NovelToon NovelToon
Istri Terbuang

Istri Terbuang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Janda / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: ummushaffiyah

Sepenggal kisah nyata yang dibumbui agar semakin menarik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummushaffiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33 — Ketika Tegas Menjadi Pilihan

Pagi itu, Farhan datang ke kantor dengan langkah berat tapi kepala tegak. Ada sesuatu yang berbeda pada dirinya, keberanian yang bukan lahir dari keyakinan, melainkan dari rasa terdesak. Ia merasa kehilangan kendali, dan seperti banyak orang yang kehilangan kendali, ia memilih menjadi keras.

Di lantai kantor pusat, bisik-bisik mulai terdengar.

Tentang proyek baru.

Tentang divisi kuliner premium.

Tentang seorang perempuan bernama Zahwa.

Farhan mendengarnya. Dan entah kenapa, dada itu panas.

“Mas Farhan,” tegur Pak Bram, atasannya, “tolong laporan minggu lalu diselesaikan dulu.”

Farhan menahan napas. Biasanya ia mengangguk. Tapi hari itu, ia membalas dengan nada dingin.

“Pak, saya rasa banyak keputusan manajemen yang perlu dievaluasi. Terlalu fokus ke vendor luar, sementara internal disepelekan.”

Ruangan mendadak sunyi.

Pak Bram menatap Farhan lama. “Kamu tahu kamu sedang bicara dengan siapa?”

Farhan tahu. Tapi egonya lebih dulu menjawab.

“Saya cuma menyampaikan pendapat.”

Keberanian itu terdengar seperti pembangkangan.

---

Di gedung sebelah, Zahwa berdiri di ruang presentasi. Hari itu bukan presentasi biasa. Ini evaluasi lanjutan, menentukan apakah kerja samanya akan diperluas atau dihentikan.

Beberapa wajah baru hadir. Wajah-wajah dingin. Analitis.

“Bu Zahwa,” salah satu direksi membuka suara, “kami ingin melihat apakah bisnis ini bergantung pada figur Anda atau bisa berkelanjutan.”

Pertanyaan itu tajam.

Zahwa menarik napas pelan. “Bisnis yang sehat tidak bergantung pada satu figur. Karena itu, sejak awal saya membangun SOP, tim kecil, dan sistem.”

Ia memutar slide. Data berbicara. Angka rapi. Proyeksi realistis.

“Dan satu hal,” lanjut Zahwa dengan suara tenang, “saya tidak menjual sensasi. Saya menjual konsistensi.”

Ruangan hening.

Daniel duduk di ujung meja. Diam. Tidak menyela. Tidak membela.

Ini ujian Zahwa, dan ia harus lulus sendiri.

---

Sementara itu, di kantor pusat, Farhan dipanggil ke ruang manajemen.

“Mas Farhan,” suara CEO pusat terdengar datar, “kami menerima laporan tentang sikap Anda.”

Farhan duduk. Keringat dingin mulai muncul.

“Kami juga menerima laporan bahwa Anda membawa urusan pribadi ke ranah profesional.”

Farhan tercekat. “Saya tidak—”

“Kami tahu hubungan masa lalu Anda dengan salah satu rekan kerja eksternal kami.”

Kalimat itu memukul.

“Perusahaan tidak melarang Anda punya masa lalu,” lanjut sang CEO, “tapi kami melarang Anda mengganggu masa depan orang lain.”

Farhan tertunduk. Untuk pertama kalinya, keberaniannya runtuh.

---

Di ruang presentasi Zahwa, diskusi selesai. Salah satu direksi mengangguk puas.

“Kami tidak melihat alasan untuk menghentikan kerja sama,” katanya. “Justru kami mempertimbangkan perluasan.”

Zahwa menunduk sopan. “Terima kasih atas kepercayaannya.”

Daniel akhirnya bicara. “Saya setuju.”

Itu saja. Tapi cukup untuk mengunci keputusan.

---

Sore harinya, Daniel memanggil Arvino.

“Siapkan dokumen,” katanya singkat.

“Dokumen apa?” tanya Arvino.

“Pemindahan struktur. Zahwa akan berdiri langsung di bawah saya.”

Arvino terdiam. “Pak… ini keputusan besar.”

Daniel menatap keluar jendela. “Justru karena besar, harus diambil sekarang.”

“Dan Farhan?”

Daniel menarik napas dalam. “Dia tidak boleh berada di lingkungan yang sama.”

---

Malam itu, keputusan resmi turun.

Farhan dipindahkan ke cabang luar kota. Tanpa jabatan tambahan. Tanpa privilese.

Bukan karena dendam.

Tapi karena batas.

Farhan membaca surat itu dengan tangan gemetar. Amarah bercampur penyesalan. Ia ingin menyalahkan Zahwa. Tapi untuk pertama kalinya, ia tahu, semua ini buah dari sikapnya sendiri.

---

Zahwa menerima pesan singkat dari Daniel.

> Keputusan sudah diambil. Kamu aman secara profesional.

Zahwa membaca pesan itu lama. Ada lega. Ada haru.

Ia membalas singkat:

> Terima kasih sudah menjaga batas.

Daniel tersenyum kecil membaca balasan itu.

Keputusan besar itu bukan tentang mendekat.

Tapi tentang melindungi, tanpa memiliki.

Dan di sanalah, cinta dewasa mengambil bentuknya.

1
Hafshah
terus berkarya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!