Awalnya Su Lingyu adalah penggarap spiritual dari zaman modern. Namun karena sebuah kecelakaan konyol, ia terpaksa memasuki sebuah dunia novel percintaan zaman kuno, menjadi selir Pangeran Bupati Bo Mingchen sekaligus karakter penjahat wanita yang akan berakhir menyedihkan.
Su Lingyu tidak mau berakhir menyedihkan. Jadi dia dengan patuh menandatangani perjanjian perceraian lalu pergi. Dengan tubuh koi nya yang makmur, Su Lingyu berhasil melalui semua masalah yang timbul setelah bergesekan dengan pemeran utama wanita.
Namun, kenapa rasanya ada yang salah dengan plotnya? Dan apa yang salah dengan Bo Mingchen yang perlahan menipunya kembali ke istana pangeran bupati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Risa Jey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setengah Keberuntungannya Hilang
Chang Leyu adalah orang pertama yang pulih dari keterkejutan lalu menghampiri Ling Hua. Gadis itu tampak berwajah pucat, kesakitan. Tubuhnya pun dipenuhi memar. Rambut acak-acakan dan kaku serta beberapa bagian gaunnya juga sobek.
“Hua Hua, bagaimana kabarmu?” tanya Chang Leyu khawatir. Ia khawatir gadis itu akan mati di hutan ini dan tanggung jawab jatuh ke kepalanya.
Chang Leyu tidak mau itu terjadi.
Ling Hua tidak bisa membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu. Dia sangat bingung dan pikirannya kosong sejenak. Jelas dia tidak melakukan apa pun, kenapa petir menyambarnya? Untungnya dia masih hidup meski tubuhnya sangat kesakitan seperti orang tersetrum.
Kenapa dia harus bernasib sial akhir-akhir ini. Padahal jelas dia telah menyerap aura keberuntungan orang lain dan menggunakannya dengan sangat baik.
Bahkan Bo Yanlei pun terkejut. “Kenapa kamu tiba-tiba tersambar petir?” tanyanya bingung.
Akhirnya, Bo Mingchen mengatakan sesuatu. “Sepertinya tidak baik untuk berteduh di sini. Petir sering sekali menyambar pohon. Carilah gua di sekitar sini.”
Bo Yanlei mengangguk setuju. “Kakak sepupu benar.” Ia memerintahkan beberapa pengawal untuk mencari gua.
Tak lama, mereka menemukan sebuah gua yang cukup luas. Letaknya tak jauh dari tempat mereka berada. Akhirnya mereka pindah.
Chang Leyu membopong Ling Hua yang sama sekali belum bisa berjalan. Jangankan berjalan, berdiri saja tidak bisa.
Setibanya di gua yang dimaksud, Bo Mingchen mengumpulkan kayu bakar dia sekitar gua dan menyalakan api. Akhirnya, gua tidak terlalu gelap lagi.
Su Lingyu sudah duduk bersandar di dinding gua, memeluk lututnya seiring. Kiwi melompat dari baju Bo Mingchen ke sisi gadis itu.
"Tuan, kini bukan hanya kamu yang disambar petir, tapi dia juga. Aku yakin dia pasti menyinggung dewa langit," ujar Kiwi di benak Su Lingyu. Ia terdengar mencicit saja bagi mereka yang tidak memahami kata-kata nya.
Su Lingyu meliriknya. "Sekarang dia ada di sini. Bisakah kamu memeriksa apa yang salah dengan nya?"
"Tentu saja, ini tidak sulit."
Sebagian penjaga ruang spiritual, Kiwi juga diberkahi oleh dewa. Ia langsung memfokuskan tatapannya pada Ling Hua. Tak lama, kemanusiaannya dia menyadari ada yang salah dengan keberuntungan yang diperoleh Ling Hua selama ini.
"Tuan, kenapa kamu tidak mengecek buku novel itu lagi? Ada yang salah dengan aura keberuntungan nya."
"Salah?" Su Lingyu terkejut.
Melihat sekitar, Bo Mingchen serta yang lainnya sedang berbincang tentang kejadian hari ini. Su Lingyu memanfaatkan ini untuk memejamkan mata sejenak. Kesadarannya pindah ke ruang spiritual.
Su Lingyu mengambil buku novel dan membukanya beberapa lembar. Ternyata halaman baru telah terbuka. Dan beberapa kalimat tertulis di dalamnya.
"Ling Hua memiliki kebencian yang besar pada Su Lingyu. Dia mengutuk Su Lingyu dalam hatinya agar dimakan harimau. Karena itu, dia mendapatkan kemarahan dari para dewa. Ia disambar petir karena mengutuk gadis koi kesayangan dewa. Kemudian, setengah dari keberuntungannya menghilang ...."
Hilang?
Su Lingyu terkejut. Buku novel ini tampaknya sedikit tidak akurat dalam memperbarui plot yang baru saja terjadi atau apa yang akan terjadi.
Contohnya, buku ini hanya tahu Ling Hua mengutuknya lalu disambar petir. Tapi tidak disebutkan jika yang menurunkan petir adalah dewa langit.
"Mungkinkah plot novel ini tidak bisa menjangkau para dewa?" gumamnya.
Yang menarik perhatiannya, Ling Hua kehilangan setengah keberuntungan nya. Itu artinya, Ling Hua pasti tidak akan sial akhir-akhir ini. Ia sangat ingin tahu apa yang akan terjadi di masa depan.
Apakah Bo Mingchen akan menolong Ling Hua jika terjadi sesuatu. Atau tidak?
Plotnya semakin jauh dari aslinya. Ling Hua dan Bo Mingchen dipastikan, mungkin tidak lagi bersinggungan.
"Su Lingyu! ... Su Lingyu!"
Suara Bo Mingchen memanggilnya dari luar. Su Lingyu kaget. Kesadarannya segera meninggalkan ruang spiritual. Ketika membuka mata, ia melihat Bo Mingchen menatapnya dengan khawatir.
"Ada apa?" tanyanya bingung. Ia hanya memejamkan mata sebentar.
Tanpa diduga, Bo Mingchen menyentuh dahinya. Telapak tangan pria itu sangat dingin hingga ia agak menggigil.
"Pangeran, tanganmu sangat dingin. Apakah kamu sakit?"
Su Lingyu khawatir. Jika Bo Mingchen sakit, bagaimana dengan perburuannya? Mereka harus keluar sebagai pemenang pertama. Harus! Hadiahnya besar, emas dan perak.
Ia sendiri tidak menyadari jika suaranya sedikit serak saat ini. Dia haus.
Sudut mulut Bo Mingchen berkedut. Dia kesal. "Aku sakit? Pangeran ini sangat sehat! Kamulah yang sakit!"
"Aku tidak sakit! Kamulah yang sakit!" Su Lingyu hendak meledak karena kemarahan.
Namun Bo Mingchen tidak memedulikan kata-katanya. Dia mengambil tas yang dibawa Su Lingyu sejak awal lalu mengeluarkan selimut tipis berbulu.
Hah, gadis itu masih untung membawa selimut ke hutan seperti ini. Akhirnya selimut ini berguna.
"Apa yang kamu lakukan dengan selimutku?" Su Lingyu merasa sangat mengantuk.
Bo Mingchen tidak mengatakan apa-apa. Ia memakai selimut pada gadis itu dengan ekspresi datar.
"Kamu demam. Buatlah dirimu hangat. Ketika kamu merasa baikan, kita akan melanjutkan perjalanan," jawabnya.
"Demam? Aku?" Su Lingyu tertegun. "Jadi aku benar-benar sakit. Kupikir kamu mengejekku sebagai orang sakit (gila)."
Su Lingyu mengira tangan Bo Mingchen terlalu dingin tapi ternyata dahinya sendiri yang panas.
Rupanya dia sudah mulai demam saat memasuki gua. Bo Yanlei serta yang lain juga sibuk sendiri. Terutama Chang Leyu merawat Ling Hua yang belum merasa baikan.
Ling Hua benar-benar tak bisa mempercayai dirinya sendiri sekarang. Setelah dia bisa menjernihkan pikiran, diam-diam menyerap aura keberuntungan Chang Leyu yang tersisa. Entah pria itu akan mati atau tidak setelah ini, ia tidak peduli.
Barulah kemudian Ling Hua menyadari jika setengah dari keberuntungannya hilang begitu saja. Seharusnya ini terjadi saat tersambar petir tadi.
Orang normal akan meninggal ketika disambar petir. Tapi dia masih hidup. Mungkin setengah keberuntungan yang dimiliki membantunya melindungi nyawanya.
Meski Su Lingyu merasa tidak rela, ia hanya bisa menerimanya. Tanpa diduga, ia muntah darah karena syok.
"Hua Hua, haruskah kita kembali saja setelah hujan reda? Kondisimu tidak akan membaik secepat itu." Chang Leyu sudah lama ingin kembali dan mengantarkan Ling Hua pulang. Dia dia sendiri pulang.
Jika Ling Hua mati atau lumpuh saat dalam pengobatan, itu bukan urusannya nanti. Ditambah ada Bo Yanlei sebagai saksi, ia tidak khawatir sama sekali.
Jika Ling Hua tahu apa yang dipikirkannya, mungkin akan muntah darah sekali lagi.
"Dia benar. Kembali saja dan rawat dirimu dengan baik." Bo Yanlei setuju dengan usulan Chang Leyu.
Ia juga tidak mungkin terus membawa keduanya dalam perburuannya lagi. Ia bisa saja mengalami masalah yang lain nanti.
Seberapa enggannya Ling Hua, dia tetap harus kembali. Lagi pula, tubuhnya sangat tidak nyaman sekarang. Ia ingin pulang dan merawat dirinya sendiri.
Setelah hujan reda, barulah dia dibawa pergi oleh Chang Leyu.
Sebelum meninggalkan gua, Ling Hua melihat Bo Mingchen yang begit perhatian pada Su Lingyu yang sakit, hatinya semakin tidak nyaman. Ia sangat ingin menyerap semua aura keberuntungan gadis itu dengan rakus.
Namun, baru saja hendak melakukannya, ia muntah darah di lagi. Hal ini membuat Chang Leyu panik.
"Hua Hua, bertahanlah. Jangan mati di sini!" teriaknya.
Ling Hua sangat marah olehnya. Tapi dia tidak bisa mengatakan apa-apa.