Joe William. Adalah seorang Tuan muda yang dipersiapkan untuk menjadi seorang calon penguasa di keluarga William.
Terlahir dari pasangan Jerry William dan Clara Drako, Joe ini memiliki garis keturunan Konglomerat dari keluarga sebelah Ayahnya, dan penguasa salah satu organisasi dunia bawah tanah dari kakek sebelah ibunya.
Ketika orang tuanya ingin mendidiknya dan ingin memanjakan Joe William dengan sutra dan emas, tiba-tiba seorang lelaki tua bernama Kakek Malik yang dulunya adalah orang yang membesarkan serta merawat sang ibu yaitu Clara, datang meminta Joe William yang ketika itu baru berumur satu tahun dengan niat ingin mendidik calon Pewaris tunggal ini.
Tidak ada alasan bagi Jerry William serta Clara untuk menolak.
Dengan berat hati, mereka pun merelakan putra semata wayangnya itu dibawa oleh Kakek Malik untuk di didik dan berjanji akan mengembalikan sang putra kelak jika sudah berusia tujuh belas tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edane Sintink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Namora Habonaran
"Haduh. Lelah sekali rasanya."
Tampak Joe berjalan sempoyongan karena tadi abis menari diiringi lagu India 'Oh my darling i love you'.
Seorang lelaki tampak ke sana ke mari sambil mengikuti Joe dengan mengangkat kursi dengan maksud, andai Joe kelelahan dan ingin duduk, maka dia sudah siap dengan kursi untuk anak tengil itu duduk.
"Paman. Apa tidak penat membawa kursi keliling ruangan seperti itu?" Tanya Joe.
Lama-lama dia merasa lucu juga melihat lelaki setengah baya itu membawa kursi terus menerus.
"Joe. Sebenarnya yang bebas itu Paman Tigor atau kamu sih? Karena menurut ku, kau yang paling bahagia hari ini." Kata Tiara menegur Joe yang sejak tadi menari seperti gasing muter ke sana dan ke sini.
"Kau tau bagaimana aku hari ini seperti tumbuh sayap ketika jauh dari Kakek Tengku Mahmud. Jika aku berada di sampingnya, ada saja hukuman yang aku dapat." Jawab Joe membuat semua orang yang berada di ruangan itu mengulum senyum.
Mereka jelas tidak berani menertawakan tingkah polah Joe ini. Namun yang namanya lucu, banyak juga yang membuang muka menyembunyikan tawanya.
"Ketua. Memangnya mengapa dengan kakek Tengku Mahmud?" Tanya Tigor.
"Maaf paman. Biar aku yang jawab." Kata Tiara lalu melanjutkan. " Joe ini, selalu mendapat hukuman karena dia memang bandel sekali. Aku selalu melihat dia menggendong maha guru Tengku Mahmud di dalam tong drum yang sudah di potong dan diberi tali. Kadang nafas Joe ini seperti lembu minta kawin." Kata Tiara.
Kali ini tidak ada lagi yang bisa menahan tawa. Bahkan Hendro yang kesal pun tidak kuasa menahan tawanya.
"Kau jangan membuka aib sesama. Apa kau suka makan bangkai saudara mu?" Tanya Joe sambil mendelik.
"Itu Ghibah kan? Pasti Ghibah! Lagunya Pak Haji Rhoma Irama." Kata Udin yang membuat ruangan itu sekali lagi pecah oleh gelak tawa.
"Tapi memang iya. Aku sangat malas jika sudah berdekatan dengan Kakek Tengku Mahmud. Tapi jika berjauhan begini, rasanya aku rindu." Kata Joe sambil memanggil lelaki yang membawa kursi itu lalu duduk di tengah-tengah ruangan seperti pemimpin sebuah group orkestra.
"Beruntung kau Gor tidak sempat digodok oleh kakek mu." Bisik Andra.
Mendengar ini, mendadak kerongkongan Tigor terasa kesat.
Dia dapat membayangkan andai ketika itu di didik langsung oleh kakek angkatnya itu, sudah pasti dia akan sangat menderita.
"Kalian boleh kembali ke Tower Mall. Maafkan aku yang membuat kalian kelelahan." Kata Joe memerintahkan kepada tiga manager Tower Mall itu.
"Terimakasih Tuannn.., eh. Maaf. Maksud saya, Terimakasih Joe William." Kata salah satu dari ketiga manager itu.
Tampak dari raut wajah mereka seperti plong laksana terbebas dari belenggu.
"Paman. Di mana toilet? Aku ingin merenungi nasib." Tanya Joe kepada lelaki yang berada di belakangnya itu yang tadi membawakan kursi untuk nya.
"Mari ketua. Saya akan menunjukkan kepada Anda." Jawab lelaki itu sembari mempersilahkan.
"Tiara dan kau Lestari, jangan kemana-mana ya! Jika kau hilang, aku tidak bertanggung jawab." Kata Joe. Lalu sebelum dia pergi menuju ke toilet, tak lupa dia menoel hidungnya.
Tindakan yang sangat menyebalkan sebenarnya. Namun mereka suka melihat tingkah Joe ini.
Dia adalah seorang ketua walaupun dia sama sekali tidak mengerti apa itu ketua. Dia juga Tuan muda dari keluarga William yang terkenal memiliki kekayaan yang sulit di hitung. Tapi tingkah nya ini sama sekali tidak mencerminkan bahwa dia adalah orang yang sangat berkuasa.
Gayanya yang urakan dan tengil membuat mereka merasa bahwa antara mereka dan Joe ini nyaris tanpa jenjang atau kasta. Ini yang mereka suka dari Joe ini.
Hal ini juga dirasakan oleh Tigor. Dia berfikir bahwa Joe ini benar-benar duplikat dari Jerry William, Drako dan Tengku Mahmud. Hanya saja Tigor ini tidak sempat mengenal kakek Malik.
**********
"Ketua. Apakah Anda jadi untuk melihat-lihat di Tower Mall?" Tanya Tigor setelah Joe kembali ke ruangan itu.
"Tunggu dulu paman. Sepertinya uang ku tinggal sedikit. Kalau aku tau tadi Putri dan Lia akan diantar langsung oleh anak buah paman, mungkin aku tidak memberikan segitu banyak uang kepada mereka." Kata Joe sambil merogok sakunya lalu mendongak seperti orang sedang menghitung dengan mata merem melek.
Sekali lagi Tigor terpaksa menelan tawanya agar tidak keluar.
"Ketua. Untuk apa uang? Tower Mall itu adalah milik anda. Anda tinggal keluarkan perintah, maka apa pun yang Anda inginkan, pasti akan anda dapatkan, selagi itu berada di Tower Mall." Kata Tigor.
"Apa iya seperti itu? Kalau aku mau mobil, ada ya?" Tanya Joe.
"Pasti ada. Ketua jangan khawatir." Jawab Tigor.
"Hehehe. Untuk apa mobil. Aku pun tidak bisa mengemudi." Kata Joe sambil nyengir.
"Paman. Aku akan berangkat bersama Udin, Tiara dan Lestari. Paman jangan ikut!" Kata Joe sambil tersenyum.
Tigor tau maksud dari perkataan Joe ini. Dia merasa tidak akan bisa bebas jika diikuti oleh Tigor. Lagi pula, usia mereka terpaut sangat jauh. Mana mungkin Joe akan merasa nyaman.
"Baiklah Ketua. Jika anda merasa tidak nyaman diikuti oleh kami, maka saya akan memerintahkan anak saya untuk menemani anda."
"Sayang, coba kau telepon Rio! Suruh dia mengantar Namora kemari!" Kata Tigor kepada. Istri nya.
Wanita setengah baya yang dipanggil Tigor dengan sebutan sayang itu lalu melakukan panggilan telepon. Dan sekitar lima belas menit berselang, tampak seorang lelaki berusia sekitar 35 tahun memasuki ruangan itu bersama dengan istrinya dan dua orang anak lelaki.
Yang satu tampak sangat mirip dengan Tigor dengan rambut sedikit pirang belah tengah, kulit putih bersih dengan bibirnya yang merah. Namun tatapan mata anak ini sangat tajam dan penuh selidik. Usianya diperkirakan sekitar enam belas tahun atau setahun lebih muda dari Joe. Dia lah anak Tigor dan Mirna bernama Namora.
Sementara itu yang seorang lagi berusia sekitar delapan tahun atau baru menduduki sekolah dasar. Dan ini adalah anak Rio dengan istrinya.
"Namora. Kemari nak. Beri hormat kepada ketua kita!" Kata Tigor melambaikan tangannya kepada anak lelaki berusia enam belas tahun itu.
Anak lelaki itu pun langsung melangkah lalu membungkuk hormat.
"Salam hormat dari saya untuk ketua." Kata anak itu sambil membungkuk. Namun nada suaranya sama sekali tidak memiliki notasi alias datar.
"Ah. Jangan begitu. Jangan membungkuk. Aku ini sama seperti mu. Aku bukan raja atau pangeran. Oh ya. Namaku Joe William. Siapa nama mu?" Tanya Joe dengan ramah.
"Menjawab pertanyaan Ketua. Nama saya adalah Namora Habonaran." Jawab putra sulung dari Tigor ini.
"Namora. Ketua kita akan berjalan-jalan ke Tower Mall. Kau harus menjadi pengawal untuk nya." Kata Tigor memberi perintah lalu berbisik di dekat telinga anaknya. "Lindungi ketua dengan nyawa mu!"
"Namora mengerti Ayah." Jawab anak itu lalu mempersilahkan Joe, Udin, Tiara dan Lestari untuk mendahului berjalan di depan.