Menutupi jati dirinya sebagai pemimpin dari dunia bawah yang cukup ditakuti, membuat seorang Kenzo harus tampil dihadapan publik sebagai CEO dari perusahaan Win's Diamond yang sangat besar. Namun sikapnya yang dingin, tegas serta kejam kepada siapa saja. Membuatnya sangat dipuja oleh kaum wanita, yang sayangnya tidak pernah ia hiraukan. Dengan ditemani oleh orang-orang kepercayaannya, yang merupakan sahabatnya juga. Membuat perusahaan serta klan mereka selalu mencapai puncak, namun Kenzo juga hampir setiap hari menjadi sakit kepala oleh ulah mereka.
Hingga pada akhirnya, Kenzo bertemu dengan seorang wanita bernama Aira. Yang membuat hidupnya berubah begitu drastis, bahkan begitu memujanya sampai akhirnya Aira harus pergi dari kehidupan Kenzo dan membawa dua darah daging yang tidak ia ketahui.
Bagaimana kehidupan Kenzo saat kepergian Aira dari kehidupannya serta mengetahui darah dagingnya tumbuh dan hidup dan menjadi anak yang sangat berpengaruh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BMr.K 34.
"Buka pintunya." Teriak seorang wanita dengan begitu kasar.
Terlihat seorang penjaga disana tidak menggubris ucapan dari Sofia, hingga penjagaan pun semakin ditingkatkan dengan menambah personil yang berjaga disana.
"Kalian tidak dengar ya, buka pintunya." Bentak Sofia dengan bernada tinggi.
Perintah tersebut tidak terlaksana, karena seluruh pekerja yang berada dimansion tersebut sudah mengetahui siapa Sofia sebenarnya. Dan perintah dari Kenzo juga sudah mereka terima, bahwa Sofia bukan siapa-siapa serta tidak boleh menginjakkan kakinya di mansion tersebut. Rose bergumam dan mengumpat didalam hatinya saat mengetahui siapa yang datang.
...Ya Tuhan, ni wanita uler datang lagi. Tuan harus tahu, kasihan nyonya Aira....
Tanpa sepengetahuan dari Rose, diam-diam Aira berjalan melihat kegaduhan yang terjadi. Ia merasa sangat penasaran dengan apa yang terjadi, betapa terkejutnya Aira ketika mengetahui siapa yang berada disana. Namun dirinya memilih untuk tetap diam dalam posisinya, sungguh ia merasa begitu penasaran dengan apa yang terjadi.
"Hei kamu, sini." Sofia melihat Rose dan memintanya untuk menghampirinya.
"Ada apa nona?" Rose yang merasa risih dengan kehadiran wanita itu, namun dia tidak ingin membuat tamu mansion tidak dilayani.
"Katakan pada mereka siapa saya, dan bilang pada mereka untuk tidak menghadang saya seperti tawanan." Bentak Sofia agar Rose mengakui dirinya.
" Maaf, saya tidak tahu siapa anda nona. Nyonya di mansion ini hanya satu dan sedang istirahat, saya harap anda tidak membuat kegaduhan disini. Pak, tolong diamankan." Rose berbalik dan menjauh.
"Hei, Hei! Dasar pem**tu sialan, paman Fred! Paman!" Sofia tidak pantang mundur.
Dari kejauhan, Fred hanya melihatnya tanpa berniat untuk mendekati. Dan tanpa di inginkan, Sofia mendapati ada seseorang yang begitu asing sedang menyaksikan dirinya. Lalu seringai tipis terbit diwajahnya, tanpa menunggu lama ia mencari celah untuk melepaskan diri.
"Kamu! Dasar wanita sialan! Gara-gara kamu, Kenzo berpaling dan menjauhi aku." Sofia menghampiri Aira yang terdiam.
Melihat Aira dihampiri oleh Sofia, membuat Fred bergegas menghampirinya dengan langkah kaki jenjangnya. Bahkan para pengawal pun yang kecolongan pun menahan dan menarik Sofia untuk menjauh.
"Kamu membuat Kenken menjauhiku, membenciku. Dasar wanita sialan!" Sofia melayangkan tangan kanannya dan mendarat tepat di pipi kanan Aira.
"Nyonya!" Fred dan Rose berteriak mendapati Aira seperti itu.
"Bawa keluar wanita ini, cepat!" Fred mengultimatum para pengawal tanpa melihat siapa pelakunya.
"Lepas! Lepas!" Berontak Sofia yang ditarik menjauh dari tempat tersebut.
"Nyonya, anda baik-baik saja? Aduh, kenapa bisa kemari." Panik Rose membantu Aira duduk.
"Nyonya!" Fred mendapati sudut bibir Aira yang berdarah.
"Aku baik-baik saja, paman. Maaf." Aira mendapati kepanikan pada keduanya.
"Aduh nyonya, baik-baik apanya. Itu berdarah." Rose segera berlari untuk mengambil es batu dan handuk kecil.
Dengan perlahan, Rose membantu untuk meringankan rasa sakit dan menghentikan darah pada sudut bibir Aira. Sedangkan Fred menatap geram pada Sofia yang masih berteriak untuk tetap berada di mansion, hingga muncullah seseorang berpakaian dokter, dia adalah Louis.
"Hei, ada apa ini. Kamu!" Louis yang dihubungi oleh Fred untuk datang memeriksa keadaan Aira pun kaget saat mendapati Sofia berada disana.
Betapa geramnya louis saat itu, sungguh ingin ia meluapkan emosinya kepada wnaita itu. Jika mengingat betapa hancurnya sahabatnya dulu oleh wanita tersebut, namun Louis tersadar jika Aira berada disana.
"Buang wanita ini jauh-jauh, bila perlu lenyapkan sekalian. Berani sekali menginjakkan kaki disini, dasar tidak tahu malu." Maki Louis yang begitu emosi.
"Diam kau, dasar dokter sialan. Harusnya kau yang dilenyapkan, lihat saja. Aku akan membuat perhitungan dengan kalian semua, terutama kau wanita ja***ng!" Maki Sofia ketika dirinya disertai secara paksa oleh para penjaga disana.
Louis segera menghampiri Aira yang sudah begitu lemah, wajah putih pucat itu sangat menandakan jika tubuhnya sedang tidak baik-baik saja.
"Apa Kenzo tahu?" Tanya Louis yang melirik ke arah Rose dan juga Fred.
"Belum tuan, nyonya melarang." Lirik Rose ke arah Aira.
"Jangan kak, biarkan Kenzo fokus bekerja. Aku tidak apa-apa, ini hanya masuk angin biasa." Aira terus menolak jika dirinya sakit yang membutuhkan penanganan.
"Keras kepala, kalian memang benar-benar pasangan yang cocok." Sindir Louis pada Aira yang ingin berjalan kembali menuju kamarnya.
"Tidak jadi makan ni nyonya?" Rose ingat jika Aira belum makan apapun, ia takut kalau nanti Aira akan kelaparan.
"Aku tidak lapar, Rose." Senyu, Aira dibalik wajahnya yang sudah begitu pucat.
"Jangan bilang jika kamu memikirkan perkataan dari wanita itu, masuk telinga kanan dan keluarkan dari telinga kiri, bila perlua pa tuljan dari telinga kanan saja. Kalimatnya tidak berbobot dan juga hanya serpihan debu." Louis berdiri menatap Aira dari arah belakang.
"Hanya saja, serpihan debu itu sudah membuat seseorang menjadi barang usang kak." Dari sudut kedua mata Aira sudah menumpuk air jernih yang siap mengalir.
Dengan dipapah oleh Rose, Aira begitu lemah untuk melangkah. Bahkan Rose pun menjadi kasihan pada nyonya nya itu, ia tahu betapa sakit hatinya Aira atas ucapan Sofia.
"Huh! Wanita itu, seharusnya dari dulu sudah aku lenyapkan saja dia. Aira!" Teriak Louis.
Kaki Aira seakan sudah tidak bertenaga sama sekali untuk menjadi tumpuan tubuhnya, bahkan untuk bernafas saja terasa begitu sesak. Lamban laun, pandangannya berembun dan menghitam. Tubuh itu ambruk dalam hitungan detik, Rose pun kaget menahan tubuh Aira.
"Nyonya!" Fred panik.
"Dasar keras kepala." Louis langsung menggendong tubuh Aira dan membawanya menuju kamarnya.
Perlahan tubuh itu dibaringkan di atas tempat tidur, dalam suasana yang cukup panik. Louis segera memeriksa Aira dengan alat yang ia bawa, kening itu nampak berkerut.
"Paman, sebaiknya kita membawanya ke rumah sakit. Alat disana cukup lengkap, keadaan Aira sangat lemah." Ujar Louis pada Fred.
"Baik tuan, Rose. Persiapkan semua keperluan nyonya." Fred dan Rose segera membereskan semuanya.
Mereka dengan cepat menuju rumah sakit, jika menunggu lebih lama. Keadaan aira sudah begitu lemah dan membutuhkan pertolongan lebih lanjut, Louis hanya bisa memberikan pertolongan pertama yang tidak bisa menopang lebih lama keadaan Aira.