NovelToon NovelToon
NIKAH DADAKAN DEMI PARASETAMOL

NIKAH DADAKAN DEMI PARASETAMOL

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / CEO / Nikah Kontrak
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Anjay22

Amelia ,seorang janda yang diceraikan dan diusir oleh suaminya tanpa di beri uang sepeserpun kecuali hanya baju yang menempel di badan ,saat di usir dari rumah keadaan hujan ,sehingga anaknya yang masih berusia 3 tahun demam tinggi ,Reva merasa bingung karena dia tidak punya saudara atau teman yang bisa diminta tolong karena dia sebatang kara dikota itu ,hingga datang seorang pria yang bernama Devan Dirgantara datang akan memberikan pengobatan untuk anaknya ,dan kebetulan dia dari apotik membawa parasetamol ,dan obat itu akan di berikan pada Reva ,dengan syarat ,dia harus mau menikah dengannya hari itu juga ,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjay22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ronde kedua

Pagi datang perlahan, seperti tamu yang tak ingin mengganggu. Embun masih menempel di jendela kamar penginapan kecil itu, mengaburkan pemandangan hijau Puncak yang biasanya memukau. Di dalam, udara masih dingin,tapi bukan dingin yang menusuk. Ini dingin yang nyaman, yang membuat selimut terasa seperti pelukan terbaik di dunia.

Amelia terbangun lebih dulu. Matanya terbuka perlahan, disambut oleh hangatnya dada Devan yang masih menjadi bantalnya. Napasnya tenang, dadanya naik-turun pelan, seolah mimpi indah masih menyelimutinya. Amelia tersenyum kecil, lalu mengangkat wajahnya sedikit. Rambutnya yang agak kusut menutupi sebagian pipinya, tapi ia tak peduli. Ia hanya ingin menatap wajah suaminya,tanpa gangguan Bayu yang tiba-tiba menangis, tanpa dering telepon dari kantor, tanpa suara mesin cuci yang berisik.

Hanya mereka. Lagi.

Tangannya menyentuh pelan dada Devan, jemarinya menyusuri garis-garis otot yang tak terlalu menonjol, tapi cukup membuatnya merasa aman. Ia ingat malam tadi,setiap sentuhan, setiap bisikan, setiap jeda yang penuh makna. Ia tak menyangka, bahwa keintiman bisa terasa seperti pulang.

Devan bergerak sedikit, matanya terbuka perlahan. Pandangannya kabur sejenak, lalu fokus pada wajah Amelia yang sedang menatapnya dengan senyum kecil.

“Kamu ngintip aku tidur,ya?” tanyanya, suaranya serak karena baru bangun.

Amelia tertawa pelan. “Iya. Kamu kelihatan kayak bayi yang lagi mimpi es krim.”

Devan mengernyit, lalu menarik selimut menutupi wajahnya sebentar,hanya untuk muncul kembali dengan ekspresi dramatis. “Kalau aku bayi, kamu ibunya. Jadi,tanggung jawabmu buat kasih aku sarapan.”

Amelia mendorong dadanya pelan. “Dasar! Baru bangun udah minta-minta .”

Tapi Devan tak melepaskannya. Malah, ia menarik Amelia lebih dekat, tangannya melingkar di pinggangnya. “Aku nggak minta nasi goreng, sayang. Aku minta kamu.”

Napas Amelia berhenti sejenak. Matanya menatap Devan,ada kilau nakal di sana, tapi juga kelembutan yang membuat hatinya meleleh.

“Lagi?” bisiknya, pipinya memerah.

Devan tersenyum, lalu mengecup ujung hidungnya. “Kamu pikir semalam cukup buat seumur hidup?”

Amelia menggeleng, malu-malu. “Aku cuma,belum biasa. Rasanya kayak mimpi.”

“Kalau mimpi, ayo kita lanjutin mimpi bareng,” jawab Devan, suaranya turun oktaf,lebih dalam, lebih hangat.

Tangannya mulai bergerak, pelan menyusuri punggung Amelia, lalu turun ke pinggang, menggenggam erat. Amelia mendesah pelan, tubuhnya menanggapi sentuhan itu tanpa perlu dipikir. Ia tak bisa berbohong,tubuhnya sudah rindu lagi. Baru beberapa jam berlalu, tapi ia ingin merasakan Devan lagi. Bukan karena nafsu semata, tapi karena ia ingin merasakan bahwa ini nyata. Bahwa mereka punya waktu-waktu untuk saling menyentuh, saling mengingat, saling mencintai.

Devan menarik selimut sedikit, membuka ruang di antara mereka. Ia menatap Amelia, matanya penuh tanya, penuh penantian. “Boleh?”

Amelia tak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya menarik leher Devan dan menciumnya dalam, lembut, tapi penuh hasrat yang tertahan. Ciuman itu seperti kunci yang membuka pintu yang semalam baru retak. Sekarang, pintu itu terbuka lebar.

Tangan Devan menyelinap masuk ke balik kaos dalam Amelia,kain tipis yang masih ia pakai sejak malam tadi. Kulitnya hangat, lembut, dan Devan hampir lupa cara bernapas saat jemarinya menyentuh lengkung pinggangnya. Amelia mendesah pelan ke dalam mulut Devan, tangannya meremas bahu suaminya.

“Kamu masih dingin?” tanya Devan, berhenti sejenak untuk menatapnya.

Amelia menggeleng. “Nggak. Kamu yang bikin aku kepanasan.”

Devan tertawa pelan, lalu mengecup lehernya. “Kalau gitu, aku lanjut ya?”

“Hmm …” Amelia hanya mengangguk, lalu menarik Devan lebih dekat.

Pakaian mereka terlepas pelan,bukan karena terburu-buru, tapi karena tubuh mereka sudah saling mengenali bahasa yang sama. Sentuhan Devan tak pernah kasar. Ia selalu menunggu isyarat dari Amelia ,tatapan matanya, desahan napasnya, bahkan cara jemarinya mencengkeram lengan Devan. Semua itu jadi peta yang ia ikuti dengan penuh perhatian.

Amelia membalas sentuhan itu dengan caranya sendiri,tangannya menyusuri dada Devan, lalu turun perlahan, menggenggam pinggangnya erat. Ia menarik Devan lebih dekat, hingga tak ada lagi jarak di antara mereka. Kulit bertemu kulit, napas bercampur, dan dunia di luar seolah berhenti berputar.

“Kamu yakin?” tanya Devan sekali lagi, suaranya bergetar.

Amelia menatap matanya, lalu tersenyum malu, tapi penuh keyakinan. “Aku yakin. Aku mau kamu, Mas. Lagi.”

Dan Devan tak perlu didesak dua kali.

Gerakannya kali ini sedikit lebih berani, tapi tetap penuh kesabaran. Ia tahu Amelia masih belajar,bukan belajar teknik, tapi belajar mempercayai dirinya sendiri, mempercayai tubuhnya, mempercayai Devan. Setiap kali Amelia mendesah, Devan tersenyum kecil. Setiap kali Amelia menarik napas tajam, ia berhenti sejenak, menunggu, lalu melanjutkan dengan lebih lembut.

“Kamu enak banget, sayang,” bisik Devan di telinganya.

Amelia menutup mata, wajahnya memerah. “Jangan ngomong gitu mas! aku jadi gugup.”

“Kenapa? Kamu pikir aku bohong?” Devan mengecup pelan cuping telinganya. “Aku nggak pernah bilang ‘enak’ ke siapa-siapa selain kamu.”

Amelia tertawa kecil, lalu menarik wajah Devan. “Dasar suami genit.”

“Cuma buat kamu,” jawabnya, lalu menciumnya lagi.

Mereka bergerak perlahan, seperti menari dalam irama yang hanya mereka berdua yang tahu. Tak ada tujuan selain saling merasakan, saling mengingat, saling mengisi. Amelia tak lagi menahan diri,ia membiarkan tubuhnya bereaksi, membiarkan suara-suara kecil keluar dari bibirnya, membiarkan tangannya mencengkeram punggung Devan erat.

Dan Devan? Ia tersenyum dalam hati. Karena ia tahu,ini bukan sekadar ronde kedua. Ini adalah awal dari sesuatu yang baru. Bukan hanya sebagai suami-istri, tapi sebagai pasangan yang akhirnya punya ruang untuk saling mengenal lagi.

Saat puncak datang, itu terasa seperti alunan lagu yang akhirnya menemukan nada yang pas. Amelia menahan napas, lalu melepaskannya dalam desahan panjang. Devan mengikuti, mengecup keningnya berulang kali, seolah ingin menangkap setiap detik dari ekspresi wajah istrinya.

Mereka berbaring berdampingan lagi, napas masih belum stabil. Amelia menyembunyikan wajahnya di dada Devan, malu-malu.

“Kamu malu?” tanya Devan, tangannya mengelus rambutnya.

“Agak-agak,” jawab Amelia pelan. “Tapi seneng.”

Devan tertawa kecil. “Aku juga. Bahkan lebih seneng dari waktu Bayu pertama kali bilang ‘ABI’.”

Amelia mendongak. “Wah,mas , berani banget bandingin aku sama Bayu!”

“Bukan ngebandingin,sayang . Cuma,kamu tahu, kan? Kita juga butuh waktu buat jadi Devan sama Amelia bukan cuma Papa sama Mama.”

Amelia mengangguk, lalu mengecup dadanya. “Iya. Dan aku senang banget kamu ngerti itu.”

Di luar, matahari mulai menampakkan diri. Embun di jendela mulai menguap, digantikan oleh cahaya keemasan pagi. Tapi mereka tak buru-buru bangun

“Mas?” bisik Amelia.

“Hmm?”

“Kalau nanti kita pulang, boleh kita sempetin waktu kayak gini lagi?”

Devan menatapnya, lalu mengusap pipinya dengan lembut. “Bukan ‘boleh’. Harus. Kita janji, ya? Minimal sebulan sekali,kita kabur berdua. Biarin Mama jaga Bayu.”

Amelia tersenyum lebar. “Janji.”

Devan menariknya peluk erat. “Kalau gitu, selamat pagi, istriku.”

“Selamat pagi, suamiku,” jawab Amelia, lalu mengecup bibirnya,pelan, manis, dan penuh janji.

Dan di balik jendela yang mulai cerah, Puncak tersenyum diam-diam,karena cinta, ternyata, tak pernah benar-benar hilang. Ia hanya butuh ruang, waktu, dan keberanian untuk kembali bernapas.

Setelah mereka melakukan ronde keduanya ,mereka mandi bersama ,mandi dengan sesungguhnya ,tanpa ada kegiatan lainya .

1
Mar lina
Di tunggu
malam pertama nya
apakah Devan akan ketagihan dan bucin akut... hanya author yg tau...
MayAyunda: siap kak😁
total 1 replies
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto: sama2 👍
total 2 replies
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
MayAyunda: iya kak🙏
total 1 replies
Mar lina
aku mampir
MayAyunda: terimakasih kak
total 1 replies
Nii
semangat Thor
MayAyunda: siap kak
total 1 replies
kalea rizuky
lanjut q ksih hadiah
kalea rizuky
siapa naruh cicilan mekar di sini/Shame//Sleep/
kalea rizuky
alurnya suka sat set g menye2
MayAyunda: iya kak 😁
total 1 replies
kalea rizuky
dr judulnya aaja unik
MayAyunda: biar beda kak 😄
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!