NovelToon NovelToon
Azizah Dikira Miskin

Azizah Dikira Miskin

Status: sedang berlangsung
Genre:Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:19.3k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Azizah pura pura miskin demi dapat cinta sejati namun yang terjadi dia malah mendapatkan penghinaan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Raka memutuskan menikah dengan susan

"Bagaimana keputusanmu, Raka?" tanya Susan penuh harap.

Hening. Tidak ada yang bicara. Andaikan ada yang kentut diam-diam, pasti akan terdengar saking heningnya suasana.

"Raka akan menerimanya," jawab Sumarni pada akhirnya karena Raka tak kunjung memberi jawaban.

Raka masih bingung dengan perasaannya. Haruskah ia menjalani pernikahan tanpa cinta? Bagaimana dengan Azizah yang statusnya masih menjadi istrinya? Bagaimana dengan anaknya, yang menurutnya pasti sudah lahir? Akhir-akhir ini, ia terus memikirkan hal itu, tetapi apa daya, ibunya selalu melarangnya mencari Azizah.

"Aku mau dengar langsung dari Raka, Bu," ucap Susan yang ingin mendapatkan kepastian. Sekilas, ia sudah melihat bahwa Raka adalah orang yang plin-plan.

"Ya, aku setuju," jawab Raka akhirnya, setelah mata Sumarni menatapnya dengan tajam.

"Oh, syukurlah! Aku bahagia sekali! Nanti aku akan mengundang keluarga Pratama dan Aditama ke pernikahan kita," ujar Susan dengan antusias.

Mata Raka berbinar. Bisa berhubungan dengan keluarga Pratama dan Aditama sangatlah menguntungkan. Setidaknya, meski ia tidak mencintai Susan, perempuan itu akan membawa manfaat besar bagi bisnisnya.

"Benarkah itu?" tanya Raka ingin memastikan.

"Aku sendiri yang akan memastikannya," jawab Susan.

"Oke, kalau begitu sebaiknya dipercepat," ucap Raka, antusias. Keraguannya seolah sirna begitu saja setelah mendengar peluang yang ditawarkan Susan.

"Kalau begitu, bagaimana kalau dua minggu ke depan?" ucap Sumarni.

"Oke, dua minggu cukup untuk mengadakan pesta besar," ujar Susan antusias menyambut hari pernikahannya.

Raka juga ikut bersemangat, karena itu berarti ia akan mendapatkan akses ke keluarga Pratama dan Aditama. Setelah berbincang cukup lama, akhirnya Susan pulang dengan penuh antusias. Dalam kepalanya, sudah banyak rencana tersusun untuk mengadakan resepsi pernikahan yang besar.

Setelah Susan pergi, Raka berkata, "Ibu, sebaiknya kita jujur pada Susan kalau aku sudah menikah."

"Jangan dulu, belum waktunya," jawab Sumarni.

"Lambat laun pasti akan ketahuan, Bu. Bukankah berbahaya kalau Susan tahu belakangan?"

"Dia memang harus tahu, tapi bukan sekarang."

"Lalu kapan, Bu?"

"Nanti, menjelang hari pernikahan."

"Kenapa, Bu?" tanya Raka heran.

"Saat undangan sudah disebar dan semua orang sudah tahu, baru kita kasih tahu Susan."

"Bagaimana kalau Susan marah dan meninggalkan kita? Lalu membatalkan pernikahan? Bukankah kita yang akan malu?" ucap Raka, heran dengan sikap ibunya.

"Mereka itu orang kaya, nama baik sangat mereka jaga. Jadi, tidak mungkin Susan akan membatalkan pernikahan setelah undangan tersebar," ujar Sumarni yakin.

"Bagaimana kalau Susan marah, Bu? Hari-hari pernikahanku pasti akan dipenuhi pertengkaran. Bagaimana kalau dia menghancurkan usaha kita?" jelas Raka memberi pengertian.

"Makanya, kamu jaga baik-baik Susan. Tapi kalau dia marah, kamu tinggal cari istri lagi dari keluarga Pratama atau Aditama. Aku yakin kamu bakal disukai oleh anak-anak atau cucu-cucu perempuan mereka."

Raka tak percaya dengan pemikiran ibunya yang begitu mempermainkan pernikahan.

"Ibu tidak bisa seperti ini! Ini pernikahan, jangan dipermainkan, Bu!"

"Kamu ini norak banget sih. Kita sekarang orang kota. Wajar kalau pernikahan jadi alat tukar untuk perkembangan bisnis. Kamu itu sebaiknya buang jauh-jauh pemikiran kolot seperti itu!" ucap Sumarni.

Tak mau berdebat lebih lanjut, Raka pergi ke kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya ke kasur. Hari yang amat melelahkan—bukan karena pekerjaan, tetapi karena pikirannya yang penuh. Azizah yang belum juga kembali, anaknya yang pasti sudah lahir, dan nasib pernikahannya. Belum lagi permintaan ibu dan Susan yang membuatnya berada dalam dilema besar.

"Andai kamu orang kaya, Zah, pasti ibuku menghargaimu. Andai kamu wanita karier, pasti ibuku menghormatimu. Andaikan kamu tidak pergi, semua ini tidak akan terjadi. Kamu salah, Zah. Kenapa kamu miskin? Kalau kamu miskin, seharusnya kamu tahan banting dengan sikap ibuku. Sekarang kamu pergi tanpa memberi kabar. Kalau terjadi sesuatu padamu, itu bukan salahku. Semua ini salahmu!"

Itulah isi kepala Raka. Dalam pikirannya yang kusut, ia selalu menyalahkan Azizah.

Melihat sekeliling kamar yang kini terasa dingin dan kehilangan kehangatan, tiba-tiba ia teringat masa-masa indah bersama Azizah. Ia tersenyum, lalu meremas kepalanya sendiri.

"Tidak bisa! Aku harus move on. Wanita bukan hanya Azizah. Susan adalah masa depanku, dan Azizah hanyalah masa laluku. Susan disukai ibuku. Apa yang ibu pilih pasti yang terbaik, bukan?" gumam Raka pada dirinya sendiri.

Raka berjalan menuju lemari dan memeriksa berkas-berkas persyaratan pernikahannya. Tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah buku nikah. Kenangan pernikahannya dengan Azizah kembali menyeruak. Saat itu, tanpa pesta mewah, Azizah hanya mengenakan gamis sederhana. Ia diantar oleh seorang ibu dan bapak dengan penampilan biasa, menikahinya dalam prosesi yang sederhana pula.

Kemudian, Raka melihat nama yang tertera di buku nikah itu: "Azizah Pratama."

"Pratama? Azizah Pratama?"

Raka menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin Azizah dari keluarga Pratama. Kalau dia dari keluarga Pratama, seharusnya penampilannya menarik. Seharusnya pestanya di hotel mewah. Seharusnya bapaknya berpenampilan mewah. Nama Pratama banyak, dan Azizah pasti bukan dari keluarga Pratama, pengusaha super kaya itu."

Ia meletakkan kembali buku nikah itu, berusaha menepis segala kemungkinan yang muncul di pikirannya....

.

..

Azizah terbangun dengan perasaan aneh. Ia duduk di tepi ranjang, tiba-tiba air matanya menetes tanpa alasan yang jelas. Perasaannya terasa begitu sesak, seolah ada sesuatu yang salah, tetapi ia tidak tahu apa.

Ia menyeka air matanya, mencoba memahami apa yang sedang ia rasakan. Namun, sebelum sempat berpikir lebih jauh, suara tangisan bayi memenuhi ruangan. Putranya, yang baru beberapa minggu lahir, menangis dengan begitu kencang. Azizah segera bangkit dan menghampiri tempat tidur bayinya.

“Sayang, kenapa menangis?” bisiknya lembut.

Ia mengangkat bayinya ke dalam gendongannya, berusaha menenangkannya dengan usapan lembut di punggung kecilnya. Namun, tangisan itu justru semakin menjadi. Azizah mulai panik.

Susi, babysitter yang membantunya merawat bayi, datang dengan wajah khawatir. “Bu Azizah, ada apa? Kenapa tiba-tiba menangis seperti ini?”

“Aku tidak tahu, Susi… Dia tidak biasanya seperti ini.”

Azizah mencoba menyusui bayinya, berharap itu bisa meredakan tangisannya. Namun, meskipun bayi itu menyusu sebentar, tangisannya tetap berlanjut. Azizah menggoyang-goyangkan tubuhnya pelan, mencoba menghiburnya, tetapi tangisan itu tetap tidak berhenti.

Susi pun ikut menggendong bayi itu, mencoba cara lain. Namun, tangisan bayi justru semakin kencang. Ia mulai terlihat sangat gelisah dan tidak nyaman.

“Bu, ini aneh… Biasanya dia tidak seperti ini.”

Azizah mengangguk. “Iya… Aku juga merasa aneh malam ini.”

Langkah cepat terdengar mendekat. Viona masuk ke kamar dengan wajah cemas. “Zee ada apa dengan bayi Kamu?"

Azizah menoleh ke arah sahabatnya. “Aku tidak tahu, Mah, Dia tiba-tiba menangis dan tidak mau berhenti.”

Viona berjalan mendekat, menatap bayi yang terus menangis dalam gendongan Susi. Ia mencoba menyentuh keningnya, memastikan suhu tubuhnya. “Tidak panas, tidak demam… Tapi kenapa menangis seperti ini?”

Azizah menggeleng. “Aku benar-benar tidak tahu…”

Tiba-tiba, terdengar langkah kaki berat dari luar kamar. Tak lama kemudian, Jayadi Pratama, ayah Azizah, muncul dengan wajah khawatir. “Apa yang terjadi? Kenapa tangisan cucuku begitu keras?”

Azizah menoleh ke arah ayahnya dengan mata yang mulai memerah karena panik dan lelah. “Pah, aku tidak tahu! Aku sudah mencoba semuanya, tapi dia tetap menangis.”

Jayadi berjalan mendekat, mencoba menggendong bayinya. Namun, tangisannya tetap tidak mereda. Ia menatap wajah kecil itu dengan penuh kekhawatiran.

“Dia tidak sakit, kan?” tanyanya.

Viona menggeleng. “Tidak ada tanda-tanda sakit. Tapi ini bukan tangisan biasa.”

Semua orang di dalam kamar mulai merasa panik. Tidak ada yang tahu penyebab tangisan bayi ini, dan tidak ada yang bisa menghentikannya.

Viona tiba-tiba berkata, “Bagaimana kalau kita menelepon Romi?”

Semua orang terdiam. Azizah menatap sahabatnya dengan ragu. “Romi?”

Viona mengangguk. “Ya, aku tahu ini mungkin terdengar konyol, tetapi Romi punya koneksi batin yang kuat dengan bayi ini. Bukankah dia selalu bisa menenangkannya?”

Azizah terdiam. Ia tahu ibunya ada benarnya. Romi memang selalu bisa membuat bayinya tenang. Tapi sekarang jam tiga pagi. Mana mungkin pria arogan itu mau datang hanya untuk menenangkan bayi?

Jayadi pun tampak berpikir. “Romi memang cukup dekat dengan bayi ini. Tapi…”

“Tapi ini sudah jam tiga pagi, mah” Azizah menghela napas. “Aku tidak yakin dia akan datang.”

Viona menatapnya dengan serius. “Kita tidak punya pilihan lain, Zah. Tangisannya tidak berhenti, dan kita semua sudah mencoba segalanya.”

Azizah menunduk, menatap bayinya yang masih menangis dengan wajah merah. Ia bimbang. Ia tahu Romi adalah orang yang sulit diprediksi.

Akhirnya, dengan berat hati, ia mengambil ponselnya dan mulai mengetik nomor Romi. Jemarinya sedikit gemetar saat menekan tombol panggil.

Panggilan tersambung. Azizah menunggu beberapa detik sebelum suara berat yang terdengar mengantuk menyahut dari seberang.

didering pertama sambungan telpon sudah diangkat semuanya kaget tapi akhirnya beranggapan ini malam.minggu mungkin Romi sedang di club malam menghabiskan malamnya, Aziza menggunakan load speaker

"Hallo...Zee.. apakah kamu begitu merindukanku sampai dini hari begini menelponku"

Bersambung.

1
hidagede1
bukan perbedaan wanita kaya atau wanita miskin, tapi keinginan menjadi seorang ibu, apakah mau atau tidak nya raka...
hidagede1
mata sumarni
hidagede1
menikahi susan kali ya?
hidagede1
bu jgn suka mimpi di siang bolong 🤪
SOPYAN KAMALGrab
jangan terlalu sempurna soalnya di indikasi novel di buat ai hehehe
hidagede1
maaf thor, mungkin posesif ya 🙏
Jumiah
lanjut thor yg panjang...trmks
hidagede1
depan altar? sebelum nya sama zizah?
hidagede1
banyak banget yang kaya gini, tetap menomor satu kan ibu walaupun sudah menikah, uang gaji yg pegang ibu, tp minya makan sama istri 🤦‍♀️
Rizky Sandy
kirain mantan istri yg datang,,,, kecewa
hidagede1
pengen tau gmna sikap nya bu sumarni kalo tau zizah anak dri anak pengusaha sukses seorang milyarder
hidagede1
Luar biasa
hidagede1
waktu zizah minta pembantu blng nya pemborosan, eee skrng dia minta prmbantu juga🤪
hidagede1
terbalik, kalo bukan zizah, raka bukan apa"😤
hidagede1
kalo bukan doa dan kontribusi seorang istri juga gak bakalan bisa sesukses ini bro...
hidagede1
laki" yg gak punya prinsip... mencla mencle😏
hidagede1
mmmh selembar sejuta? 🤔
Rizky Sandy
zizah g tau klau suaminya menikah lagi,,,,
Jumiah
Rommy cari tau dong kenapa azizah .
gk sma suamix tinggal ,dodol bangat Rommy...kejar cinta msa lalu mu
Ma Em
Tuh kan Azizah nya tdk apapa kan kalian keluarga pratama dan Aditama malah adu kekuatan dan pamer kekayaan , kalian harus akur karena mungkin tdk lama lagi kalian akan jadi besan 🤭🥰🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!