NovelToon NovelToon
Naik Ranjang

Naik Ranjang

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Tamat
Popularitas:8.5M
Nilai: 5
Nama Author: Ichageul

ADRIAN PRATAMA. Itu nama guru di sekolah gue yang paling gue benci. Karena apa? Karena dia udah membuka aib yang hampir tiga tahun ini gue tutup mati-matian.

“Dewi Mantili. Mulai sekarang kamu saya panggil Tili.”

Nyebelin banget kan tuh orang😠 Aaarrrrggghhh.. Rasanya pengen gue sumpel mulutnya pake popok bekas. Dan yang lebih nyebelin lagi, ternyata sekarang dia dosen di kampus gue😭

ADITYA BRAMASTA. Cowok ganteng, tetangga depan rumah gue yang bikin gue klepek-klepek lewat wajah ganteng plus suara merdunya.

“Wi.. kita nikah yuk.”

Akhirnya kebahagiaan mampir juga di kehidupan gue. Tapi lagi-lagi gue mendapati kenyataan yang membagongkan. Ternyata guru plus dosen nyebelin itu calon kakak ipar gue😱

Gue mesti gimana gaaeeesss???

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Konser Dadakan

Usai menunaikan ibadah shalat dzuhur di masjid yang ada di dekat kontrakan haji Soleh, Aditya kembali ke kontrakannya. Setelah mengganti baju kokonya dengan kaos, pemuda itu keluar dari rumah. Dia bermaksud membeli lotek yang dijual oleh Nenden. Nampak beberapa pembeli sudah mengantri di sana. Aditya melangkahkan kakinya menuju tempat Nenden berjualan.

“Bu.. loteknya satu.”

“Eh, nak Adit. Pedas ngga?”

“Sedang aja.”

“Ditunggu ya. Antri dulu,” Nenden melemparkan senyumannya.

“Siap, bu.”

Aditya segera kembali ke kontrakannya. Begitu pemuda itu berlalu, bu Lia, bu Farah dan bu Titin, mulai bertanya pada Nenden tentang sosok Aditya.

“Itu penghuni baru ya, bu?” tanya Lia.

“Iya, baru tadi pagi masuknya.”

“Namanya Adit?” kini giliran Farah yang kepo.

“Iya, temannya Dewi.”

“Duh Dewi tuh beruntung ya punya teman ganteng-ganteng. Ada Roxas, terus sekarang Adit. Wali kelasnya juga ganteng. Kok saya kepengen jadi Dewi ya,” Lia terkikik sendiri mendengar ucapannya.

“Emang bu Lia tau darimana kalau wali kelasnya Dewi ganteng?” tanya Titin.

“Kan waktu itu pernah ke sini. Mana masih muda. Tadinya saya pikir itu calonnya Dewi.”

“Bu Nenden punya calon mantu tiga. Kalau butuh bantuan buat nyeleksi, kita siap kok.”

Nenden tertawa mendengar celotehan absurd tetangganya. Namun percakapan mereka terhenti ketika Aditya kembali muncul dengan gitar di tangannya. Dia menarik kursi plastik yang ada di sana lalu mendudukkan diri di dekat meja jualan Nenden.

“Sambil nunggu pesanannya selesai, gimana kalau saya hibur, ibu-ibu cantik,” tawar Aditya.

“Ya mau atuh. Aduh meni kasep pisan, saha namina? (aduh cakep banget, siapa namanya?).”

“Aditya, bu. Panggil aja Adit.”

“Sok atuh Adit, nyanyi buat kita-kita,” ujar Titin bersemangat.

“Mau lagu apa?”

“Apa ajalah, yang penting enak didengar.”

“Siap.”

Aditya menyetem gitarnya lebih dulu sambil memetik senarnya beberapa kali. Setelah dirasa beres, dia terdiam sejenak, memikirkan lagu apa yang akan dibawakan. Tak lama kemudian petikan suara gitarnya terdengar.

“Tiara menggamit kenangan zaman persekolahan. Tiara, kumimpi kita bersanding atas kayangan. Seakan bisa kusentuh peristiwa semalam. Di malam pesta, engkau bisikkan kata azimat di telinga.”

Semua yang ada di sana, termasuk Nenden langsung terpana mendengar suara merdu Aditya. Sambil terus mengulek bumbu kacang untuk pesanan lotek, wanita itu mendengar bait demi bait yang dinyanyikan Aditya. Sedangkan ketiga pembelinya, memperhatikan dengan mata tak berkedip. Mata dan telinga mereka disuguhkan sesuatu yang begitu indah.

“Ada yang tau lagu ini ngga bu?” tanya Aditya di sela-sela nyanyiannya.

“Tau,” jawab Titin antusias.

“Ayo nyanyi bareng sama saya bu,” ajak Aditya.

Dewi yang tengah belajar di kamarnya, mulai terusik ketika mendengar sebuah suara merdu menyanyikan salah satu lagu yang viral beberapa waktu lalu. Dia langsung mengenali kalau itu adalah suara dari Aditya. Gadis itu bergegas keluar dari rumah untuk memastikan.

“Jika kau bertemu aku begini. Berlumpur tubuh dan keringat membasah bumi. Di penjara, terkurung, terhukum. Hanya bertemankan sepi. Bisakah kau menghargai. Cintaku yang suci ini?”

Lia dan Farah menutup telinganya bersamaan begitu mendengar suara cempreng Titin ikut menyanyikan lagu tersebut. Aditya sengaja memberikan kesempatan pada wanita itu untuk bernyanyi, sedang dirinya hanya mengiringi dengan gitarnya. Dewi yang baru keluar juga terkejut mendengar suara ajaib Titin. Beruntung penderitaan mereka berakhir dengan cepat karena Aditya telah menyelesaikan lagunya.

“Nyanyi lagi, Dit,” pinta Lia.

“Sekarang duet sama Dewi aja, jangan sama bu Titin,” ujar Farah. Aditya hanya terkekeh mendengarnya. Dengan isyarat mata, dia meminta Dewi duduk di dekatnya.

“Mau nyanyi apa?” tanya Aditya seraya menolehkan kepalanya pada gadis pujaannya.

“Ehmm.. apa ya? Satu hati sampai mati, gimana?”

“Boleh.”

Aditya terdiam sebentar, mencoba mengingat chord gitar lagu yang disebutkan Dewi tadi. Kemudian jarinya mulai memainkan senar gitar di tangannya. Keduanya bersiap menyanyikan lagu duet yang dipilih Dewi.

“Walau menangis pilu hati ini. Sayangku akan tetap abadi. Sampai akhir masa kau kunanti. Hanya kau yang aku sayangi,” Dewi menyanyikan partnya lebih dulu.

“Sumpah mati, bukan maksud di hati. 'Tuk meninggalkan dirimu, oh, Kasih. Ku melangkah pergi kar'na janji. Usah, Kasih, engkau bersedih,” Aditya menyambung part berikutnya.

“Nah ini baru cocok,” ujar Lia.

Kembali para pelanggan lotek Nenden disuguhkan penampilan ciamik Aditya yang kini berduet dengan Dewi. Ternyata nyanyian mereka menarik beberapa penghuni kontrakan lainnya. Mereka ikut berkerumun di dekat tempat Nenden berjualan. Bahkan ada yang memesan lotek juga. Tentu saja Nenden merasa senang, jualannya mendadak laris karena live music dadakan yang digagas oleh Aditya.

Tanpa sadar semua yang mendengarkan ikut menggoyangkan anggota tubuhnya. Ada yang menggoyangkan jempol tangannya, kepalanya, bahkan Titin tak malu ikut menggoyangkan pinggulnya.

“Hanyalah dirimu, Kasih, satu yang kusayang. Takkan tergantikan. S'moga kau dan aku satu hati sampai mati. Setia tak terganti,” Aditya dan Dewi menyanyikan part terakhir secara bersamaan. Harmonisasi suara keduanya semakin membuat para penontonnya terpincut.

Suara tepuk tangan langsung terdengar ketika lagu mereka berakhir. Mereka langsung meminta artis dadakan itu untuk bernyanyi kembali. Melihat antusiasme penonton dan demi mengatrol penjualan lotek ibunya, akhirnya Dewi bersedia untuk bernyanyi kembali. Dia dan Aditya kembali berunding.

“Ok.. lagu kedua kita adalah sebuah lagu lawas milik Doel Sumbang dan Nini Karlina, rindu aku rindu kamu, setuju?” tanya Aditya.

“Setuju,” jawab yang lainnya kompak.

Aditya kembali memainkan gitarnya. Irama lagu yang mereka nyanyikan kali ini lebih ceria membuat yang menonton tak sungkan untuk ikut bergoyang. Titin, Farah dan beberapa yang lainnya langsung berjoged mengikuti irama gitar yang dimainkan oleh Aditya.

Suara Dewi yang merdu terasa begitu pas saat berduet dengan Aditya yang suaranya terasa empuk di telinga. Ditambah keduanya memiliki paras yang menarik, sungguh sebuah perpaduan yang sempurna, baik dari suara maupun wajah.

“Ketika tiba-tiba ombak di laut pasang,” Aditya melihat pada Dewi.

“Cinta kita berdua juga pasang, sayang,” Dewi balas menatap Aditya.

“Ketika tiba-tiba ombak di laut surut.”

“Cinta kita berdua tetap pasang.”

Entah karena kemampuan menyanyi kedua anak muda itu atau lirik lagu yang dinyanyikan sesuai dengan keadaan hati mereka saat ini, lagu yang mereka nyanyikan begitu pas sampai ke hati yang mendengarnya. Nenden yang masih sibuk membuat pesanan, diam-diam ikut memperhatikan interaksi kedua insan tersebut. Dia yakin sekali kalau mereka sudah terkena panah sang cupid.

“Duh Adit, suaramu bagus banget sih,” puji Farah.

“Iya, cocok banget duet sama Dewi,” timpal Titin.

“Jangan-jangan kalian pacaran ya,” terka Lia.

“Ng.. ngga..” sangkal Dewi dengan cepat seraya melirik pada sang ibu.

“Kita emang ngga pacaran. Cuma lagi proses ta’aruf sampai khitbah dan nikah. Doain ya ibu-ibu,” ujar Aditya.

“Wah bu Nenden mau mantu sebentar lagi,” goda Lia.

“Aamiin.. aamiin… terima kasih doa baiknya,” ujar Nenden.

“Jangan lupa undangannya ya.”

Dewi tak bisa berkata apa-apa mendengar komentar para tetangganya. Gadis itu hanya mampu terdiam sambil menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya yang merona akibat ucapan Aditya.

“Kapan ngelamarnya Dit?” tanya Farah.

“Nanti bu, kalau tabungan saya udah cukup. Dewi juga mau kuliah dulu. Kalau nikah sekarang, masa iya saya kasih makan Dewi nyanyian doang hehehe..”

“Bisa aja kamu. Tapi ibu doakan kalian berjodoh dan cepat menikah,” Lia mendoakan dengan tulus.

“Aamiin..”

“Besok konser lagi, ya,” pinta Titin.

“In Syaa Allah, bu. Besok pagi ya, sambil sarapan nasi kuning dan nasi uduk.”

“Siap.. besok kita ke sini beli sambil sarapan bareng.”

Aditya mengangkat kedua jempolnya. Hatinya senang melihat antusiasme penghuni kontrakan ini. Semoga saja apa yang dilakukannya mampu mendongkrak penjualan calon ibu mertuanya.

“Beneran Dit, mau konser lagi?”

“Benar. Kan jualan ibu jadi laku. Eh kalo bisa, besok ajak Rox ke sini. Kita konser bertiga, terus direkam. Biar jualan ibu kamu tambah viral. Terus sediain tempat makan. Kita bisa gelar tikar atau karpet, kaya lesehan gitu. Setuju ngga bu?” Aditya melihat pada Nenden.

“Atur aja sama kalian. Kalau nak Adit ngga keberatan, ibu sih senang aja.”

“Ibu tenang aja. Besok Dewi panggil pasukan ke sini buat bantu.”

Di otak Dewi sudah terbayang meminta Roxas, Micky dan Hardi untuk datang. Sekalian mereka bisa belajar bersama menjelang ujian. Dewi melihat pada Aditya yang duduk di sampingnya. Kehadiran pemuda itu seperti pelangi yang membuat hidupnya indah setelah hujan deras yang melanda saat kepergian ayah tercinta.

🌸🌸🌸

Kesibukan langsung tersuguh di depan mata Aditya, ketika pemuda itu masuk ke dapur hotel Amarta, tempatnya bekerja. Ini adalah hari pertamanya bekerja, dan jujur saja dia masih belum tahu apa yang harus dilakukannya. Elang yang sudah diberi tahu tentang DW yang baru bergabung segera menghampiri Aditya.

“Aditya?” tanya Elang.

“Iya, Chef.”

Elang segera mengajak Aditya untuk berkenalan dengan staf kitchen lainnya. Melihat ada anggota baru bergabung, semua menyambut ramah kedatangannya. Sejenak mereka menghentikan pekerjaannya.

“Kenalkan ini Aditya, DW baru yang bertugas di bagian steward,” Elang memperkenalkan pada semuanya.

“Chief Steward kamu, pak Dadan, tapi hari ini dia libur. Sekarang kamu tugas sama Akay, ya. Nanti dia yang bantu kamu soal pekerjaan. Kay.. bantu dulu ya,” Elang melihat pada Akay.

“Siap, chef.”

“Si Ateng boga saingan euy,” celetuk salah satu staf yang ada di sana.

Tanpa membuang waktu, Akay segera membimbing Aditya untuk melakukan pekerjaannya. Pria itu menerangkan apa saja yang harus dikerjakan oleh Aditya, mengajarkan bagaimana menggunakan mesin pencuci piring dan yang lainnya. Aditya mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan mulai mencoba apa yang dikatakan Akay satu per satu.

Sebagai awalnya Akay meminta Aditya melakukan pekerjaan yang sudah dipahaminya, seperti membersihkan sampah, mengeringkan perabotan dan menatanya di rak. Pria itu senang, selain cepat tanggap, ternyata Aditya juga cekatan dalam bekerja. Di samping itu, sikap supelnya membuat Aditya mudah berbaur dengan yang lainnya.

🌸🌸🌸

Menjelang jam sembilan malam, kru yang berkutat di dapur baru bisa beristirahat. Padatnya jadwal meeting di hotel Amarta, membuat mereka terus berjibaku menyiapkan makanan untuk para peserta meeting. Elang mempersilahkan untuk beristirahat secara bergantian. Akay mengajak Aditya mengistirahatkan tubuhnya di pelataran basement, tempat di mana dirinya dan teman-teman menghabiskan waktu istirahat.

Akay mengeluarkan sebungkus rokok lalu mengambilnya sebatang, disodorkannya kotak rokok tersebut pada Aditya, namun ditolak secara halus. Setelah memasukkan kembali bungkus rokok ke saku celananya, pria itu membakar rokoknya. Kepulan asap langsung berpendar di sekitarnya.

“Gimana? Susah ngga kerjaannya?”

“Alhamdulillah, ngga bang.”

“Cape pasti, namanya juga kuli. Ya ginilah kerjaan di dapur. Kalo kata pak Elang, kitchen itu ibarat medan perang. Kita berperang melawan waktu dan keinginan konsumen yang beragam. Harus tahan kritikan dan tahan banting juga. Jangan kaget kalo sewaktu-waktu ada yang ngamuk pas lagi dikejar waktu,” terang Akay panjang lebar seraya menyesap rokoknya.

“Pak Elang galak ya?”

“Ngga.. pak Elang tuh santuy orangnya, kalau masih bisa diomongin baik-baik, ngga akan marah. Ex Chefnya, juga gitu, santuy. Yang galak justru CDP-nya, pak Jose.”

“Pak Jose atasannya pak Elang?”

“Bawahannya. Kalau Ex Chef-nya pak Soni, sous chef pak Elang, nah di bawahnya CDP, pak Jose. Beuh dia mah apa-apa bawaannya ngegas mulu. Kadang gue pengen tampol pake tabung gas.”

“Hahaha..”

Aditya tak bisa menahan tawanya mendengar celotehan Akay. Dari raut wajahnya terlihat ketidaksukaan saat menyebutkan nama Jose. Tapi justru membuatnya penasaran, seperti apa laki-laki bernama Jose itu. Setahunya tadi tidak ada yang bernama itu saat berkenalan.

“Pak Jose yang mana? Dia ngga masuk ya?”

“Ngga, hari ini dia off.”

“Dia keturunan luar gitu? Namanya Jose.”

“Hahaha…”

Akay malah terpingkal mendengar pertanyaan Aditya. Bahkan pria itu sampai terbatuk akibat asap rokoknya tertelan. Aditya menepuk punggung Akay yang masih terbatuk, pria itu sampai membuang rokoknya yang baru habis setengah.

“Jose itu turunan Sunda asli. Jadi gini ya, di kitchen itu ada tiga nama Asep, dua bagian masak, satu steward. Yang pertama, Asep Herdiansyah, itu nama aslinya Jose. Gue ngga tau dia dapet ilham dari mana minta dipanggil itu. Dua, Asep Wijaya, panggilannya Ateng.”

“Ateng?”

“Iya, alias Asep Ganteng hahaha… tapi emang di antara nama Asep, dia yang paling ganteng, bahkan di seantero kitchen, tanpa melibatkan pak Elang ya. Tapi sekarang gelar tergantengnya udah pindah ke elo, Dit, hahaha…”

“Bisa aja. Terus Asep ketiga?”

“Dia sama kaya kita, di steward. Namanya Asep Radian, biasa dipanggil Rajet.”

“Aneh banget, Rajet.”

“Karena di antara nama Asep dia yang mukanya paling bajret alias mengenaskan huahahaha… Makanya dipanggil Rajet, alias Radian Bajret hahaha...”

Kembali tawa Akay menggema, tak ayal Aditya pun ikut tertawa mendengarnya. Ternyata lingkungan barunya bekerja, tidak kalah olengnya dengan lingkungan teman-temannya. Sepertinya dia akan sangat enjoy bekerja bersama tim kitchen.

“Jadi tim steward semuanya ada berapa orang?”

“Lima, sama chiefnya, pak Dadan. Dua staff, gue sama Rajet. Nah dua lagi DW, elo sama si poco. Dia kebagian shift malem hari ini.”

“Bukan nama asli pasti.”

“Siapa?”

“Poco.”

“Emang bukan.”

“Kay.. bagi rokok.”

Tiba-tiba saja terdengar suara seseorang menginterupsi pembicaraan keduanya. Aditya memperhatikan pria seumuran Akay sudah berada di dekat mereka. Tinggi badan pria itu sedikit berada di bawahnya, namun seperti ada yang aneh dengan porsi tubuhnya, entah apa.

“Panjang umur.. nih yang namanya si poco,” Akay memperkenalkan pria di dekatnya pada Aditya.

“Co.. kenalin tim bari steward, Adit,” lanjut Akay.

Pria yang dipanggil Poco tersebut mengulurkan tangannya pada Aditya seraya menyebutkan nama aslinya, Hendri.

“Heleh Poco, kitu,” seru Akay begitu mendengar kata Hendri keluar dari mulut rekannya.

“Emang nama gue Hendri, nying.”

“Hendri poco huahahaha..”

“Poco apaan?” tanya Aditya bingung.

“Pondok cokor (pendek kaki) puas sia??” ujar Hendri sambil melihat pada Akay namun tak ayal dia tertawa setelahnya.

“Hahahaha…”

Akay terus saja tertawa. Aditya berusaha menahan tawa hingga menjadi senyuman saja. Kini dia paham, apa yang membuat postur tubuh Hendri sedikit janggal di matanya. Ternyata pria itu memiliki tubuh yang lebih panjang, dan tidak proporsional dengan panjang kakinya. Tak heran teman-temannya memanggil dengan sebutan poco.

“Dit.. nyaho teu eta ngaran Akay timana? (tau ngga nama Akay asalnya dari mana?” tanya Hendri alias Poco pada Aditya.

“Ngga.”

“Eta teh kapondokan tina ngaran manehna, Ade Kayat hahaha… jiga merk helm nya hahahaha… (Itu kependekan dari nama dia, Ade Kayat. Kaya merk helm ya)” Poco tertawa puas bisa membalas Akay.

“Oh iya, KYT hahaha,” sambar Aditya sambil tertawa.

“Alus pan, urang boga royalty. Gunakan Kayat helm saat berkendara, hahaha…” Akay malah ikutan membahas namanya.

“Menta rokok Kay..”

Akay mengeluarkan bungkus rokok dari saku celananya lalu menyorokan pada Poco. Setelah mengambil sebatang rokok dari Akay dan membakarnya, dia berpamitan hendak keluar sebentar.

“Nuhun ah, kaluar heula nya (keluar dulu, ya).”

“Rek nanggap si Esme pasti.”

“Hahaha… enya, tah keur ngamen deket perempatan.”

Poco segera berlalu dari sana, bergegas keluar dari basement. Aditya terus memandangi pria tersebut yang berjalan keluar dari gerbang hotel.

“Esme siapa?” tanya Aditya penasaran.

“Esmeralda, makhluk jadi-jadian yang suka mejeng bareng rombongan kuntilanak dan dedemit di depan sana hahaha..”

Hotel tempat Aditya bekerja memang berada di sekitar jalan Asia Afrika, di mana terdapat sungai Cikapundung. Sungai yang sering dibilang sungai terpanjang di dunia karena membelah Asia dan Afrika. Buat yang bingung, silahkan cari di mbah google, pasti tidak ada jawabannya ekekekek…

“Ooh hahaha… keren amat namanya Esmeralda.”

"Terinspirasi ti indungna cenah, pecinta telenovela hahaha.."

"Nancy mah geus pasaran nya, jadi we Esme hahaha.. (Nancy udah pasaran ya, jadi Esme)," Aditya kembali tertawa.

Usai mengistirahatkan tubuhnya, Aditya dan Akay kembali ke dapur. Mereka sudah siap untuk berperang dengan perabotan kotor yang meminta dibersihkan. Sementara Elang dan yang lainnya sibuk membereskan hidangan buffet yang tersisa.

🌸🌸🌸

**Yang nunggu kemarin up, seperti biasa, Jumat itu jadwal family time. Ditambah kondisi kurang fit dan paksu juga lagi sakit, jadi ngga bisa kasih bonus up buat kalian kemarin.

Buat yang pening baca dialog kang Hari di eps kemarin, mamake sengaja ngga kasih terjemahannya biar kalian senam otak dikit🤣

Mana yang kangen pak Adrian🙋 Besok dandan yang cantik ya, pak Adrian bakal nongol buat kalian😉**

1
Maulana ya_Rohman
bolqk balek baca kok ya madih aja ada bawang nya.... 😭...
kanebo nya masih gak thor.. aku mau 1 aja...😞
Maulana ya_Rohman
bolqk balek baca kok ya madih aja ada bawang nya.... 😭...
kanebo nya masih gak thor.. aku mau 1 aja...😞
Maulana ya_Rohman
nangkring comend lagi...
dari bab awal dak comed...
krn mengulang baca dan gak ada bosen nya yang ada malah bikin kangen😍😍
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝: Halo kak baca juga d novel ku 𝙖𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙜𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profilku ya. trmksh🙏
total 1 replies
Maulana ya_Rohman
mampir lgi yang ke skian kali nya thor...
lagu "bring me to life" teringat karya mu thor🙈
Herlambang Lutvi
kemana saja diriku sampai novel sebagus baru Akau baca,,ini cerita cinta segitiga yg paling natural dah kaya film ini mah
sherly
dr sekolah sampai dah punya anak eh anaknya pada ngumpul buat Genk... novelmu emang seruuu Thor tp kenapa kisah anak2 mereka ngk di NT?
sherly
tiba2 JD melowwww
sherly
baca novelmu tu buat bahagiaaa.... awalnya senyum2 eh ujung2nya ngakak...
sherly
hahahahha rejeki si Budi
sherly
tq Thor untuk novelmu yg rasanya tu kayak nano nano... baru baca satu novelmu kyaknya bakalan lanjut ke novel yg lain...
sherly
lengkap sudah kebahagian Adrian dan dewi
sherly
jadi pengen liburan jugaaaaa
sherly
kalo soal pede emang si Budi nih juaranya.... maju terus bud
sherly
hahahahahha nasib duo B si jomblo sekarat
sherly
hahahah muslihat preman pensiun
sherly
Doni dah dapat satu restu... semangkaaaa
sherly
Hahahhaa masih kurang tu.. sibudi buluk mesti di kasi 20 sks biar bisa cari cewek yg bener ke depannya...
sherly
hahahha Mila sampai sewa satpam buat jd pasangannya... emang teman si Dewi smuanya kelakuannya diluar prediksi BMKg...
sherly
aku kira lagu Ari lasso malaikat tak bersayap ternyata ciptaan othor TOP dah
sherly
mulai pasang spanduk, umbul2 don... hehehehhe
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!