"Apa kamu sudah menemukan informasi tentangnya, Jackson?"
"Sudah, Kak. Aku yakin dia adalah dady kita."
Dua bocah laki-laki berusia 7 tahun itu kini menatap ke arah layar komputer mereka bersama-sama. Mereka melihat foto seorang Pria dengan tatapan datar dan dingin. Namun, dia memiliki wajah yang sangat tampan rupawan.
"Jarret, Jackson apa yang kalian lakukan?" Tiba-tiba suara seseorang membuat kedua bocah itu tersentak kaget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Menikahlah Dengan Daddy!
Pagi itu Jarret terbangun karena mimpi buruk. Dia bermimpi ibunya ditangkap orang jahat dan dijauhkan dari dirinya dan juga Jack. Dia melirik ke arah Jack yang masih pulas tertidur.
Jarret turun dari ranjangnya dan berniat mendatangi ibunya. Namun, saat dia tiba di dekat kamar ibunya, Jarret melihat ibunya keluar kamar dengan gerak gerik yang mencurigakan. Saat Jarret tahu ibunya mengarah ke garasi mobil, Jarret terus mengamati ibunya dari jarak yang cukup aman.
Giani menyalakan mobil, tapi kemudian dia kembali keluar untuk memberitahu penjaga jika dia akan pergi dan sudah meminta ijin Ben. Hal itu dimanfaatkan oleh Jarret untuk menyusup ke dalam mobil dan bersembunyi di balik kursi kemudi. Dia menunduk agar ibunya tak menyadari keberadaannya.
Saat mobil mulai berjalan, Jarret bernapas lega karena ibunya tidak menyadari keberadaan dirinya. Dalam hatinya bocah itu bertanya-tanya kemana kah ibunya akan pergi pagi-pagi buta begini.
Cukup lama menempuh perjalanan hampir setengah jam, Akhirnya mobil Giani tiba di depan pelataran rumahnya. Cukup lama dia diam dan memandangi bekas rumahnya. Air matanya kembali menetes. Giani memberanikan diri keluar dari mobil. Dengan tubuh yang bergetar, dia mendekat ke arah bangunan rumahnya yang hampir 70% dilalap si jago merah.
Perlahan Giani melangkah masuk. Dia tak dapat lagi menahan rasa sesak di dadanya hingga akhirnya tubuhnya merosot ke lantai Giani menangis di sana. Jarret yang baru saja keluar dari mobil melihat pemandangan itu dengan hati yang miris. Tanpa menunda waktu dia berjalan mendekat dan memeluk ibunya.
"Hei, kenapa kau di sini, Sayang?" Giani tampak terkejut mendapati putra pertamanya ada di sana.
"Mommy jangan pergi sendiri. Aku khwatir ada orang jahat yang akan menyakiti mommy."
"Mommy tidak apa-apa Sayang, tapi terima kasih sudah mencemaskan mommy." Giani mengusap kepala Jarret dengan lembut. Dia juga mengusap sisa air matanya. Dia tidak mau terlihat lemah di depan anaknya. Giani juga menanyakan kenapa putra pertamanya bisa ada di sana? dan rupanya Jarret menyusup ke dalam mobilnya. Kenapa dia bisa tidak menyadarinya?
"Kenapa mommy ke sini tidak mengajak kami?"
"Mommy tidak mau kalian melihat ini. Mommy ingin kalian hanya memiliki ingatan baik tentang rumah kakek."
"Mom, jangan bersedih sendirian. Mommy tidak sendirian. Ada kami, ada daddy juga. Kenapa mommy tidak mau berbagi dengan kami?"
"Maafkan mommy, Jarret. Maaf." Giani memeluk putranya. Di saat yang bersamaan Ben datang dengan Jack.
"Mommy ... Kakak, kenapa kalian di sini dan tidak mengajakku?" tiba-tiba suara Jackson mengagetkan Giani dan Jarret. Keduanya menoleh ke arah sumber suara, Giani melihat Jackson dan Ben berdiri tak jauh dari mereka.
Jackson menarik tangan Ben dan mendekati ibunya. "Mom, kenapa tidak mengajak aku dan daddy?"
"Mommy tidak mau mengganggu tidur kalian."
"Kakak juga kenapa tidak mau membangunkanku?"
"Karena aku juga tidak tahu mommy akan pergi, aku hanya mengikuti instingku saja."
"Maafkan mommy, Sayang. Mommy sebenarnya hanya ingin mencari tahu penyebab kebakaran ini."
"Mom, kenapa mommy tidak mengandalkan daddy? Kenapa mommy harus bergerak sendirian. Apa mommy tidak tahu jika kami sangat khawatir pada mommy?"
"Maaf Jack."
"Mommy jangan terus meminta maaf. Mommy tidak salah, tapi bisakah tidak membuat kami cemas. Sekarang ada daddy, kenapa mommy tidak meminta tolong daddy? Kenapa mommy bergerak sendirian?"
"Iya. Iya, mommy tidak akan meminta maaf lagi dan mulai sekarang, mommy akan mengandalkan daddy kalian," kata Giani.
Ben tersenyum. Giani berdiri dibantu Jarret dan Jack. Ben pun ikut memegangi tangan Giani.
"Mom, kakek juga pasti akan sedih jika melihat mommy terus-menerus bersedih seperti ini," kata Jack. Saat berada di pekarangan rumah, Giani tak mendapati mobil yang tadi dia gunakan.
"Mobilmu sudah dibawa oleh anak buahku," kata Ben saat melihat Giani sepertinya mencari keberadaan mobilnya.
"Oh." Giani hanya menyahut seperlunya. Namun, tanpa disangka-sangka. Ben menggenggam jemari Giani.
"Kau tidak sendirian, Giani. Ada aku dan kedua putra kita yang akan mencari tahu penyebab kebakaran itu."
Giani sesaat menoleh, dia menatap Ben dengan tatapan lembut. Jack dan Jarret menghentikan langkahnya dan menatap kedua orangtuanya.
"Terima kasih, Ben. Terima kasih karena kau sudah datang ke sini."
"Hei, apa yang kau katakan? Aku sudah bilang aku akan bertanggungjawab pada kalian. Itu artinya apapun yang terjadi pada kalian, aku akan tetap ada untuk kalian. Untuk Kamu dan anak-anak kita."
Giani hanya membalas ucapan tulus Ben dengan sebuah senyuman. Mereka akhirnya pergi dari rumah Giani. Ben sudah memerintahkan anak buahnya untuk menyusuri jejak yang ditinggalkan oleh orang-orang yang telah mencelakai Profesor Gilbert.
Ben mengendarai mobil sendiri tanpa sopir, saat tadi Jack mencari kakak dan ibunya. Kini mereka berempat telah masuk ke dalam mobil. Jarret dan Jackson memilih duduk di belakang, sementara Giani akhirnya terpaksa duduk di depan karena paksaan kedua anaknya. Selama dalam perjalanan, Mereka hanya diam membisu. Ben sesekali melirik Giani dari ekor matanya. Sesaat dia berdehem hingga Giani menoleh ke arahnya.
"Apa kau mau minum?" tanya Giani.
"Hmm, ya. Bisa kau membantuku membuka air minum itu?" jawab Ben sembari menoleh sekilas ke arah Giani.
"Tentu saja."
Giani akhirnya membuka botol air mineral yang ada di dashboard dan menyerahkannya pada Ben.
"Terima kasih." Setelah meneguk sedikit air mineral itu, Ben kembali menyorongkan botol itu pada Giani.
Jarret dan Jackson tersenyum melihat hal itu. Keduanya memutuskan untuk berdamai dengan sang Ayah. Karena mereka tahu, ada orang yang sedang mengancam keselamatan ibunya saat ini. Kematian kakek mereka ada faktor kesengajaan. Tidak menutup kemungkinan jika saat ini orang-orang itu masih mengintai dan mengincar nyawa ibunya juga. Maka dari itu Jack dan Jarret ingin ibunya berada di bawah perlindungan ayahnya juga.
"Kita mau kemana?"
"Aku harus menghadiri meeting sebentar. Nanti kau dan anak-anak pergilah ke ruanganku. Baju ganti kalian sudah disiapkan oleh Elena. Nanti setelah aku selesai rapat, kita bawa mereka mendaftarkan sekolah."
Ben tiba di parkiran khusus, Di sana ada Elena dan Ramos yang telah menunggu. Ramos menenteng Jas untuk atasannya itu. Sedangkan Elena langsung menyambut Giani dan juga kedua putranya.
"Pergilah ke ruanganku dulu. Kau juga bisa sekalian istirahat." Ben mendekati Giani, dia sedikit mendorong belakang kepala Giani ke arahnya dan lalu mencium kening wanita itu dengan lembut.
Giani mematung di tempatnya. Jack sudah cekikikan di belakang tubuh ibunya sedang Jarret tetap memasang wajah datar. Elena geleng kepala dengan tingkah anak bungsu Atasannya itu.
"Ayo, aku akan antar kalian ke ruangan Bos. Aku juga sudah menyiapkan menu sarapan untuk kalian."
Elena menggandeng kedua tangan Jarret dan Jackson. Giani mengikutinya dalam diam. Dia masih tak percaya dengan sikap Ben barusan.
Setibanya di ruangan Ben, Elena mengarahkan Giani untuk duduk di sofa. "Kau bisa menunggu sambil sarapan, nanti setelah itu suruh mereka mandi. Aku tidak boleh lama-lama di ruangan ini, Bos bisa marah. Itu ada pintu, di balik sana ada bajumu dan anak-anak. Itu ruang pribadi tuan Ben. Dan kau adalah salah satu yang beruntung bisa memasukinya. Karena aku sampai sekarang juga tidak tahu seperti apa wujudnya. Yang menaruh pakaianmu di dalam tadi adalah Ramos."
"Kau akan kemana, Elena?"
"Aku akan berjaga di luar, tenang saja."
Elena langsung pergi meninggalkan Giani. Setelah Elena pergi Jarret dan Jackson mendekati ke arah ibunya.
"Mom, menikahlah dengan daddy!"