Almira Balqis Khumaira, 29 tahun, menikah dengan Iqbal Ardiansyah, 31 tahun. Dalam pernikahan tersebut mereka baru di karuniai seorang anak di usia pernikahan ke tujuh tahun. Sesuatu yang seharusnya membahagiakan semua pihak.
Namun kebahagiaan itu harus rusak sebab beberapa jam setelah operasi caesar, Almira mendapatkan kiriman foto dan video perselingkuhan suaminya bersama seorang wanita cantik bernama Sinta, 28 tahun, sekretaris dari Iqbal sendiri.
Dunia Almira seakan runtuh seketika. Hatinya patah sepatah-patahnya. Tak ada satupun alasan Almira tetap bertahan hidup selain putranya yang lebar beberapa jam saja.
Di tengah keterpurukannya, Almira justru meminta Iqbal untuk menyatukan dirinya dan Sinta dalam satu atap. Entah apa maksudnya.
Belum genap dua bulan Almira menjalani hidup seatap dengan madunya, datanglah seorang gadis siswi sebuah SMA swasta yang mengaku telah di nodai Iqbal. Apakah Almira masih kuat bertahan hidup?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raynor Mumtaz29, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu Atap, Dua Madu 23
Belum hilang rasa terkejut Almira mendengar seseorang menyela obrolannya dengan sang mertua, seseorang dari belakang tubuhnya menyambar hijab instan yang dia kenakan hingga tercabut dari kepalanya.
Almira bukan orang yang mudah marah. Akan tetapi perbuatan orang yang sudah merenggut hijab tersebut tanpa ijin, dia anggap sebagai pelecehan terhadap agamanya. Tindakan orang tersebut sudah di luar batas.
Bagaimanapun buruknya kelakuan Almira di dunia ini, memakai hijab bukan semata-mata untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa dia adalah ahli agama atau orang yang baik. Melainkan karena mematuhi perintah agamanya saja. Dan perintah itu tidak mensyaratkan seorang muslimah harus baik dulu baru memakai hijab. Namun, sebaliknya. Dengan memakai hijab di harapkan orang tersebut bisa terus berbenah dan berubah menjadi lebih baik setiap harinya. Kalaupun akhirnya kelakuan atau perbuatannya semakin jauh dari agama, Islam tetap tidak memerintah kan seseorang tersebut untuk melepas hijabnya.
"Hei! Siapa yang kasih ijin kamu melepas hijab itu? Ha!?" teriak Almira sangat kencang.
Untuk pertama kalinya Sinta dan juga Siska melihat Almira semarah itu. Raut wajahnya memperlihatkan kemarahan yang amat sangat. Hingga tangan Almira terlihat menggenggam erat dan bergetar seketika. Tanpa aba-aba, Almira merebut hijabnya dari tangan seseorang tersebut yang tak lain adalah Sinta.
"Kenapa harus minta ijin dulu kalau memang kamu adalah orang yang munafik? Kamu nggak pantas mengenakannya. Dasar wanita nggak punya malu! Pantesan Mas Iqbal nggak pernah puas dengan kamu." jawab Sinta tak kalah keras.
Belum juga Almira menanggapi ocehan Sinta, rambutnya tiba-tiba sudah berada dalam genggaman Sinta. Entah kapan Sinta bergerak, karena kejadiannya begitu cepat.
Siska yang menyaksikan pertengkaran kedua menantunya hanya bisa mengelus dada. Wanita paruh baya itu khawatir dengan kondisi Almira yang baru saja operasi caesar. Namun, beliau lebih memilih menyelamatkan putra semata wayang Almira dari sasaran amukan Sinta. Siska bergegas menuju kamar untuk menyelamatkan cucunya. Wanita paruh baya itu memilih untuk tidak peduli pada keduanya sebab keselamatan cucunya di atas segalanya.
"Siapa yang kamu bilang munafik? Dan siapa yang kamu bilang pencuri? Ha?!" teriak Almira sambil mengambil posisi mengikuti gerakan tangan Sinta sehingga tarikan di rambutnya tidak menyebabkan rasa yang terlalu sakit.
Kini, Sinta yang terpana melihat gerakan Almira yang ternyata jauh lebih cepat dari gerakannya yang nota bene dalam kondisi sehat dan bugar. Akibat gerakan Almira yang super cepat, posisi kini berbalik arah. Almira lah yang kini memegang rambut Sinta. Sontak pegangan tangan Sinta pada rambut Almira terlepas. Sebab Almira melumpuhkan ibu jarinya sehingga pegangannya otomatis terlepas.
"Hm, rupanya Mas Iqbal telah menikahi wanita liar macam kamu. Kamu tahu? Menurutku kamulah yang munafik. Kamu sendiri yang menjadi pencuri dan sekarang kamu berteriak aku lah yang seorang pencuri! ?" seru Almira dengan satu telapak tangannya yang tampak penuh dengan rambut Sinta yang juga sama panjangnya dengan rambutnya sendiri.
"Apa yang a-aku curi darimu?" protes Sinta sembari merintih kesakitan sehingga kalimat yang keluar dari mulutnya terdengar terbata.
Rambut Sinta seakan tercabut dari akarnya hingga wanita itu mendongak ke atas tanpa berani bergerak sedikit pun. Rupanya tehnik memegang rambut pun lebih unggul Almira. Istri pertama Iqbal yang tampaknya sangat murka itu memegang rambut madu nya dengan sangat rapat.
"Kamu telah mencuri suamiku! Kamu juga yang mencuri kebahagiaan kami. Kamu juga yang mencuri uang ku. Paham?!" desis Almira dengan raut muka dingin dan kaku, seolah menunjukkan dia sudah tidak menerima tawaran untuk negosiasi.
"Dia yang lari ke pelukanku. Dia yang... aw!!"
Belum lagi Sinta menyelesaikan kalimatnya, Almira menarik rambut Sinta dengan sangat keras. Sinta tak bisa membalik keadaan seperti yang dilakukan oleh Almira di awal. Hingga Sinta hanya bisa menggapai udara kosong padahal dia berharap bisa memegang salah satu anggota tubuh Almira untuk dia jadikan pelampiasan amarahnya.
"Oke. Kalau memang itu maumu. Dengarkan baik-baik, jangan sampai aku ulangi lagi! Kalau kamu inginkan dia, ambil. Dengan suka rela aku akan memberikan sisa ku untukmu. Terima kasih kamu bisa menerima sampah seperti dia, sebab aku tak tahu lagi di mana aku bisa membuang laki-laki pengkhianat macam itu. Paham? Dan bilang sama dia jangan sekali-kali mengejar ku lagi sebab aku sudah bosan kepada nya." imbuh Almira dengan penuh penekanan dalam setiap kata yang dia ucapkan.
Wanita yang di nikahi Iqbal tujuh tahun yang lalu itu, melepaskan pegangan rambut Sinta sembari mendorong tubuh wanita itu dengan keras ke arah depan. Saking kerasnya, tubuh langsing Sinta hampir tersungkur kalau tidak tertangkap tubuh tegap Iqbal.
"Almira! Apa yang kamu lakukan?! Kenapa kamu bisa jadi kasar begini sih?" seru Iqbal yang tiba-tiba sudah berada di ruang makan.
"Oh, Mas baru tahu ya, atau pura-pura tidak tahu kalau sebenarnya aku adalah wanita yang sangat kasar?" sahut Almira tajam dengan tubuh berdiri tegak seakan menantang sang suami.
Sinta tersenyum menang mendengar Iqbal membelanya. Sementara Iqbal sendiri terlihat gugup dan salah tingkah mendapat pertanyaan menohok dari Almira.
Rupanya, Almira dulunya adalah seorang wanita yang tomboy dan kasar selama inj. Iqbal bahkan sangat tahu perubahan Almira menjadi wanita yang lembut adalah karena menikah dengannya. Almira memiliki prinsip menjadi istri adalah pengabdian. Sehingga sikap Almira yang berubah lembut hanya karena faktor ingin menjadi istri yang baik sepenuhnya.
Di masa lalu, Almira lebih banyak di didik oleh ayahnya yang seorang pelatih karate di kampung neneknya. Iqbal juga tahu Almira bukan hanya jago karate, namun sudah membuktikan kemampuannya di kancah nasional. Karir Almira berhenti dan tidak melanjutkan ke kancah internasional sebab orang tuanya meninggal dan tak lama kemudian dia harus fokus menyelesaikan kuliahnya. Hingga akhirnya dia kenal dengan Iqbal dan menikah. Almira mau tidak mau harus menghapus mimpinya untuk menjadi atlet olahraga bela diri mewakili negeri tercinta.
"Bukan begitu. Kamu sangat tahu Sinta bukan tandingan kamu. Kenapa kamu harus mengeluarkan kemampuan kamu untuk bersaing dengan dia? Bukankah ini tidak fair? Ibarat kompetisi, kamu yang sudah tingkat SMA hanya melawan murid TK. Di mana otak kamu di taruh, ha??!" bentak Iqbal yang nampak sangat kesal.
"Jadi, menurut Mas aku yang menginginkan perkelahian ini?" tanya Almira dengan raut muka kecewa.
"Siapa lagi? Karena di semua segi hanya bidang itu yang kamu kuasai. Jadi, kamu masih mau mengelak?" sergah Iqbal dengan raut muka yang begitu frustasi.
"Oke. Nggak masalah." ucap Almira lirih sambil berlalu menuju kamarnya dan melupakan kegiatan sarapan yang baru saja hendak di mulai.
"Mau kemana kamu?! Suami lagi ngomong bukannya di dengerin, malah ditinggal pergi," gerutu Iqbal tanpa meninggalkan kesan bersalah sama sekali.
Air mata Almira mengalir menganak sungai memenuhi wajahnya tanpa bisa di cegah. Wanita itu sama sekali tak menoleh ke belakang lagi. Dia tentu saja sakit hati karena Iqbal menuduhnya memulai perkelahian. Kata-kata kasar yang baru pertama kali dia dengar dari suaminya, menambah sakit di hatinya semakin berdarah-darah.
Almira bertambah kecewa saat dia dengar suaminya membandingkan dirinya dengan Sinta dan menuduhnya hanya bisa berkelahi saja dan tidak bisa melakukan apapun. Di saat kemarin baru saja memohon-mohon untuk di maafkan, rasanya sulit bagi Almira untuk mempercayai bahwa Iqbal mampu melakukan semuanya kepada nya beberapa saat lalu.
'Tetaplah berpikir seperti itu Mas, karena dengan demikian aku semakin ringan melangkah pergi menuju kehidupan yang baru nanti' batin Almira nelangsa.
"Mas, kok di lepasin sih?" protes Sinta si tengah rasa senangnya karena Iqbal telah bersikap baik kepada nya seperti dulu lagi.
"Sudahlah Sinta. Nggak usah bikin keributan pagi-pagi. Yang penting kamu nggak cedera terlalu berat. Toh dia sudah menyerah dan Mas jamin dia nggak akan melakukan kekerasan lagi padamu. Apalagi?" ungkap Iqbal bingung.
"Masalahnya, aku tuh lagi bahas tentang gaji Mas yang di transfer ke rekening dia." seru Sinta sambil berkacak pinggang.
"Apa!!?" sahut Iqbal terkejut.