Hana dan Kinan dinyatakan meninggal dalam kebakaran rumah yang dasyat. Daud sebagai suami terpaksa menerima kenyataan tersebut setelah jenazah keduanya ditemukan kosong di dapur rumah mereka. Lalu bagiaman dengan aset yang ditinggalkan Hana yang diwariskan dari almarhum orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YNFitria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih mencari Ayumi
Meskipun terlihat bodoh Murad dan Kohar terpaksa mendatangi kuburan Zainudin yang diberitahukan Haji Hasyim. Bos mereka marah besar saat diberitahu melalui telpon. Ini baru bos kecil, bukan bos besar yang tahu dan murkanya sudah membuat mereka takut. Dengan memaki si bos minta Kohar dan Murad mencari tahu keluarga Zainudin terutama anaknya yang mengenalkan pembeli ke Haji Hasyim.
Di nisan dimana tertera waktu kematiannya, Murad tahu bahwa Zainudin baru meninggal kurang dari dua bulan lalu. Dengan ini dia berharap masih ada keluarga atau kerabatnya di sekitar yang masih bisa ditemukan. Tak mungkin bertanya pada Haji Hasyim, mereka memilih datang ke kuburan. Tentu saja bukan untuk bertanya pada gundukan tanah, tapi berniat mencari tahu dari penunggu.
Murad dan Kohar harus menunggu selama lebih dari 30 menit untuk bisa bertemu penjaga yang kebetulan sedang pergi ke rumah kerabatnya. Untungnya dengan selembar uang seratus ribu dan sebungkus rokok, penjaga tersebut bisa memberitahukan dimana Murad dan Kohar bisa menemui keluarga Zainudin. Tak mau membuang waktu, Murad langsung mengajak Kohar pergi dan menuju ke alamat yang diberikan si penjaga.
"permisi, apa betul ini rumah Pak Zainudin?" Tanya Murad pada seorang pria yang membukakan pintu gerbang. Pria tersebut tidak menjawab dan melihat Murad dan Kohar dengan teliti.
"Bapak-bapak ini siapa? Ada perlu apa dengan Pak Zainudin?" Tanyanya
"Oh saya murad, bos saya bilang untuk menemui Pak Zainudin soal pembelian gedung" jawab Murad sengaja.
Pria tersebut kembali melihat mereka. Lalu akhirnya dia mempersilahkan Murad dan Kohar menunggu di kursi teras lalu memintanya menunggu memanggilkan tuan rumah. Kohar hendak membuka mulut, namun Murad yang tahu kebodohan Kohar menyuruhnya diam dengan memberikan kode tangan menunjuk ke bibirnya supaya dia. Akhirnya Kohar urung bertanya dan diam.
Tak lama pria tadi keluar dengan seorang pria yang terlihat lebih bersih dan gagah. Sepertinya dia tuan rumahnya. " Ini Pak tamunya" Ucap pria si pembuka pintu menunjuk Murad dan Kohar lalu pergi masuk ke dalam. Sedangkan si tuan rumah mendekati Kohar dan Murad lalu duduk di kursi yang tersisa satu.
"Anda pasti Pak Zainudin ya, saya Murad dan ini teman saya Kohar" ujar Murad mendahului bicara.
"Ada perlu apa?" jawab si tuan rumah tidak memedulikan ucapan Murad. Dia rasa tak perlu menjelaskan kalau Abahnya sudah meninggal. Mereka berdua baru kembali dari makamnya dan hanya berpura-pura.
"Hm.. Bos saya minat dengan gedung di Ragunan yang ditawarkan Pak Zainudin"
jawab Murad
Si tuan rumah kembali menatap tajam Murad. Lalu bertanya "Gedung mana?"
"Gedung A" jawab Kohar mantap. Si tuan rumah melirik ke arah Kohar.
"Siapa bosmu?" Tanyanya tegas . Murad yang tidak antisipasi terpaksa menyebutkan nama yang pasti dipercaya
"Salah satu anggota keluarga Bardi, pengusaha yang kaya raya. Pasti kenal kan" jawab Murad percaya diri tapi jawaban si tuan rumah ternyata mencengangkan.
"Siapa itu Bardi, apa dia sekaliber keluarga Bakri.? Gak kenal dan gedungnya tidak dijual, sudah laku"
"Wah sayang, padahal bos saya minat. Siapa sekarang pemiliknya?" tanya Murad keukeuh harus tahu.
"Kalau bosmu pengusaha pasti dia bisa mencari tahu sendiri. Tapi baiklah karena sepertinya kalian yang ingin tahu. Pembelinya adalah temanku kuliah di Inggris, namanya Hanif Azhar" jawab si tuan tumah yang tak lain adalah Ikram, teman kuliah Hanif.
"Wah Pemiliknya laki-laki ya.. Soalnya saya ada dikasih tahu pemilik terakhirnya adalah perempuan, kalau tidak salah namanya Aya...atau Ayu.." ujar Murad sedikit mengambang seolah lupa. Harapannya orang di depannya akan menyebutkan sebuah nama. Tapi nihil, dia hanya diam menunggu Murad menyelesaikan ucapannya. Pancingannya ternyata gagal.
"Ada lagi? Kalau tidak silahkan pergi. Saya masih banyak urusan" ucap Ikram tidak ramah sama sekali. Terpaksa Murad dan Kohar pergi. Percuma saja karena mereka tidak mendapatkan informasi yang mereka perlukan.
Sementara sepeninggal mereka Ikram mengambil ponselnya dan menghubungi Hanif.
"Seperti katamu, ada yang datang dan mencoba mengorek informasi. Dua orang bodoh yang membuang waktuku saja. Sudah kuusir" ujar Ikram kepada Hanif
"Ya mereka memancingku menyebutkan nama dengan pura-pura dapat info dan lupa. Tentu saja aku diamkan. Kamu jangan khawatir. Haji Hasyim bahkan. mengerjai mereka supaya datang ke keburan almarhum Abah" Ucap Ikram setelah jeda .
Dan setelah berbicara sebentar pembicaraan pun berakhir Ikram kembali ke ruang kerja mempersiapkan materi untuk mengajar mahasiswanya besok.
****
Mela melirik ponselnya yang sejak tadi berdenting terus oleh notifikasi pesan, tapi dia abaikan. Dia lebih memilih menyelesaikan tumpukan dokumen yang harus dikerjakannya. Mela tak mau dan tak suka lembur. Itu sebabnya dia hanya bekerja untuk membuat dan mereview kontrak klien-klien kantornya. Terlebih saat ini kantornya menjadi konsultan dan ditunjuk sebagai perwakilan salah satu perusahaan baru yang semua kontraknya langsung diserahkan kepada firma hukum mereka. Dan Mela saat ini ditunjuk sebagai PIC untuk perusahaan tersebut selain mengerjakan kontrak dan review sebelum diserahkan kepada staf legal perusahan klien. Meskipun hanya dia dan dua anak magang yang handle, Mela selalu usahakan beres sebelum deadline. Untuk itu dia dengan santai ikut membantu mereview dan memeriksa kerjaan anak magang sebelum semua di acc managernya. Setidaknya ini mengurangi interaksinya dengan rekan kerjanya.
Kembali diliriknya ponsel yang terus ramai bunyi notifikasi. Mela mengabaikan dan memilih menyelesaikan satu dokumen terakhir. Setelah beres barulah dia membuka ponsel dan membaca pesan yang masuk. Satu persatu dia baca. Beberapa pesan dari adik dan Ibunya yang tidak terlalu penting, namun dibalasanya. Lalu beberapa pesan di grup yang menurut dia sama sekali tak penting. Berniat leave group tapi Mela malas untuk dikonfrontasi, jadi silent reader saja dia. Terakhir pesan beruntun dari Hardian.
^^^"Sudah ditemukan"^^^
^^^"Lo harus kesini"^^^
^^^" Tar gue kirim alamat baru gue di Depok"^^^
^^^"Jangan lupa bawakan pesanan "^^^
Dan dibawahnya ada list barang serta makanan yang banyak
^^^"Kak lo masih hidup kan" .Mela mendengus membaca pesan terakhir lalu terpaksa dia mengetikkan balasan pesan supaya tidak diteror terus^^^
^^^"Kalau mati, lo yang gue datengin pertama dan kenapa lo pindah Depok ga bilang-bilang, Kenapa Bandung?"^^^
^^^"Wah syukur deh kak, malam ini juga gue tunggu ya. Jangan lupa pesenan gue""^^^
Mela mendesis membaca pesan terakhir tersebut. Tapi tak urung dia order taksi online. Tujuan akhirnya alamat baru Hardian yang baru saja dia terima, tujuan pertama minimarket yang searah jalan dan punya aplikasi belanja online yang bisa dipickup. Sambil menunggu taksi datang, Mela berbelanja sesuai pesanan adiknya, membayarnya dan mengambil opsi pickup supaya praktis sambil jalan. Saat taksi pesanannya datang, Mela baru saja selesai menutup aplikasi belanjanya.
****
Malam terasa lebih dingin, anginnya kencang. Udara terasa lembab, sepertinya akan turun hujan. Tapi dingginya malam dan hukan yang mungkin turun tidaklah semenakutkan amarah Lina Bardi. Di hadapan beberapa orang preman yang sudah berbulan-bulan dia sewa untuk mencari tahu siapa dan keberadaan Ayumi Lina mengamuk.
Kursi, meja dan berbagai furniture serta barang yang ada di ruangan tersebut bergelimpangan. Ada yang terbalik, hancur, pecah ada juga yang masih berdiri tegak tapi pindah posisi.
Lina rupanya murka sekaligus putus asa. Tak satupun usahanya menemukan perempuan bernama Ayumi itu berhasil. Dia bahkan sudah membayar orang yang dia kira lebih kompeten, tapi ternyata sama saja hasilnya. Orang yang dibayarnya menyatakan bahwa Hanif hanya menitipkan sertifikat itu disatukan dengan aset peninggalan dari Hana, makanya ada dalam daftar. Informasi itu seolah menyatakan bahwa aset property yang dimiliki Hanif adalah miliknya sendiri bukan warisan.
Lina hampir merasa sedikit tenang dan punya waktu untuk menyingkirkan Hanif dan menguasai setidaknya saham perusahaan sehingga dia dan Arsyad suaminya bisa mengendalikan perusahan. Tapi kemudian tak lama datang berita bahwa Hanif membuat surat wasiat. Meskipun orangnya belum bisa mengetahui isi wasiat apalagi mendapatkan salinannya, Lina sudah bisa menebak bahwa pewaris nya pastilah si Ayumi. Dengan begitu percuma melenyapkan Hanif jika si Ayumi masih belum ditemukan. Lebih sial ketika tak lama informannya memberitahukan bahwa Hanif memiliki pengacara lain selain Roby yang memegang wasiat dia. Tidak ada yang tahu siapa pengacara yang ditunjuk dan dari kantor mana. Yang jelas jika sampai Hanif tiada maka dia akan muncul. Dan bisa dipastikan Si Ayumi lah yang akan mewarisinya. Lina benar-benar marah. Ternyata si Hanif ini sungguh licik. Dan kenapa pula keluarga Bardi tak berkutik. Atau jangan-jangan seperti dirinya. Mereka bekerja dalam diam.
"Ah sialan.. Kalian cari lagi sampai dapat" ujarnya kesal.
"Jangan sampai keluarga lain tahu informasi ini" Bisiknya pada diri sendiri. Dan lagi-lagi dia berteriak kencang. Tak hanya sekali Lina melakukannya berulang. Semua yang ada disana hanya diam pasrah.