Perjuangan Abimanyu untuk mendapatkan kembali cinta Renata, sang istri yang telah berulang kali disakitinya.
Tidak mencintai gadis yang menjadi wasiat terakhir ibunya membuat Abimanyu seringkali menyiksa dan menyakiti hati Renata hingga berkali-kali.
Akankah Bima bisa kembali mendapatkan cinta istrinya? Sementara hati Renata telah mati rasa akibat perbuatan Abimanyu yang telah menyebabkan buah hati dan ibunya meninggal dunia.
"Mas Bima-"
"Panggil aku Tuan seperti biasanya, karena kau hanyalah seorang pembantu di sini!"
"Ta-tapi Mas, kata Nyonya-"
"Ibuku sudah meninggal. Aku menikahimu karena keinginan ibuku, jadi kau jangan berharap dan bermimpi kalau aku akan menuruti keinginan ibuku untuk menjagamu!"
"I-iya, Tu-Tuan ...."
Yuk! Ikutin ceritanya, jangan lupa siapin tisu karena novel ini banyak mengandung bawang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nazwa talita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 SIMBIOSIS MUTUALISME
Bima pulang dengan wajah penuh amarah. Pria itu meninggalkan kafe setelah Renata memaksanya untuk pulang saat dia sedang berkelahi dan saling memaki dengan Aldrian.
Renata mengancam akan mengatakan pada Shinta jika Bima tidak segera pulang. Laki-laki itu mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Apalagi, saat akan berangkat pulang, Shinta menelepon menanyakan keberadaannya.
Sementara Aldrian masuk ke dalam kafe seperti tujuan awalnya. Pria itu ingin menemui Kenzo untuk membicarakan bisnis.
Renata duduk di pojok ruangan sambil mengusap wajahnya kasar. Setiap kalimat yang keluar dari mulut kedua pria itu kembali terngiang di telinganya.
Benar-benar tidak bisa dipercaya. Aldrian yang Renata pikir lebih baik dari Bima pun ternyata sama saja brengseknya.
Kenapa aku harus hidup di lingkaran kedua orang seperti mereka?
Renata menghembuskan napas panjang. Dia sadar, dunianya dengan dunia dua manusia tampan itu sangat berbeda. Mereka adalah tuan muda yang sudah terbiasa hidup bebas.
Jangankan di luar negeri, di negara sendiri saja sekarang banyak orang-orang yang memilih hidup bersama tanpa tali pernikahan.
Renata berkali-kali menghembuskan napas panjang. Gadis itu sedang menetralkan perasaannya yang sedang amburadul.
Amburadul! Memangnya ada perasaan amburadul?
Renata meremas rambutnya sambil mengumpat dalam hati.
*Sial! Sial! Sial!
Harusnya saat ini aku sedang menikmati hidup dan masa mudaku, bukannya malah terjebak dalam situasi rumit seperti ini.
Huhh*!!
"Renata!"
Sebuah suara mengagetkan Renata. Netranya menoleh ke arah gadis berkuncir kuda yang saat ini sedang memberikan isyarat padanya kalau pelanggan kafe sudah mulai berdatangan.
Renata mengangguk kemudian beranjak dari duduknya. Gadis itu kembali menghela napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan.
Semangat Renata, semangat!
***
Aldrian menatap Renata yang tertunduk di hadapannya. Laki-laki itu mengusap kepala Renata. Merasa iba dengan keadaan gadis itu.
Kafe baru saja tutup. Renata baru saja ingin pergi, tetapi suara Aldrian menghentikannya.
Gadis cantik itu menatap jarum jam di pergelangan tangannya. Sudah pukul sepuluh lewat lima belas menit.
Renata tersenyum mencibir. Seperti dugaannya, pria yang tadi pagi bersikeras ingin menjemputnya itu tidak akan datang karena sudah pasti Shinta tidak akan mengizinkannya.
"Kamu masih mau menunggunya di sini?"
Renata menggeleng pelan sebagai jawaban.
"Aku lelah. Ingin cepat sampai di rumah." Renata menatap Aldrian yang terlihat tersenyum menatapnya.
"Aku akan mengantarmu pulang."
"Kau bilang akan menjemput pacarmu bukan?"
Setelah didesak oleh Renata, Aldrian akhirnya menceritakan tentang Vanya, meski hanya sebagian kecilnya saja, yang penting Renata tahu, kalau saat ini dia sudah punya kekasih.
Kekasih yang sudah hidup bersama dia selama beberapa tahun ini. Namun, meskipun begitu, Aldrian dan Vanya masih sama-sama ingin hidup bebas tanpa terikat pernikahan.
"Vanya baru saja menelepon kalau dia tiba-tiba ada pekerjaan mendadak sampai besok pagi."
"Dan kau percaya?" Renata menatap pria di depannya itu.
Aldrian kembali mengusap kepala Renata. Sebuah senyuman tersungging di wajah tampannya.
"Kami sudah sama-sama dewasa. Kalaupun dia tidak setia dan memilih pria lain untuk menjadi penggantiku, aku juga tidak akan memaksa."
"Hah?"
"Tidak usah kaget begitu. Hubungan kami tidak seperti yang ada dalam bayanganmu."
"Maksudnya? Bukankah kau mencintainya? Masa iya kamu tidak marah dan cemburu jika dia lebih memilih pria lain?"
Renata sungguh penasaran dengan hubungan antara Aldrian dan Vanya.
"Simbiosis mutualisme."
"Hah?" Mulut Renata kembali melongo mendengar ucapan Aldrian. Sementara Aldrian tertawa lepas.
"Hubunganku dengan Vanya adalah hubungan yang saling menguntungkan. Kami tidak mengikat satu sama lain. Hanya saja, aku selalu mengingatkan padanya untuk tidak berhubungan **** dengan pria lain."
"Apa?" Lagi-lagi Renata membuka mulutnya karena terkejut. Apalagi saat mendengar ucapan vulgar Aldrian.
"Karena aku tidak suka berbagi milikku dengan orang lain. Selagi dia hidup bersamaku, berarti dia adalah milikku. Kalau dia sampai melanggar aturan yang sudah aku tetapkan, aku akan langsung mengakhiri semuanya." Aldrian tersenyum menatap Renata yang terlihat lucu dengan wajah terkejutnya.
Perempuan itu benar-benar polos karena dia belum banyak mengerti tentang dunia luar.
Seandainya aku dipertemukan lebih dahulu denganmu, aku pasti akan lebih memilih gadis polos sepertimu sebagai pelabuhan terakhirku.
Paling tidak, aku bisa mempunyai seseorang yang selalu mengingatkan aku ketika aku berjalan di tempat yang salah.
Bersambung ....