan karena yakin tak akan ada yang mendengarku bicara di tengah kekacauan ini, "Aku akan kembali. Kalian harus tetap hidup, apapun yang terjadi."

Prabu dan Ratna mengangguk. "Tentu."

Aku melompat lincah seperti bajing, hingga mencapai pesisir yang kini terendam air laut berarus sebatas perut. Pemandangan di hadapanku cukup mengguncangku.

Hanya ada Dokter Kama di pesisir itu, dikepung dan diserang tubuh-tubuh mati. Ia menghindari ayunan senjata maut musuh--keduanya sama-sama menjejak di atas air.

Bagaimana bisa?

Dokter Kama melempar granat lalu berpindah secepat kilat. Sekitar selusin tubuh mati hancur dengan mudah di tangan Dokter Kama, yang muncul kembali beberapa meter dari lokasi ledakan. Ia tetap berdiri di atas air, tak terluka, dan segera saja menyadari hawa keberadaanku yang terpaku di atas salah satu cabang pohon dekat pesisir.

"Arya," Dokter Kama mendongak dan terlihat lega. "Aku baru saja akan mencarimu. Kamu baik-baik saja?"

Aku tak sanggup mengangguk. Dokter Kama memahami kebekuanku dan berkata, "Kahiyang sudah mewarisi kita kekuatan untuk bisa bertarung di dimensi yang sama dengan Kalingga. Dimensinya sekarang adalah lautan. Kamu bisa mengalirkan kekuatanmu untuk menaklukkan lautan sepertiku--cobalah."

Awalnya aku ragu. Namun saat kupejamkan mata, kurasakan dan kualirkan api emas itu dari dalam jantung menuju nadiku. Aku bisa merasakan tubuhku bagai dialiri lapisan energi dengan sensasi aneh. Seakan aku kini seringan awan.

Aku menarik napas dalam-dalam dan melompat turun. Kakiku menapak di atas air. Tak goyah atau tenggelam sama sekali.

"Bagus," Dokter Kama mengangguk. "Tunggu sebentar di sini. Aku akan kembali bersama Gayatri."

Dokter Kama mengutak-atik arlojinya untuk melacak keberadaan Gayatri melalui arloji yang dikenakan Gayatri. Melalui hantu pikiran Dokter Kama, aku bisa melihat koordinat posisi Gayatri saat ini--ia terseret arus sampai di tanah lapang dekat kediaman Baswara. Melalui hantu-hantu pikiran orang-orang di sekitar Gayatri, aku bisa melihatnya bertarung melawan beberapa tubuh mati sekaligus. Meski tubuhnya terbenam air, Gayatri tetap mahir berkelit menghindari hujaman senjata dan membalas para penyerangnya dengan lemparan cincin peledak. Tubuh-tubuh mati itu hancur seketika.

Dokter Kama menghilang seperti hantu di hadapanku, dan muncul sambil menjejak di atas air beberapa meter di sebelah kiri Gayatri, membuat Gayatri dan beberapa prajurit di sekitarnya terkejut setengah mati. Bahkan ada yang berteriak terguncang.

Namun pasukan tubuh mati terus berdatangan. Dokter Kama dan Gayatri terpaksa bertempur melawan mereka semua, tak ingin ada lagi yang tewas terbunuh karena serangan brutal kaum mati.

Aku mengalihkan pandang dan fokusku, ke titik jauh di tengah lautan, yang saat ini menjelma pemandangan paling aneh dan menakutkan yang pernah kulihat.

Kapal kayu hitam itu terombang-ambing di antara gelombang. Di langit, di atas kapal itu, terdapat bola air raksasa yang berpusar dan berputar mengerikan. Beberapa kali petir menyambar keluar dari kedalaman bola air itu, hitam dan emas. Dengan magisku, aku bisa melihat Eyang Kahiyang bertarung mati-matian dengan Kalingga di dalam bola air raksasa itu.

Mereka seperti berada di dimensi berbeda--samudera luas tak dikenal membentang dalam bola air raksasa itu, penuh kilat, gelombang liar, dan pusaran kegelapan. Keduanya berlarian di atas ombak dan saling serang dengan lemparan-lemparan sihir yang mendirikan bulu roma.

Satu bola kilat emas Eyang Kahiyang berhasil menghantam Kalingga, membuatnya terbakar hidup-hidup dan menjerit. Kekuatan sihir dalam dirinya sesaat melemah, sehingga kekuatan magisku bisa menjangkau ke dalam dirinya, untuk pertama kalinya.

Kerajaan benaknya sangat pekat dan gelap. Hampir tak bisa kurasakan apapun di sana, selain sensasi panas dan menyesakkan, yang anehnya tak asing. Kemudian, di inti dasar tergelap, aku merasakan dan melihatnya, monster aneh yang pernah kuhancurkan ribuan tahun lalu, menatapku dengan sorot sangat mengerikan dan menyeringai ke arahku.

"Tuanku..."

Aku tersentak.

Di saat yang sama, Kalingga mendapatkan kembali kendali kekuatannya. Badai kilat hitam mengerikan itu terbit dan mengamuk. Badai itu memadamkan bara api emas yang membakar raganya, yang kini bagai terlahir kembali tanpa luka. Magisku kembali terpatahkan hingga aku jatuh ke dalam air, tersedak dan sesak.

Susah payah aku mengumpulkan kembali kekuatanku dan berpijak kembali di atas air. Kondisi sekitar berubah lebih mencekam. Badai hitam Kalingga seakan menembus keluar bola air. Langit menjadi gelap. Angin bertiup sangat kencang. Kilat-kilat menyambar. Gelombang makin tinggi.

Aku bisa melihat beberapa kapal tempur dan pesawat tempur dengan lambang Negeri Laut Pasir muncul di beberapa titik di kejauhan, namun armada-armada itu tak bisa mendekat sama sekali karena badai misterius ini. Bisa kudengar dan kulihat hantu-hantu pikiran para Agen di dalamnya saling berkomunikasi dan melontar strategi, namun tak ada yang berhasil maju menembus badai.

Mereka hanya bisa berputar-putar di tempat.

Kalingga memusatkan badai kegelapannya, menjelma satu bola sihir penuh kilat hitam berukuran raksasa yang sangat menakutkan.

Bola sihir hitam itu menghancurkan bola air dan meluncur cepat ke pesisir.

Eyang Kahiyang melesat bagai angin, melayang di atas samudera pasang, dan merentangkan lengannya tepat di depan bola sihir hitam raksasa itu, seakan bertekad menghadangnya.

Bola sihir hitam itu menghantamnya.

Ledakan dahsyat terjadi. Kekuatan besar terlepas dan melontarkan segalanya. Kapal-kapal tempur terseret arus hingga menjauh mundur. Pesawat-pesawat tempur terlontar bermil-mil jauhnya seperti lalat tertiup badai. Lautan bagai terbelah, airnya membentuk bah yang tumpah ruah ke segala arah.

Tubuhku terlontar dan punggungku membentur keras batang pohon. Angin dan air laut berlomba merajamku. Rasanya sangat menyakitkan.

Namun rasa sakit di dalam jiwaku jauh lebih dahsyat, saat aku menyaksikan Eyang Kahiyang lebur dalam ledakan itu dan lenyap tanpa jejak.

Dia pergi untuk selamanya.

...***...

1
👑Queen of tears👑
akhirnya nganuuu kan/Grievance//Joyful//Heart//Heart/
👑Queen of tears👑
ehhh bukan first nganuu ya🧐
udah pernah sblmnya 😍
👑Queen of tears👑
first nganu🙈😽
👑Queen of tears👑
aku enggak wehhh🤧🤪


🤣🤣🤣🤣
👑Queen of tears👑
gak pantas/Curse//Curse//Grin/
👑Queen of tears👑
tak pantas,,,klw aku jdi puri, aku pilih randu /Right Bah!/
👑Queen of tears👑
what?
aku nomor 8/Smug/
👑Queen of tears👑
sekarang bnyak keluarga jdi²an di sekitar mu ya Ar 🤣🤣🤣
👑Queen of tears👑
hmmm jgn esmoni Ar /CoolGuy/
👑Queen of tears👑
lma² aku lempar /Bomb//Bomb/ nih ke arya 🤣🤣🤣
👑Queen of tears👑
aku/Hey//Hey/
aku juga mau cilok/Grievance/
👑Queen of tears👑
hmmm keren kan Arya meski dia seperti bocah gede 🤣🤣
👑Queen of tears👑
timpuk arya pake ini aja laras /Cleaver//Cleaver/🤣
👑Queen of tears👑
mulai jahil,,, sifat kekanak-kanakannya gak ilang,,, tantrum jg Ar 🤣🤣
sukorr genteng /Slight//Joyful/
👑Queen of tears👑
nice,,, solidaritas tinggi 😍
antar sesama korban permainan bara🤣🤣🤣
👑Queen of tears👑
getok pake ini Ar 🥢
🤣🤣🤣🤣
👑Queen of tears👑
bisakah guru Andara menyembuhkan hati yang retak 💔,,aku udah kasih lem,,, tapi tdk mau kembali merekat /Facepalm/
👑Queen of tears👑
woww 😱
👑Queen of tears👑
kok gini thor/Smug/
siang ini jgn buat aku haredang air mata /Sob/
👑Queen of tears👑
dikekep 👀
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!