Anyelir Almera Galenka, tapi sudah sejak setahun yang lalu dia meninggalkan nama belakangnya. Wanita bertubuh tinggi dengan pinggang ramping yang kini tengah hamil 5 bulan itu rela menutupi identitasnya demi menikah dengan pria pujaan hatinya.
Gilang Pradipa seorang pria dari kalangan biasa, kakak tingkatnya waktu kuliah di kampus yang sama.
"Gilang, kapan kamu menikahi sahabatku. Katanya dia juga sedang hamil." Ucapan Kakaknya membuat Gilang melotot.
"Hussttt... Jangan bicara di sini."
"Kenapa kamu takut istrimu tahu? Bukankah itu akan lebih bagus, kalian tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi untuk menutupi hubungan kalian. Aku tidak mau ya, kamu hanya mempermainkan perasaan Zemira Adele. Kamu tahu, dia adalah perempuan terhormat yang punya keluarga terpandang. Jangan sampai orang tahu jika dia hamil di luar nikah."
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mendengar semua pembicaraan itu.
"Baiklah, aku akan ikuti permainan kalian. Kita lihat siapa pemenangnya."
UPDATE SETIAP HARI.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rizal dan Gavin
"Siapa yang menghubungi, angkat segera siapa tahu penting." Ucap Anye yang mendengar suara dering telepon.
Dreettt...
Dreettt...
Dreettt...
"Halo... Ada apa Rizal." Suara Vano menjawab telepon yang ternyata dari Rizal.
"Tolong, aku sharelok. Ada yang membuntutiku, dan mungkin ingin melenyapkanku. Aku membawa yang kalian cari." Suara Rizal terbata seolah ketakutan.
"Apa yang terjadi, kenapa kamu ketakutan seperti itu Rizal Pratama?" Tanya Vano masih belum curiga.
"Aku membawa surat wasiat palsu..."
Braakkk...
Belum selesai Rizal berbicara, terdengar suara tabrakan yang membuat Vano dan lainnya menahan nafas.
"Astaga... Apa yang terjadi, ayo Vano lihat di mana lokasi Rizal saat tadi menghubungi kamu."
Vano memberikan ponselnya pada Arrayan yang duduk di samping kemudi. Dengan cepat, Arrayan membuka map.
"Dia tidak jauh dari kita, cepat Vano tancap gas lebih dalam. Aku gak mau nasib buruk terjadi pada pemuda itu." Ucap Arrayan terlihat begitu khawatir.
Benar saja, dari arah berlawanan terlihat mobil ditabrak dari samping.
Kemudian beberapa pria berbadan besar terlihat mengetuk kasar kaca jendelanya.
"Turun kamu, dan serahkan surat wasiat yang kamu curi." Ucapnya.
Rizal bergeming, menunggu keajaiban datang. Atau nyawanya benar-benar melayang. Sudah pasti jika orang-orang ini adalah anak buah kakaknya.
"Vano... Ayo cepat datang, ini darurat." Gumam Rizal bergetar ketakutan.
Saat Rizal memejamkan mata karena melihat gerakan anak buah Arthur yang hendak memecahkan kaca mobil. Sebuah mobil lain datang dari arah berlawanan, mendekat dan keluar 4 orang yang dia tunggu.
"Apa yang ingin kalian lakukan?" Teriak Vano saat sedikit lagi sebuah tongkat menghantam kaca mobil.
"Siapa kalian? Jangan ikut campur!"
"Baiklah, tidak jauh dari sini ada kantor polisi. Aku akan telepon mereka untuk menangkap kalian." Ucap Vano bersiap menekan panggilan kontak salah satu rekan polisi.
"Awas kalian, kali ini kalian boleh bersenang dulu. Tapi tidak ada lain kali. Karena kami pasti akan membunuh kalian semua." Ucap seorang anak buah Arthur.
Di belakang, Anye diam-diam merekam semua kejadian. Menghafal wajah dan plat nomor mobil mereka. Anye rasa musuhnya kali ini bukan orang yang bisa diremehkan. Karena kekuasaan membuat mereka mudah membayar pembunuh bayaran, baik dari golongan preman biasa atau mafia. Yang jelas Anye juga bisa mengimbangi karena dia juga berkuasa.
"Vano, sepertinya kondisi Rizal tidak baik, ayo cepat tolong dia." Entah kenapa Arrayan merasakan kedekatan secara emosional terhadap pemuda ini. Seseorang penghulu yang pernah menikahkannya dengan wanita pujaannya yakni Anyelir.
"Ratna, tolong buka pintu penumpang belakang. Aku dan Mas Ray akan mengangkat tubuh Rizal yang terlihat lemah." Ucap Vano panik.
Saat Vano sedang berusaha mengangkat tubuhnya yang kakinya sedikit tercepit, di tengah kesadarannya yang hampir menghilang Rizal berkata sangat lirih.
"Ambil map di laci dashboard, ada surat yang kalian cari." Setelah itu kesadaran Rizal benar-benar menghilang di gendongan Vano.
"Mas Ray, ambil map yang ada di laci." Ulang Vano.
Setelah Rizal berada di mobil, map juga sudah diambil, Arrayan tidak lupa mengamankan tas juga ponsel Rizal yang jatuh tergeletak. Setelah itu menelpon di tempat usahanya untuk mengambil mobil Rizal.
"Bawa ke rumahku, di sana ada Gavin juga. Jadi kita enak untuk merawat dan memantau keadaan mereka berdua." Ucap Anye.
Tiba di rumah, Vano dan Arrayan membawa Rizal ke kamar. Setelah itu, mereka kembali ke ruang tamu untuk membahas sesuatu. Sambil menunggu dokter untuk memeriksa kondisi Rizal yang mereka kenal sebagai penghulu yang pernah menikahkan Arrayan dan Anye waktu itu.
"Rizal menyuruhku mengambil map ini, coba buku apa isi mapnya."
Arrayan membuka map dan menemukan selembar kertas yang bertuliskan tangan.
"Ini surat wasiat yang dibuat Papa sebelum dia meninggal dunia." Ucap Arrayan memberikan sedikit penjelasan.
"Surat ini ditulis tangan, tapi dari tulisannya terlihat seseorang yang sedang dalam tekanan." Ucap Vano.
"Coba kamu periksa dokumen ini dan bandingkan dengan yang asli?"
"Atau mungkin kita datangi pihak ahli dalam membaca tulisan tangan, kita bisa laporkan ini sebagai penipuan kan Vano?" Tanya Anye.
"Akan aku lakukan besok pagi. Sekarang hari sudah sangat larut. Aku dan Ratna ijin pamit." Ucap Vano pada para sahabatnya.
"Iya, pulanglah dan terima kasih banyak atas bantuan kalian berdua."
Setelah Vano dan Ratna pulang, seorang dokter datang untuk memeriksa keadaan Rizal yang terluka ringan.
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" Tanya Arrayan.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena pasien hanya luka ringan. Tapi tekanan darahnya tinggi dan juga detak jantungnya sangat cepat. Sepertinya pasien mengalami syok berat, karena itu disarankan banyak istirahat."
Setelah memberikan beberapa resep obat, Dokter juga pamit untuk pulang.
"Hubby... Sebenarnya siapa Rizal Pratama? Kenapa dia seolah tahu banyak tentang permasalahan yang sedang terjadi?" Tanya Anye begitu mereka sudah ada di dalam kamar pribadi.
"Gak tahu juga, Honey. Tapi memang terdengar aneh jika dia hanya orang luar." Sahut Arrayan.
Malam itu, pasangan pengantin baru itu tidur saling berpelukan. Melepas penat yang menggerogoti hati dan pikiran. Saking lelahnya, mereka melupakan jika bahaya bisa saja datang.
Rumah Anye mewah, tapi sunyi. Dua bodyguard bayaran tidak menginap. Hanya ada security yang berjaga. Tingkat kewaspadaan dan keamanan di rumah Anye masih sangat buruk.
Satu pukulan, security itu pingsan. Dan kini dua orang menyusup masuk setelah membuka sedikit pintu pagar yang terbuat dari besi.
"Ayo kita tuntaskan misi ini, jangan sampai gagal." Ucap seseorang.
"Kita bagi tugas saja, Mama ke kamar depan aku akan mencari kamar utama. Aku yakin saat itu kamar mereka berdua."
"Gina, hati-hati. Target kita hanya membunuh Arrayan bukan lainnya."
"Hmm... Tapi jika ada kesempatan, aku juga akan membunuh Anye. Karena wanita penggoda itu, Arrayan menceraikan aku." Ucap geram Gina.
"Berapa anak buah Bondan yang ikut? Dan kemana Bondan bersembunyi seperti pengecut. Aku tidak percaya seleramu rendah." Hina Mama Ambar.
"Jangan mulai mencari masalah denganku, kita datang untuk membalas dendam. Bukan hak Mama menghakimi aku."
"Hmmm... Ayo lakukan sekarang juga."
Gina dan Mama Ambar mengendap-endap masuk ke dalam kamar. Mencari kamar yang berukuran besar, yang diduga adalah kamar Anye. Sedangkan anak buah Bondan sedang mematikan semua saluran kabel cctv.
Seperti maling profesional, Gina dan Mama Ambar membawa banyak perlengkapan. Wanita tua itu, kini tengah menyemprotkan obat bius di kamar yang diduga kamar milik Arrayan.
Dan benar saja, Arrayan yang sedang memeluk Anye seketika terlelap. Dua orang yang sedang berpelukan itu tidak tahu jika nyawa mereka kini sudah dalam bahaya.
Yang Gina dan Mama Ambar tidak tahu, jika di rumah ini selain Arrayan dan Anye masih ada penghuni yang lain. Yakni Gavin dan Rizal, jika Gavin dinilai sebagai anak lemah apa mereka kenal siapa Rizal?
"Gina, lihat mantan suamimu memeluk mantan istri Gilang. Apa mereka sudah lama berselingkuh di belakangmu?"
"Bisa jadi, anak yang dikandung Anye bukan benih milik Gilang. Tapi Arrayan yang sudah menghamili Anye. Jadi jangan pernah halangi aku untuk membunuh mereka berdua." Ucap Gina dengan mata tajam.
"Baiklah, sekarang kamu suntikkan saja racun yang sudah Arthur persiapkan." Ucap Mama Ambar memberi perintah.
"Hmm... Akan aku lakukan sekarang."
"Siapa kalian?" Tiba-tiba Rizal datang dengan langkah tergopoh-gopoh. Niatnya hanya ingin pergi ke dapur untuk mengambil air putih. Tapi, justru harus melihat banyak penyusup datang ke rumah ini.
"Kamu tidak usah ikut campur. Mama tembak mati saja dia." Saat wanita tua itu sedang mengacungkan sebuah pistol, Gavin datang.
"Mama... Mbak Gina, untuk apa lagi kalian datang ke sini. Cukup jangan buat kejahatan lagi." Ucap Gavin yang ikut terbangun.
"Dasar anak sialan, tidak tahu diuntung. Lebih baik kamu menyusul orang tuamu ke neraka."
Dor
Tembakan itu meleset, karena memang Mama Ambar tidak punya kemampuan, hanya modal nekat dan dendam.
Gavin dan Rizal saling tatap, kemudian bersama-sama berlari dan menerjang Mama Ambar dan Gina.
Bruukkk...
Meskipun dalam keadaan sakit, Gavin dan Rizal masihlah seorang laki-laki yang mempunyai kekuatan lebih baik daripada dua wanita.
Rizal berusaha merebut pistol dari tangan Mama Ambar, sedangkan Gavin ingin mengambil suntikan milik Gina.
rayy ko bisa kamu nularin bucin oon mu sih