" Aku akan membiayai sekolahmu sampai kamu lulus dan jadi sarjana. Tapi kamu harus mau menikah denganku. Dan mengasuh anak-anak ku. Bagaimana?
Aqila menggigit bibir bawahnya. Memikirkan tawaran yang akan diajukan kepadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ai_va, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maminya Leon
Hari-hari ujian nasional untuk Aqila pun berakhir. Aqila menghela nafas lega. Dilihatnya Amanda yang wajahnya sudah sangat kusut.
" Waah udah kayak pakaian yang baru diangkat dari jemuran aja."
" Diem kamu Qila. Kepalaku pusing."
" Katanya bahasa Inggris lebih gampang daripada bahasa Indonesia?"
" Berisik!! Mana waktu listening bahasanya nggak jelas lagi. Dia ngomong apa nggak jelas semua."
" Telinga kamu tuh yang sombong."
" Tau ah. Pokok udah selesai ujiannya. Tahu gini aku mending nikah daripada harus ikut ujian nasional."
" Emang udah ada calonnya??"
" Belum sih. Masih inden."
Aqila terkekeh mendengar ucapan Amanda.
" Udah selesai Rene??"
" Bentar...bentar tinggal dikit."
" Ujian udah selesai apalagi yang kamu lihatin sih Rene??"
" Hanya mencari letak kesalahan ku aja sih Man. Ngira-ngira dapat nilai berapa. Biar siap mental."
" Mental ku udah teruji kok udahan Rene."
" Teruji dapat nilai jelek."
" Biarin."
Amanda mencebikan bibirnya ke arah Irene.
" Udah deh Qila. Males mikir aku. Biarin deh dapat berapa juga."
" Udah ya?? Aku mau ke belakang."
" Udah di jemput Om Abi??"
" Sepertinya."
" Ya udah have fun ya."
" Yuhuuu..Kamu gak ikutan Man??"
" Nggak. Mau ke Bu Santi lagi. Ngurus surat beasiswa dulu."
" Om Ryan nggak ikut??"
" Nggak. Ada meeting hari ini Om Ryan nya."
" Ya udah kalau gitu aku duluan."
Aqila pun meninggalkan Amanda dan Irene kemudian berlari menuju ke parkiran belakang sekolah. Dilihatnya Abizam yang sudah bersandar di samping mobilnya. Aqila berlari dan menubruk perut Abizam.
" Sudah kakak bilang jangan lari. Nanti kalau jatuh gimana??"
Abizam menyentil kening Aqila.
" Ada kakak, Qila yakin kakak pasti akan gendong Qila."
" Nggak mau. Kamu berat."
Aqila mengerucutkan bibirnya. Abizam pun terkekeh melihatnya.
" Mau ke mana?? Hari ini hari kebebasan kamu."
" Hmmm jemput Leon."
" Hmm??"
" Qila pengen gimana jemput Leon."
" Dengan seragam ini??"
" Iya. Kenapa???"
" Nanti di sangka kamu kakaknya Leon lagi."
Aqila terkekeh. Kemudian mengambil kaos dan celana pendek di atas lutut sedikit.
" Pakai ini sopan nggak kak.?"
" Boleh. Sopan kok kalau masih segitu."
" Ganti baju di mobil aja ya. Kakak jangan ngintip loh."
" Ngintip juga nggak apa-apa. Orang setiap malam juga di peluk di rasakan."
" Kakak ih."
Wajah Aqila memerah mendengar ucapan Abizam. Abizam pun terkekeh melihatnya. Aqila masuk ke dalam mobil dan mengganti pakaiannya.
" Sudah??"
" Sudah. Ayo kak."
" Kakak kayak jalan sama anak kecil tahu gak sih??"
" Siapa suruh nikah sama anak kecil??"
Aqila masuk ke dalam mobil sebelum menjulurkan lidah ke arah Abizam. Abizam tersenyum dan kemudian mereka masuk ke dalam mobil. Abizam meluncurkan mobilnya ke sekolah Leon. Di sekolah Leon mereka masih menunggu jam pelajaran yang belum selesai. Lama menunggu mereka melihat Leon yang sedikit kesusahan berjalan karena celananya basah.
" Kenapa itu anak??"
Aqila pun membuka pintu mobil dan berjalan menuju ke arah Leon. Abizam mengikuti Aqila dari belakang.
" Kenapa??"
" Celana Leon basah mami."
" Kok bisa sampai basah??"
Leon hanya diam saja."
" Leon...bilang sama mami."
Leon hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
" Bilang sama papi Leon."
Leon menyembunyikan wajahnya di pelukan Aqila dan menangis.
" Tadi Leon diolok-olok kan sama Randy dan kawan-kawan tante. Mereka bilang kalau Leon nggak punya mama. Terus mereka nyiram celana Leon sampai basah kayak gitu."
" Anak nakal. Mana anak nya??"
" Masih ada di dalam Om."
Abizam hendak beranjak menuju ke dalam sekolah Leon. Aqila menahannya.
" Kakak temani Leon ya. Qila mau masuk ke dalam."
" Tapi Qila..."
" Serahkan sama Qila. Nama kamu siapa??"
" Alicia tante."
" Alicia bisa tunjukkan ke tante mana Randy dan kawan-kawan??"
" Bisa tante."
Aqila masuk ke dalam sekolah Leon dan dilihatnya tiga orang anak lelaki seumuran Leon yang sedang duduk di bangku taman.
" Pasti dia nggak berani bilang ke papa nya kalau dia habis kita kerjain. Kalau menyangkut tentang mama nya, Leon gak berani ngadu pasti."
Aqila menggeleng-gelengkan kepalanya. Heran melihat anak-anak zaman sekarang.
" Hallo, siapa diantara kalian yang bernama Randy??"
Seorang anak lelaki berbadan sedikit tambun mengangkat tangannya.
" Saya Tante ada apa???"
" Kenapa tadi Randy mengolok kan Leon??"
" Karena Leon nggak punya mama Tante."
" Memangnya kenapa kalau nggak punya mama si Leon nya??"
" Dia nggak ada yang buatkan bekal sekolah, nggak ada yang perhatikan seragamnya, bajunya nggak rapi. Itu karena dia nggak punya mama kan??"
" Oh begitu. Akan tante perhatikan. Terima kasih sudah kasih saran ke tante. Tante akan lebih perhatian ke Leon. Tetapi kalau Leon sudah pakai baju yang rapi,dia bawa bekal ke sekolah, kalian mau berteman sama dia?? Kalian janji ga akan mengolok kan dia??"
Randy hanya diam saja.
" Dengarkan Tante. Dalam berteman itu nggak boleh pilih-pilih. Semua sama di mata Tuhan. Mau kaya, mau miskin, mau cantik, mau nggak cantik. Mau gemuk, mau kurus. Semua sama. Yang membedakan hanya perbuatan baiknya. Tuhan nggak hanya menyayangi anak gemuk. Tuhan juga nggak hanya menyayangi anak yang punya mama. Tuhan hanya menyayangi anak yang baik. Randy mau disayangi sama Tuhan nggak?"
" Mau Tante."
" Kalau begitu Randy mau jadi anak yang baik kan??"
" Iya Tante. Tapi tante ini siapa nya Leon?? tante nya Leon??"
" Tante mami nya Leon. Leon memang nggak punya mama papa. Dia hanya punya mami dan papi saja."
Randy dan yang lainnya terdiam.
" Maafkan kami tante. Kami janji nggak akan nakal sama Leon lagi."
" Jangan sama Leon aja. Tapi juga sama yang lain dong. Cowok sejati itu cowok yang membela yang lemah. Bukan malah menindas yang lemah. Kalian paham kan??"
" Paham tante."
Aqila hendak keluar dari sekolah, ketika dilihatnya Leon dan Abizam memperhatikan Aqila sedang mengedukasi anak-anak nakal tadi. Aqila pun mendekati Abizam dan Leon.
" Kok nyusul masuk??"
" Lagi lihat apa yang dilakukan istri kecil ku. Ternyata istri kecilku ini benar-benar berbakat jadi guru."
" Mumpung masih kecil, masih bisa di arahkan kak. Besok kan Qila udah nggak sekolah lagi. Jadi mulai besok Qila akan menyiapkan semua keperluan Leon. Leon mau bekal apa besok??"
" Bekal bento seperti teman-teman yang lainnya mami."
" Hmmm di rumah nggak ada bahan-bahan bikin bento. Kita pulang ke rumah dulu, ganti baju, baru ke supermarket ya?? Kita cari bahan-bahan dan alat untuk bikin bento."
" Kenapa nggak sekarang aja kita langsung ke supermarket?? Daripada harus pulang dan ganti baju."
" Memang sepertinya gak efisien sih kak. Tapi dengan mengenakan seragam dan main ke mall atau ke supermarket bisa jadi kebiasaan buruk. Nanti mereka jadi terbiasa mengenakan seragam ke mall. Istilahnya bolos gitu. Jadi harus dibiasakan sejak kecil."
" Oke. Mulai hari ini segala kegiatan Leon dan pendidikan Leon kakak serahkan sama kamu. tapi kalau sudah masuk kuliah, kamu harus bisa bagi waktu ya."
" Iya kak."
Mereka bertiga pun pulang ke rumah dan berganti baju. Setelah itu Abizam pun mengantarkan mereka ke supermarket lagi untuk berbelanja bahan makanan.
" Mau cari apa??"
" Cari nori dulu kak."
Aqila mengambil beberapa nori yang tidak pedas. Lalu kemudian mulai mengambil masing-masing satu buah cetakan bento.
" Uang kakak aku habiskan untuk beli cetakan bento ya??"
" Habiskan!! Kalau kurang minta kakak lagi."
Aqila pun terkekeh. Aqila juga mengambil minuman yogurt yang diinginkan oleh Leon.
" Mau yang ori atau blueberry atau strawberry??"
" Ori aja mami."
"Okey."
Aqila juga mengambil jelly cup kecil dan tempat bekal.
" Leon kan masih punya tempat bekal mami??"
" Ini khusus untuk cemilan. Jadi biar nggak bau masakan. Harus di bedakan ya. Nanti biar mami bilang sama oma dan bibi di rumah."
Leon menganggukkan kepalanya dan memeluk Aqila. Perasaan Abizam menghangat melihat bagaimana dewasa dan cekatannya Aqila mengurusi Leon. Semua di handle nya sendiri tanpa meminta bantuan Abizam. Tidak menunggu lama, trolly belanjaan mereka sudah penuh dengan berbagai macam makanan dan alat-alat bento.
" Biar kakak saja,"
Abizam mengambil alih membawa semua barang-barang ke mobil. Leon sangat bahagia atas kehadiran Aqila.
" Sebentar lagi kita langsung bikin bento mami??"
" Nggak. Leon makan siang dulu, terus tidur siang dulu baru kita bikin bento."
" Leon kan nggak ngantuk mami."
" Mulai hari ini Leon harus dibiasakan tidur siang ya. Ngantuk nggak ngantuk harus tidur siang. Leon masih dalam masa pertumbuhan. Jadi tidur siang itu penting. Supaya Leon bisa tumbuh besar. Paham?"
" Paham mami."
" Leon keberatan nggak dengan aturan baru dari mami??"
" Nggak papi. Leon seneng banget bisa punya mami Qila sebagai mami nya Leon."
Abizam tersenyum melihat wajah gembira Leon.
" Nanti tulang-tulangannya Atlas di kasihkan waktu Leon habis tidur siang ya mami??"
" Iya. Pokok Leon harus tidur siang dulu. Okay??"
" Okay mami."
Setibanya di rumah Abizam, Abizam membantu Aqila membawa barang-barang ke dapur. Mama Abizam dibuat terpana melihat belanjaan mereka.
" Leon ke atas sama Atlas boleh??"
" Asal Atlas tidur siang, mami izinkan. Sepuluh menit lagi mami akan ke atas. Kalau Leon tidak tidur siang, mami akan bawa turun Atlas."
" Siap mami."
" Jangan lupa cuci tangan cuci kaki Leon."
" Oke mami."
Leon bergegas naik ke atas menuju ke kamarnya.
" Ayo Atlas, kita harus segera tidur siang. Atau mami akan membawa kamu turun."
"Guk...Guk..."
"Sssttt....Jangan ramai."
Leon langsung naik ke atas tempat tidur dan memejamkan matanya. Melihat sahabatnya tertidur, Atlas pun ikut memejamkan matanya. Sesuai dengan janjinya, Aqila masuk ke kamar Leon. Atlas mengangkat kepalanya saat melihat Aqila masuk ke kamar Leon. Aqila meletakkan jari telunjuknya di bibir menyuruh Atlas diam. Aqila mendekati tempat tidur Leon. Di dengarnya dengkuran halus dari Leon yang menandakan Leon sudah tidur nyenyak. Abizam dan mamanya hanya mengamati dari jauh.
" Abi gak pernah tahu kalau menikah bisa sebahagia ini. Abi bahagia bisa memiliki Qila ma."
" Mama juga. Terima kasih sudah memberikan menantu seperti Qila."
Abizam memeluk mamanya.