Di sebuah pulau kecil di Jeju, Lee Seo Han menjalani kehidupannya yang sunyi. Ditinggal kedua orang tuanya sejak remaja, ia terbiasa bergulat dengan kesendirian dan kerasnya kehidupan. Bekerja serabutan sejak SMA, ia berjuang menyelesaikan pendidikannya sendirian, dengan hanya ditemani Jae Hyun, sahabatnya yang cerewet namun setia.
Namun musim panas itu membawa kejutan: Kim Sae Ryeon, cahaya yang menyinari kegelapan hidupnya. Perlahan tapi pasti, Seo Han membuka hatinya untuk merasakan kebahagiaan yang selama ini ia hindari. Bersama Sae Ryeon, ia belajar bahwa hidup bukan hanya tentang bertahan, tapi juga tentang mencintai dan dicintai.
Tapi takdir berkata lain. Di puncak kebahagiaannya, Seo Han didiagnosis mengidap ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit langka yang secara perlahan akan melumpuhkan tubuhnya. Di hadapan masa depan yang tak menentu dan ketakutan menjadi beban, Seo Han membuat keputusan paling menyakitkan: mengorbankan cintanya untuk melindungi orang tersayang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahmad faujan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TEMPAT PELARIAN
(visual ke seo Han dan Kim seo ryeon)
Ryeon membuka pintu mobil dan masuk. Ia hanya melihat sekilas ke arah Seo Han yang sudah duduk di sisi seberang, lalu dengan cepat memposisikan dirinya menempel ke pintu mobil, memandang keluar jendela. Ia bisa mencium samar-samar bau antiseptik yang masih menempel di kaus Seo Han.
Jae Hyun menyalakan mobil, dan mobil berjalan meninggalkan rumah sakit.
Sepanjang jalan, rasanya seperti ruangan itu dihantam kehampaan. Keheningan itu tebal, menekan, dan sepi. Tidak ada percakapan, hanya suara mesin mobil yang monoton. Seo Ryeon sibuk menenangkan detak jantungnya yang masih memburu.
Seo Han menyandarkan kepalanya ke kaca mobil, matanya terpejam sejenak.
"Hyun, ini bukan arah pulang," tanya Seo Han, suaranya terdengar sedikit lelah. "Kamu mau bawa aku ke mana?"
Jae Hyun tersenyum misterius di kursi depan. "Sudah, diam saja, nanti tahu sendiri."
Mobil melaju membelah jalanan Jeju, suara deru ban di aspal menjadi satu-satunya irama.
Tak lama kemudian, mobil berhenti di tepi jalan yang sepi, tak jauh dari lautan.
"Sudah, turun," kata Jae Hyun, mematikan mesin.
Mereka berdua membuka pintu mobil dan keluar. Angin pantai yang dingin namun menyegarkan, dengan aroma asin, langsung menerpa wajah.
"Ayo," ajak Jae Hyun, memimpin Seo Ryeon dan Seo Han menyeberang jalan ke arah Pantai Hamdeok yang tampak berkilauan di kejauhan.
Begitu mata Seo Han menangkap luasnya hamparan pasir putih dan birunya air laut, raut wajahnya yang kaku mendadak berubah. Antusiasmenya meledak. Ia segera berlari kecil di atas pasir, merasakan butiran pasir lembut menyentuh sol sepatunya, melepas sejenak beban pikiran dan penyakit.
"Hyun, cepat!" seru Seo Han, suaranya penuh kegembiraan yang tulus.
Seo Ryeon yang berjalan santai di belakang Seo Han dan Jae Hyun, spontan terhenti. Ia menatap punggung Seo Han yang berlarian seperti anak kecil. Senyum murni yang selama ini menghilang tertutup ekspresi dingin, kini kembali terlihat.
Akhirnya kamu tersenyum lagi, batin Jae Hyun, merasa lega melihat temannya kembali ceria, lalu ia bergegas mengejar Seo Han.
Seo Ryeon menyusul dengan langkah lebih lambat. Ia membiarkan kakinya tenggelam sedikit di pasir yang lembut. Melihat tawa Seo Han membuat seluruh kecanggungan di mobil tadi terasa sedikit terbayar. Momen ini, entah mengapa, terasa sangat berharga.
"Kamu senang, kan?" Tanya Jae Hyun, melihat Seo Han duduk diam di pasir putih.
Seo Han menoleh, senyumnya sudah sedikit meredup, namun kelegaan masih terlihat jelas di matanya. "Senang. Terima kasih, Hyun."
"Syukurlah," kata Jae Hyun. Ia bangkit, menepuk celana jins-nya. "Ya sudah, aku mau beli air dulu, kamu pasti haus."
Jae Hyun lalu berjalan cepat, melewati Seo Han. Setelah mengambil beberapa langkah, ia berbisik pada dirinya sendiri, Sekarang atau tidak sama sekali, sebelum menghampiri Seo Ryeon yang masih berdiri terpaku di batas pasir.
"Ryeon," panggil Jae Hyun. "Kamu temani dia sebentar saja. Aku mau beli air."
Seo Ryeon tampak ragu. "Aku ikut saja deh, Hyun. Biar cepat."
"Tidak usah. Tokonya agak jauh. Lagian, kamu harus ngomong sama dia. Sebentar saja, ya," Jae Hyun menekankan, lalu tanpa menunggu jawaban, ia langsung berjalan menjauh ke arah jalan raya, sengaja memberi privasi mutlak bagi kedua temannya.
Seo Ryeon menghela napas pasrah. Ia kini hanya berjarak beberapa meter dari Seo Han, yang sedang memandangi laut. Ia memberanikan diri, melangkah mendekat, dan duduk di samping Seo Han, menjaga jarak sekitar satu lengan.
Keheningan kembali menyelimuti mereka, namun kali ini terasa berbeda. Bukan canggung, melainkan penuh harapan dan kehati-hatian. Mereka bisa mendengar suara ombak berderu dan deru angin, mengisi ruang.
Seo Han memecah keheningan terlebih dahulu. Ia tidak menoleh, matanya masih terpaku pada ombak.
"Maaf," katanya lirih.
Seo Ryeon terkejut. "Untuk yang mana?" tanyanya pelan.
Seo Han akhirnya menoleh ke arah Seo Ryeon. Kali ini, tatapannya tidak dingin, tidak usil, tetapi tulus dan penuh penyesalan.
"Untuk yang tadi di rumah sakit. Untuk pertanyaan bodoh yang aku lontarkan. Dan... untuk kecanggungan di mobil. Maaf, aku tidak bermaksud membuat kamu tidak nyaman."
Seo Ryeon menatapnya, ada kelegaan yang tiba-tiba datang. Ia akhirnya tahu, Seo Han sadar sudah bertindak keterlaluan. "Tidak apa-apa, Han. Lagian... aku juga cuma bercanda kok soal 'melihat badanmu' itu." Ia berusaha mengembalikan nada ceria.
"Aku tahu," balas Seo Han, suaranya kembali datar. "Aku juga cuma bercanda soal pertanyaan itu."
Namun, di dalam hati mereka berdua, ada pengakuan yang tersembunyi. Mereka sama-sama tahu, tidak ada yang bercanda.
Seo Ryeon memandang ke laut. "Kamu kelihatan senang banget pas lihat pantai tadi."
"Ya," Seo Han tersenyum tipis, kali ini senyumnya mencapai matanya. "Jeju memang tempat pelarian terbaikku. Selama aku di sini, aku merasa... utuh."
Seo Han lalu menghela napas panjang, menatap langit. "Ryeon... kamu tahu? Ada hal-hal dalam hidup yang tidak bisa kamu kendalikan. Seberapa keras pun kamu berusaha tersenyum, berjuang, atau berlari, pada akhirnya, semuanya akan diambil. Jadi... kalau ada kesempatan, kamu harus jujur sama diri kamu sendiri."
Seo Ryeon menatapnya lurus. Ada semacam keseriusan dan firasat buruk yang mendalam di balik ucapan Seo Han.
"Kenapa kamu tiba-tiba ngomong kayak gitu?"
Seo Han terdiam lama. Ia meremas pasir di genggamannya. Pasir-pasir itu terasa dingin dan lembap.
"Cuma berpikir," jawabnya singkat. Ia lalu menyentuh pergelangan tangan Seo Ryeon, sama seperti yang ia lakukan di kamar rumah sakit, tapi kali ini dengan kelembutan yang berbeda. Kehangatan sentuhan jarinya melawan dinginnya kulit Seo Ryeon. "Terima kasih sudah mau menemaniku lari dari kenyataan sebentar."
Tiba-tiba, ia memecah ketegangan itu.
"Ryeon!" seru Seo Han, lalu dengan cepat menyipratkan segenggam air laut ke arah Seo Ryeon. Air dingin itu sukses mengenai wajah Seo Ryeon, membawa rasa asin dan kejutan.
Ia terkesiap, lalu tertawa keras. Keseriusan yang tebal tadi lenyap seketika.
"Hey! Curang!" balas Seo Ryeon. Ia langsung melompat berdiri, menampung air dengan kedua tangannya, dan membalas cipratan itu ke arah Seo Han.
"Rasakan!"
Seo Han tertawa riang, membiarkan rambutnya sedikit basah. Ia ikut bangkit, lalu keduanya berjalan lebih jauh ke tepi air, saling mengejar dan membalas cipratan. Seo Ryeon menjerit kegirangan saat Seo Han berhasil mendekat dan menyipratkan air tepat di wajahnya. Suara tawa mereka berdua bersatu dengan deru ombak.
"Aku menang!" seru Seo Han, tertawa lepas.
"Belum!" balas Seo Ryeon, ia lalu berbalik dan berlari menjauh, membiarkan kakinya tenggelam di air yang dingin. Seo Han mengejarnya. Mereka bermain kejar-kejaran di batas ombak.
...----------------...
Di kejauhan, Jae Hyun yang tadinya hendak ke toko, memilih kembali ke area parkir. Ia bersandar di samping mobil, memandangi siluet kedua sahabatnya yang tampak riang. Dari kejauhan, ia bisa melihat tangan Seo Han yang meraih tangan Seo Ryeon saat mereka berlari, dan tawa tulus di antara mereka.
"Kamu berhasil, langkahmu Jae Hyun," gumam Jae Hyun pada dirinya sendiri. Kepuasan mengisi dadanya. Ia tahu, momen ini sangat dibutuhkan Seo Han.
Jae Hyun kemudian memutuskan masuk ke mobil. Ia mengambil ponsel, bukan untuk bermain, melainkan untuk memberi mereka lebih banyak waktu berdua sebelum ia mengganggu. Ia ingin Seo Han mendapatkan kenangan manis sebanyak mungkin.
...----------------...
Seo Han dan Seo Ryeon masih asyik bermain air. Mereka berlari mengejar dan membalas, hingga napas mereka terengah.
Seo Han berhasil menangkap Seo Ryeon, membalikkan tubuhnya, dan menahan pergelangan tangannya. Ia merasakan kulit basah dan dingin Seo Ryeon di telapak tangannya.
"Sudah menyerah?" bisik Seo Han, suaranya dekat. Ia bisa mencium aroma laut yang baset dari rambut Seo Ryeon.
Seo Ryeon mendongak, matanya bertemu dengan mata Seo Han. Ada sedikit air laut yang menetes dari rambut Seo Han ke wajahnya.
"Belum," jawab Seo Ryeon, lalu ia dengan cepat mencondongkan badan, menyentuh hidungnya ke hidung Seo Han, sentuhan singkat dan tiba-tiba yang mengirimkan kejutan dingin ke seluruh tubuh Seo Han.
Saat Seo Han terkejut, Seo Ryeon langsung menarik tangannya dan kembali berlari ke daratan, tertawa menang. Sentuhan kecil itu berhasil memecahkan kebekuan romantis dengan cara yang manis dan menggemaskan.