Karena suatu alasan, Alia kehilangan bayinya dan di saat bersamaan, Alvin putra dari bos Bara sedang tak berdaya dan membutuhkan A*si, sedangkan ibunya meninggal disaat melahirkan Alvin.
"Dia membutuhkan kamu, Alia. Maukah kamu menjadi ibu susu untuk putraku?" Bara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dina Auliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
butuh jawaban
Hari mulai menjelang siang, Alfin Sepertinya sudah lelah bermain dan mulai tidur.
Tubuh mungil yang tiap hari makin berisi dan pipi sudah seperti bakpau dari yang baru di angkat dari kukusan.
Tak seperti saat pertama kali Lia bertemu dengan Alfin, yang seperti bayi yang kekurangan gizi kini dia semakin aktif.
Lia bergegas pergi ke rumah sakit menemui dokter yang sudah menangani operasi dirinya saat kecelakaan waktu itu.
Dengan perasaan campur aduk saat sampai rumah sakit antara takut ketahuan Bara dan jawaban apa yang akan ia dapat dari dokter Herman, Dokter kepercayaan keluarga pak Bambang.
Saat melangkah masuk ternyata Lia berselisihan dengan Bara dan Akas yang sudah pulang dari rumah sakit yang membuatnya mereka tak saling bertemu.
Butuh waktu beberapa saat untuk bisa menemui dokter Herman, karena ini masih jam kerjanya. Dengan sabar Lia menunggu sampai dokter Herman selesai dengan pasiennya.
Tak lama setelah di rasa sudah tak ada pasien Lia masuk kedalam ruang kerja dokter Herman. sengaja Lia tak menghubunginya terlebih dahulu agar dokter Herman tak menghindar darinya.
"Selamat siang dok" Sapa Lia sekaligus mengagetkan dokter Herman.
"Masih ingat dengan saya dok?" tanya Lia kembali.
"Lia! tentu saja aku masih ingat dengan mu. Ada perlu apa kamu kemari dan kenapa tidak menghubungi ku dulu?"tanya dokter Herman yang nampak gugup.
"Aku datang kesini untuk mendengar jawaban dari semua pertanyaan yang akan ku berikan. Aku ingin kejujuran darimu dok jangan bohongi aku lagi."
"Apa maksudmu Lia, aku tak pernah bohong denganmu dan pertanyaan apa yang ingin kau tanyakan padaku?"
"Jawab jujur dok! sebenarnya apa anakku masih hidup dok? apa selama ini kalian semua mencoba membohongiku dengan memberikan identitas palsu dan menyatakan anakku meninggal." pertanyaan itu langsung saja mencecar dokter Herman yang saat itu belum siap dengan jawabannya.
"Apa benar kalian bersekongkol untuk menjauhkan aku dari anakku? apa yang kalian inginkan sebenarnya dengan melakukan ini semua padaku. Apa kalian tak kasihan denganku yang harus kehilangan suami dan anakku saat itu. Apa kalian juga bisa merasakan betapa hancur hatiku saat harus menerima kenyataan itu." pertanyaan Lia tak ada hentinya dan terus menyerang Dokter Herman yang belum siap dengan semuanya.
Entah apa yang ada di fikiran Dokter Herman saat itu bukannya menjawab pertanyaan Lia dia malah membuat Lia pingsan, pada saat itu Lia yang terus memukul dokter Herman kerena tak segera menjawab pertanyaan yang ia tunggu-tunggu.
Lia pun jatuh pingsan di pelukan dokter Herman dan dengan sigap dokter Herman menangkap Lia yang sudah tak berdaya.
Hari semakin larut. Ayu mondar-mandir menunggu Lia yang tak kunjung pulang.
Lia bilang akan pulang sebelum Bara dan Akas datang namun nyatanya Lia juga belum datang bahkan sampai Bara dan Akas memarkirkan mobilnya di halaman.
Ayu bergegas masuk agar tak di dapati bahwa dirinya sedang cemas.
Bara sejak ia masuk ke dalam rumah matanya berkeliaran mencari sosok Lia yang seharusnya ada di rumah.
Bahkan saat malam hari dan waktu makan malam Bara juga tak mendapati keberadaan dia.
"Ada yang tahu keberadaan Lia, kenapa dia tidak ada muncul di hadapan ku?" tanya Bara yang meninggikan nadanya dan membuat seluruh isi rumah terdiam tak bersuara.
Bara menatap Ayu dengan penuh curiga ada sesuatu yang di sembunyikan Ayu yang nampak begitu gelisah dan bertingkah aneh. Akas yang paham langsung menghampiri kekasihnya dan berbicara baik-baik.
"Sayang, apa mas boleh tanya sesuatu dan Sepertinya sayang mengetahuinya." ucap Akas dengan nada lembut agar tak membuat Ayu takut.
"Mau tanya apa mas?"
"Dari tadi mas lihat kamu tampak gelisah dan Sepertinya ada sesuatu yang terjadi. Mas juga gak ada melihat Lia dari pulang tadi. Apa Lia ada di rumah atau pergi?"
"Anu mas. . . " Ayu bingung harus menjawab apa, di satu sisi dia sudah janji dengan Lia di sisi lain dia juga kuatir dengan Lia.
"Katakan saja sayang mas gak akan marah kok, bahkan jika Bara memarahimu mas akan membelamu." bujuk Akas pada kekasihnya.
"Apakah mas janji tak akan marah padaku"
"Tentu, mas janji."
"Mbak Lia, tadi pergi katanya mau kerumah sakit menemui seseorang dan janji akan pulang sebelum kalian pulang. tapi sampai sekarang Mbak Lia juga belum ada pulang. Ayu takut mbak Lia kenapa-kenapa." jelas Ayu dan terdengar jelas di telinga Lia.
"Wanita bodoh. melakukan sesuatu tak pernah ada perhitungannya." ucap Bara
"Apa kamu tahu, Lia pergi menemui siapa di rumah sakit?" tanya Akas pada Ayu namun ayu hanya menggelengkan kepala saja.
Saat Akas dan Bara akan pergi mencari Lia tiba-tiba saja ada panggilan masuk dan ingin bertemu dengan mereka.
"Bara, Sepertinya kita harus menunda dulu mencari Lia ada yang lebih penting yang harus kita temui. Tenang saja Lia sudah besar dia pasti bisa menjaga diri. kita juga akan terus mencoba menghubungi Lia." jelas Bara yang menghentikan langkah Bara.
"Apa tidak bisa di tunda pertemuannya, aku saat ini sedang mencemaskan Lia."
"Terserah padamu. kamu ingin informasi tentang kecelakaan Rian atau mau mencari keberadaan Lia. Semua keputusan ada di tanganmu."
Bara mencoba mempertimbangkan mana yang lebih penting dengan keputusan yang berat Bara memutuskan untuk bertemu dengan orang yang akan memberikan informasi tentang kecelakaan Rian dan menunda untuk mencari Lia.
"Aku harap Lia sekarang baik-baik saja. dan tidak terjadi masalah padanya dan bisa segera pulang." gumam Bara dan dengan langkah yang berat Bara dan Akas melangkah pergi menemui orang tersebut.
Di sisi lain saat Lia terbangun ia sedang terbaring di sebuah kamar yang asing buatnya. Kepalanya masih terasa sakit. Lia mencoba mengembalikan kesadarannya.
"Dimana aku ini? apa yang terjadi padaku?" Lia mencoba mengingat-ingat kejadian sebelumnya.
Sebuah langkah terdengar mendekati kamar tempat Lia berada sekarang.
Derik pintu terbuka membuyarkan lamunan Lia.
Seorang pria tengah berdiri membawa semangkuk sup mulai berjalan menghampiri Lia.
"Dokter Herman, apa yang kau lakukan padaku dan kenapa aku berada di sini tak seharusnya aku di sini?"
"Tenang Lia, jangan emosi dulu aku bisa menjelaskan semuanya padamu. Sekarang makanlah dulu biar tenagamu lekas pulih."
"Tidak aku tidak mau, sebelum aku mendapatkan penjelasan darimu yang."
"Jangan keras kepala, aku ku jawab semuanya pelan-pelan agar kamu bisa mengerti dan tidak dalam keadaan emosi."
Lia menatap pria berkacamata yang saat ini sedang berusaha membujuknya.
"Apa aku masih bisa mempercayaimu lagi?"
"Tentu saja, kamu bisa terus percaya padaku. aku janji akan jujur padamu."